Merza Gamal
Merza Gamal Konsultan

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Tangisan di Masjidil Haram Ketika Shalat Lail yang Menggetarkan Hati

20 Maret 2025   20:26 Diperbarui: 21 Maret 2025   16:02 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangisan di Masjidil Haram Ketika Shalat Lail yang Menggetarkan Hati
Masjidil Haram (Pixabay/Ramiar Dilshad)

Keindahan Shalat Malam di Masjidil Haram

Masjidil Haram, tempat yang menjadi pusat spiritual umat Islam, memiliki daya tarik luar biasa, terutama di waktu malam. Ketika kebanyakan orang terlelap, sebagian hamba Allah memilih untuk berdiri dalam shalat, menghadap Ka'bah yang suci, dalam keheningan yang penuh kekhusyukan.

Cahaya lembut yang menerangi pelataran masjid, suara langkah jamaah yang mendekati saf, dan semilir angin malam yang berembus perlahan, semuanya menambah keagungan suasana ibadah.

Gambar ilustrasi pelataran Kabah Masjidil Haram, Sumber: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Generative AI
Gambar ilustrasi pelataran Kabah Masjidil Haram, Sumber: Dokumentasi Merza Gamal diolah dengan Generative AI

Dalam momen-momen seperti ini, shalat lail di Masjidil Haram menjadi pengalaman yang sulit dilupakan. Tidak sekadar ritual, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam. Sujud terasa lebih panjang, doa terasa lebih bermakna, dan hati pun menjadi lebih lembut.

Malam di Masjidil Haram selalu memiliki aura yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Namun, di bulan Ramadhan, suasananya semakin bertambah khusyuk dan penuh makna. Sejauh mata memandang, lautan manusia yang datang dari berbagai penjuru dunia berkumpul dengan satu tujuan: mendekatkan diri kepada Allah.

Tak ada hiruk-pikuk duniawi, hanya suara lantunan doa dan bacaan Al-Qur'an yang mengisi malam. Namun, ada satu momen yang benar-benar menggetarkan jiwa---shalat lail di tengah malam.

Keindahan Shalat Malam di Masjidil Haram

Ketika malam semakin larut dan dunia seakan terlelap, Masjidil Haram justru semakin hidup dengan ibadah. Shalat tahajud dan witir yang dipimpin oleh imam-imam dengan suara merdu menjadi magnet tersendiri bagi para jamaah.

Di tengah gelapnya malam, cahaya lembut dari lampu-lampu Masjidil Haram memantul di atas lantai marmer yang dingin. Orang-orang berdiri dalam saf yang lurus, bersimpuh dalam sujud yang dalam, dan mengangkat tangan dalam doa yang khusyuk.

Salah satu hal yang membuat shalat malam di Masjidil Haram begitu istimewa adalah bacaan imam yang menyayat hati. Imam-imam Masjidil Haram dikenal memiliki suara yang indah dan penuh penghayatan.

Setiap ayat yang mereka lantunkan seolah langsung menyentuh sanubari, menggugah perasaan, dan membawa jamaah pada perenungan mendalam tentang kehidupan dan akhirat.

Tidak jarang, lantunan ayat-ayat tentang ampunan Allah, keagungan-Nya, atau peringatan tentang hari kiamat membuat banyak jamaah larut dalam tangis. 

Air mata mengalir tanpa bisa dibendung, bukan karena kesedihan, tetapi karena rasa haru yang mendalam---sebuah perasaan kecilnya diri dihadapan kebesaran Allah.

Saat itikaf di pelataran Kabah Masjidil Haram, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal
Saat itikaf di pelataran Kabah Masjidil Haram, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal

Dalam momen-momen seperti ini, setiap rakaat menjadi sangat berarti. Doa-doa dipanjatkan dengan sepenuh hati, harapan disematkan dalam setiap sujud, dan rasa syukur melimpah dalam setiap lafaz dzikir.

Bagaimana Bacaan Imam Bisa Menyentuh Hati hingga Air Mata Mengalir

Di antara banyak imam yang memimpin shalat, ada beberapa yang memiliki bacaan yang begitu menyentuh hingga membuat air mata mengalir deras. Setiap kata dalam Al-Qur'an yang mereka lantunkan bukan sekadar bacaan, tetapi seolah menjadi percakapan langsung antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Salah satu momen paling mengharukan adalah saat imam membaca ayat-ayat tentang akhirat, pengampunan Allah, dan kasih sayang-Nya yang tiada batas. 

Saat itu, isakan tangis terdengar di berbagai penjuru masjid. Para jamaah yang sebelumnya berdiri tegap, kini tertunduk dalam keharuan, menyadari betapa kecilnya diri mereka di hadapan Sang Khalik.

Tak jarang, saya sendiri merasakan dada yang sesak, mata yang mulai berkaca-kaca, dan perasaan yang sulit dijelaskan. Tiba-tiba saja, segala dosa yang pernah dilakukan terlintas di benak. Betapa sering kita lalai, betapa sering kita mendahulukan dunia dibandingkan ibadah. Di momen seperti inilah, hati terasa begitu dekat dengan Allah, dan tangisan yang pecah menjadi bentuk ketundukan yang tulus.

Spiritualitas Ramadan yang Sulit Diungkapkan dengan Kata-Kata

Bagi banyak orang, termasuk saya sendiri, Ramadhan adalah waktu di mana spiritualitas mencapai puncaknya. Beribadah di Masjidil Haram pada bulan suci ini bukan hanya tentang melaksanakan kewajiban, tetapi juga menemukan kembali jati diri sebagai seorang hamba. Setiap sujud terasa lebih bermakna, setiap doa terasa lebih dekat dengan pengabulannya.

Malam-malam di Masjidil Haram bukan sekadar malam biasa. Ia adalah malam-malam penuh keberkahan, di mana ribuan manusia menangis dalam doa, memohon ampunan, dan berharap kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.

Betapa beruntungnya mereka yang diberi kesempatan merasakan ini, dan betapa ruginya mereka yang melewatkan kesempatan untuk merasakan kedekatan sejati dengan Allah.

Menghabiskan waktu dalam sujud, membaca Al-Qur'an, dan berdoa di tengah keheningan malam memberikan pengalaman yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Seolah-olah dunia luar menghilang, menyisakan hanya diri sendiri dan Allah. Setiap tarikan napas terasa lebih ringan, setiap bisikan doa terasa lebih dekat dengan langit.

Tangisan di Masjidil Haram bukanlah tangisan kesedihan, tetapi tangisan harapan. Harapan bahwa setiap air mata yang jatuh adalah bentuk penyucian jiwa, bahwa setiap doa yang terucap adalah langkah menuju rahmat-Nya.

Bagi siapa pun yang pernah merasakan shalat lail di Masjidil Haram, mereka pasti memahami betapa besarnya keberkahan yang diberikan Allah dalam momen tersebut. Tidak ada tempat lain yang mampu memberikan ketenangan dan kebahagiaan yang serupa.

Dan di dalam hati, ada satu doa yang selalu terpatri ketika berada di Masjidil Haram, yaitu: semoga Allah memberikan kesempatan untuk kembali lagi, untuk merasakan kembali getaran hati yang tak tergantikan ini dalam ikhtiar menjadi Mukmin Sejati sepanjang masa.


Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Content Competition Selengkapnya

23 Mar 2025
SEDANG BERLANGSUNG

MYSTERY TOPIC

Dunia Menunggu, Waktunya Terbang Lebih Jauh

qatar airways  blog competition  ramadan bercerita 2025  ramadan bercerita 2025 hari 21 
24 Mar 2025

MYSTERY TOPIC

Mystery Topic 6

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 22
25 Mar 2025

Kasih Bocoran Outfit Lebaran

blog competition ramadan bercerita 2025 ramadan bercerita 2025 hari 23
Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

Nunggu Bedug Makin Seru di Bukber Kompasianer

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.

Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun