Felix Tani
Felix Tani Ilmuwan

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Pisang dan Terung, Dua Hal Kecil tapi Penting dari Gang Sapi Jakarta

17 Maret 2022   11:03 Diperbarui: 12 Maret 2024   12:24 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pisang dan Terung, Dua Hal Kecil tapi Penting dari Gang Sapi Jakarta
Ilustrasi pedagang sayur keliling (Foto: dero.ngawikab.id)

Perilaku ibu-ibu Gang sapi itu contoh baik untuk menunjukkan bagaimana perilaku konsumen bisa merugikan penjaja.  Kang Mamat dengan cerdas bisa mengantisipasinya.  Dia menghindari Gang Sapi untuk mencegah kerusakan produk jajaannya.

Tapi kadang-kadang, kata Kang Mamat, dia lewat juga di Gang Sapi.  Biasanya lepas siang hari saat stok sayurannya tinggal yang layu dan lembek.  Termasuk dua tiga buah terung yang sudah lembek letoy.  Dan ibu-ibu Gang Sapi mau membeli sayuran layu dan terung lembek itu dengan harga diskon sampai 50 persen. 

Nah, Engkong Felix jadinya punya pertanyaan untuk kajian bisnis.  Apakah tujuan ibu-ibu Gang Sapi memencet-mencet terung untuk mendapat kenikmatan atau untuk merusak produk agar turun harga?

***

Mungkin ada yang berpikir bahwa pedagang keliling tak punya strategi dan taktik bisnis. Itu salah, kawan.  Penjaja-penjaja kecil di Gang Sapi sudah menunjukkan sebaliknya.  

Bang Pi'i dan Kang Mamat adalah penjaja-penjaja skala mikro yang piawai memainkan strategi dan taktik dagang.  Mereka mampu memelihara jaringan pelanggan dan menjamin kualitas produk.

Akan halnya ibu-ibu Gang Sapi, mereka mungkin sedang memainkan coping strategy. Keterbatasan uang belanja bahan makanan membuat mereka harus putar akal untuk mendapatkan barang murah tapi layak konsumsi.  

Terung yang sudah lembek karena dimek-mek, lepas dari apa yang dibayangkan, harganya akan lebih murah ketimbang terung yang masih kenceng dan jeceng. Tapi masih layak konsumsi. Kan, kalau sudah dimasak, bakalan lembek juga.

Begitulah pelajaran ekonomi, eh, bisnis skala mikro, dari Gang Sapi, Jakarta Selatan.  Hal kecil tapi penting.  Seperti kata ekonom E.F. Schumacher, "Small is beautiful". (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun