Merza Gamal
Merza Gamal Konsultan

Berpengalaman di dunia perbankan sejak tahun 1990. Mendalami change management dan cultural transformation. Menjadi konsultan di beberapa perusahaan. Siap membantu dan mendampingi penyusunan Rancang Bangun Master Program Transformasi Corporate Culture dan mendampingi pelaksanaan internalisasi shared values dan implementasi culture.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Artikel Utama

Tradisi Lampu Colok Menyambut Idul Fitri di Riau

28 April 2022   14:50 Diperbarui: 29 April 2022   17:30 3184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Lampu Colok Menyambut Idul Fitri di Riau
Image: Ribuan lampu colok yang ditata jadi ornamen masjid di sebuah lapangan saat akhir Ramadhan sebelum Pandemi (by Merza Gamal)

Menjelang Idul Fitri banyak hal yang dilakukan umat Islam untuk menyambutnya. Masing-masing daerah punya tradisi unik dalam. 

Masyarakat Melayu Riau mempunyai tradisi Lampu Colok dalam memeriahkan malam-malam terakhir Ramadhan hingga malam Idul Takbiran.

Colok dalam bahasa Melayu berarti  alat penerang. Masyarakat Melayu memberi nama colok itu dengan sebutan "pelite" atau "pelito" yakni sejenis lampu teplok yang menggunakan sumbu kompor memakai minyak tanah sebagai bahan bakar penerangnya. 

Colok merupakan lampu tradisonal yang biasa dipakai untuk menerangi kegelapan di daerah pedesaan di jaman belum adanya penerangn listrik. Bahan lampu colok ini bisa terbuat dari bambu, seperti obor. 

Dalam perkembangannya, lampu colok juga terbuat dari kaleng atau botol bekas minuman yang dibuat seperti lampu senter. Setelah itu di isi dengan minyak tanah untuk menyalakan sumbu yang terpasang di tengahnya.

Dahulu, colok sehari-hari digunakan sebagai alat penerangan yang diletakkan didepan pintu rumah, dan berguna menemani disaat anak-anak pergi mengaji dan belajar didalam kegelapan malam, penerangan colok ini sangat berguna disaat aktivitas masyarakat berada diluar terutama bagi nelayan yang akan pergi melaut. 

Sampai saat ini (sebelum pandemi) pada malam Takbiran, anak-anak yang ikut mengaji di Masjid akan berkeliling kampung, pawai membawa lampu colok.

Image: Anak-anak pengajian pawai membawa Lampu Colok pada malam takbiran sebelum pandemi (by Merza Gamal)
Image: Anak-anak pengajian pawai membawa Lampu Colok pada malam takbiran sebelum pandemi (by Merza Gamal)

Seiring dengan berjalannya waktu, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi turun temurun, masyarakat Melayu menjelang penghujung bulan Ramadhan menggunakan penerangan colok ini sebagai hiasan didepan rumah.

Terutama dalam menghadapi malam lailatul qadar, yang puncaknya akan menyalakan lampu colok di seluruh pelosok kampung pada malam ke-27.

Lampu colok memiliki romansa tersendiri bagi masyarakat Melayu. Dari cerita turun temurun dikisahkan bahwa lampu colok dahulu merupakan sarana penerang jalan bagi masyarakat yang ingin membayar Fitrah tiap malam 27 Ramadan ke masjid atau ke rumah masyarakat yang menghimpun zakat fitrah (Pak Lebai).

Dalam rangka melestarikan budaya Lampu Colok dalam akhir Ramadhan dan menyambut perayaan Idul Fitri, maka sejak era 2000'an pemerintah daerah di beberapa Kabupaten dan Kota di Riau menyelenggarakan Festival Lampu Colok.

Image: Salah satu kumpulan lampu colok dengan ornamen masjid di suatu lapangan Pekanbaru sebelum pandemi (by Merza Gamal)
Image: Salah satu kumpulan lampu colok dengan ornamen masjid di suatu lapangan Pekanbaru sebelum pandemi (by Merza Gamal)

Masyarakat setiap kampung akan membuat Lampu Colok dari botol-botol bekas yang diisi minyak dan sumbu, kemudian disusun rapi menyerupai bentuk masjid. Sinar nyala api berbentuk ornamen-ornamen yang menyerupai masjid tersebut membuat seluruh mata tertuju dan takjub.

Image: Masyarakat bergotong royong membuat ornamen lampu colok untuk ikutan Festival Lampu Colok di Pekanbaru sebelum pandemi (by Merza Gamal)
Image: Masyarakat bergotong royong membuat ornamen lampu colok untuk ikutan Festival Lampu Colok di Pekanbaru sebelum pandemi (by Merza Gamal)

Festival Lampu Colok ini biasanya dipertandingkan antar Kecamatan. Festival lampu Colok merupakan khasanah warisan budaya tempo dulu yang bertahan hingga sekarang. 

Dan Kini Festival Lampu Colok telah menjadi agenda wisata bagi beberapa daerah, seperti di Kota Pekanbaru, Dumai, dan Kabupaten Bengkalis.

Image: Salah Lampu Colok dalam sebuah Festival Ramadhan beberap tahun lalu (by Merza Gamal)
Image: Salah Lampu Colok dalam sebuah Festival Ramadhan beberap tahun lalu (by Merza Gamal)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun