Medi Juniansyah
Medi Juniansyah Penulis

Master of Islamic Religious Education - Writer - Educator - Organizer

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Memahami Fenomena Berburu Promo Ramadan dan Resiko Konsumerisme Berlebihan

21 Maret 2024   12:05 Diperbarui: 21 Maret 2024   16:46 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Fenomena Berburu Promo Ramadan dan Resiko Konsumerisme Berlebihan
Ilustrasi berburu promo ramadan - sumber gambar: thuongtravel.com

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren di mana masyarakat semakin terobsesi dengan promo-promo yang ditawarkan selama bulan Ramadan.

Supermarket, pusat perbelanjaan, restoran, dan platform online berlomba-lomba menarik konsumen dengan diskon, penawaran beli satu gratis satu, atau paket hemat spesial Ramadan.

Fenomena ini dapat dilihat sebagai refleksi dari budaya konsumtif yang semakin merajalela di era modern, di mana nilai sebuah produk sering kali diukur dari seberapa besar diskon yang ditawarkan, bukan dari kualitas atau nilai intrinsik dari barang tersebut.

Adapun alasannya, banyak di antara kita terjebak dalam pola pikir yang memandang Ramadan sebagai waktu untuk "membeli berkah".

Dalam pandangan ini, berbelanja menjadi suatu bentuk ibadah yang dianggap dapat meningkatkan "nilai" dari ibadah kita.

Hal ini tercermin dalam kecenderungan kita untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan, hanya karena tergiur dengan promosi-promosi yang ditawarkan.

Ketika motivasi berbelanja dipengaruhi oleh dorongan untuk mendapatkan barang-barang dengan harga murah, maka nilai-nilai kesederhanaan, kepedulian sosial, dan pengendalian diri menjadi terpinggirkan.

Dampaknya tidak hanya terbatas pada aspek finansial. Konsumerisme berlebihan selama Ramadan juga dapat berdampak negatif pada aspek psikologis dan sosial.

Masyarakat yang terlalu terjebak dalam pola pikir konsumtif cenderung mengalami stres finansial, ketidakpuasan diri, dan perasaan kurangnya kepuasan hidup.

Selain itu, fenomena ini juga dapat memperkuat budaya pemborosan dan meningkatkan tingkat hutang konsumtif yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas keuangan keluarga.

Perlu diingat bahwa Ramadan seharusnya bukanlah waktu untuk meningkatkan kegiatan konsumtif yang tidak terkendali, tetapi sebaliknya, bulan suci ini seharusnya menjadi ajang untuk merenungkan kembali nilai-nilai spiritual dan memperbaiki diri secara menyeluruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun