Manajemen Strategik Lailatul Qadr
Jika kita mengamati perkembangan kelakuan umat Islam hari-hari ini, kita akan dihadapkan pada fenomena yang unik. Keunikan itu, tampak terasa kontras, namun juga bisa menjelaskan sesuatu mengenai urgensinya lailatul Qadr. Posisi penting lailatul Qadr ini, penting untuk dibincangkan, khususnya dari sudut pandang manajemen strategi.
Secara sosiologis, fenomena yang tampak di sejumlah masjid, yakni adanya penurunan jumlah jama'ah. Sebagian jama'ah shalat tarawi, sudah mulai melakukan aktivitas sosial dan ekonomi, menyambut idul fitri. Bahasa 'kasarnya' sudah banyak jama'ah masjid yang tidak hadirlah di masjid, dan lebih banyak memilih untuk aktif di mall, atau kegiatan lainnya.
Dengan dalil buka bersama, sebagian anak muda meninggalkan shalat isya dan tarawih berjama'ah di masjid. Anak-anak muda ini, lebih banyak mengambil posisi mengikuti kegiatan sosial-ekonomi dengan teman-temannya, di malam-malam terakhir bulan Ramadhan. Kemudian, sebagian lagi, ada yang sudah merasa 'malas' dan mengambil langkah tidak puasa, tidak tarawih, dan tidak ke mesjid.
Fenomena inilah yang menjadi 'tema sentral' sejumlah khatib di mimbar-mimbar kuliah-umum tarawih. Para khatib itu memberikan penjelasan dengan gaya bahasa sindiran, "masjid kita, di awal ramadhan terasa sempit, tetapi kali ini, terasa semakin hari semakin melebar dan meluas", ungkapnya. Penjelasan itu, setidaknya dimaksudkan untuk menggambarkan mengenai adanya gejala menurunnya semangat dan kegairahan umat dalam mengisi ramadhan dengan amalan-amalan keagamaannya.
Bisa dibayangkan. Bila gejala penurunan dibiarkan, bukan hal mustahil dalam satu waktu, akan sampai pada titik terendahnya. Titik nadir penurunan yang rendah.
Kembali lagi, bayangkan, bila kita berada pada posisi sebagai manajer atau pimpinan sebuah perusahaan, kemudian melihat adanya gejala penurunan kinerja karyawan ? dalam satu sisi, kita bermaksud untuk mempertahankan karyawan, dan tetap menjaga produktivitas kerja dan perusahaan, tetapi kondisi penurunan kinerja tengah terjadi, apa yang harus dilakukan !
Dalam konteks inilah, kebutuhan ada insentif-program menjadi sangat penting. Terobosan program, yang diharapkan dapat mencuatkan kembali kegairahan dan semangat karyawan sangat diperlukan. Misalnya dengan adanya bonus, pendidikan, pelatihan, pembinaan, atau insentif-baru yang bisa mendongkrak semangat karyawan sehingga bisa bangkit lagi semangat para karyawan tersebut.
Kaitannya dengan ramadhan, kehadiran lailatul Qadr, yang memiliki nilai kebaikan lebih baik dari 1000 bulan, adalah insentif-dahsyrat, yang diharapkan bisa mengembalikan kegairahan dan semangat umat Islam untuk kembali mengisi sisa akhir ramadhan ini. Kehadiran Lailatul Qadr, pada dasarnya, mengandung hikmah sebagai 'insentif' tambahan, atau istilah lainnya "THR" bagi umat Islam yang mau mengisi akhir Ramadhan dengan baik.
Dari perspektif inilah, kita bisa melihatnya, lailatul Qadr dari sudut manajemen strategik. Pertama, sebagai orangtua, guru, pimpinan perusahaan, atau pejabat negara, perlu membaca dengan cermat gerak perjalanan kinerja bawahan atau karyawannya. Hal itu, dimaksudkan untuk memastikan, jangan sampai gejala penurunan semangat, kinerja atau belajar atau apapun jenisnya, mengalami penurunan yang mengarah pada kehancuran.
Kedua, bila orangtua, guru, pimpinan perusahaan, atau pejabat negara gagal dalam membaca fenomena empirik ini, bisa menyebabkan lembaga itu akan kecolongan, karena akan dihadapkan dengan situasi yang memburuknya kondisi lembaga atau perusahaan. Artinya, jika pengurus DKM tidak nyadar, bahwa ada penurunan semangat di kalangan jama'ah, kemudian tidak peka dan tidak respek dengan situasi itu, maka bukan hal mustahil dalam satu waktu, masjid itu akan kehilangan jama'ahnya.
Ketiga, setiap orangtua, guru, pimpinan perusahaan, atau pejabat negara, perlu mencari dan merumuskan strategi mendongkrak kembali semangat anggota atau kondisi organisasinya, sehingga grafik organisasi itu bisa naik kembali. Pencarian rumusan dan strategi itu, perlu dilakukan untuk mengintervensi atau menginjeksi situasi yang sedang mengalami penurunan itu.
Keempat, lailaul qadr adalah contoh produk ilahi, yang memiliki fungsi injeksi atau intervensi ilahi untuk membangkitkan kembali semangat jama'ah atau umat Islam dalam mengisi kegiatan Ramadhan. Harapannya, seluruh umat Islam bisa kembali kepada performa terbaiknya di akhir Ramadhan, dan selepas Ramadhan.
Terkait hal itulah, maka fenomena pembandingnya, selain kelompok yang melemah-semangat mengisi ramadhan, tetapi di kelompok lain ada yang sedang bergairah untuk mengejar lailatul Qadr. Masalah yang perlu ditangani adalah penurunan kinerja pada kelompok pertama. Perlu ada intervensi secara terstruktur, sistematis dan masif, dengan maksud supaya seperti kelompok kedua, yakni bergairah dalam mengisi akhir ramadhan. Mengapa kelompok kedua sangat bergairah? karena dia mendapat injeksi-harapan untuk bisa meraih hadiah-akhir Ramadhan (lailatul qadr).
Berdasarkan pertimbangan itu, dapat disampaikan, bahwa lailatul Qadr adalah model manajemen strategi dalam menjaga kesinambungan dan keberlanjutan semangat atau kinerja. Dalam konteks organisasi, bentuk lain dari lailatul Qadr bisa juga dalam bentuk insentif, promosi, atau "kejutan" yang mendongrak semangat.