Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Dosen

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Empat Keterampilan Peduli Lingkungan Ketika Ramadan

15 April 2021   14:20 Diperbarui: 15 April 2021   14:37 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat Keterampilan Peduli Lingkungan Ketika Ramadan
Bulan Ramadan dapat meningkatkan empati kita dalam melestarikan lingkungan (Ilustrasi: unsplash.com/Dmitry Dreyer)

Ramadan identik dengan peningkatan ibadah. Frekuensi dan kualitas ibadah setiap harinya terus ditambah di bulan suci ini.

Ibadah yang termasuk utama pahalanya selama Ramadan yaitu membaca Al-Qur'an. Para alim ulama sangat menganjurkan agar umat Islam bisa menamatkan semua surat dalam Al-Qur'an (114 surat dalam 30 juz) minimal 1x saat Ramadan.

Di Ramadan tahun 2021 ini, saya menargetkan bisa menyelesaikan 10 juz dalam Al-Qur'an per 10 hari. Jadi, jika semuanya lancar, 30 juz bisa dirampungkan dalam 30 hari, InsyaAllah.

Nah, salah satu ayat Al-Qur'an dari juz ke-2 yang saya baca belum lama ini begitu membekas di kepala. Hal ini karena ayat 205 dari surah Al-Baqarah (surah kedua dalam Al-Qur'an) itu begitu relevan dengan kondisi Ramadan kali kedua saat pandemi ini.

Inilah terjemahan dari Q.S. Al-Baqarah (2):205 tersebut yaitu "Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah swt tidak menyukai kebinasaan." 


Isi ayat itu mengingatkan kita bahwa 'merusak lingkungan merupakan salah satu sifat orang munafik.'

Saya yakin, tak ada satu pun orang di dunia yang mau dicap sebagai orang munafik. Menurut Islam, ada 3 ciri utama orang munafik yaitu “Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, berdusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, berkhianat.” (Hadist Riwayat/HR. Muslim, no. 59).

Saat kita renungi lagi, baik bencana alam maupun pandemi yang kita alami selama ini tak lepas dari lalainya manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan. Padahal Bumi ini tidak hanya diisi oleh manusia, namun juga oleh beranekaragam tanaman dan hewan.

Ketika keanekaragaman hayati (biodiversity) terganggu keseimbangannya, maka tak ayal lagi kehancuran pun terjadi. Salah satu penyebab kasus pandemi COVID-19 yaitu berawal dari adanya perdagangan ilegal hewan liar (non-ternak) di pasar daging yang tak sepatutnya dikonsumsi manusia karena kebersihannya tak terjamin.

Di lain sisi, penggundulan hutan (deforestasi) juga terus kencang melaju yang berujung pada kebakaran hutan, kenaikan suhu bumi, banjir, longsor, dan lainnya. Manusia, tak terkecuali saya, seringkali lupa bahwa pohon di hutan adalah paru-paru dunia yang menyejukkan suhu dan menyimpan cadangan air bersih.

Hari ke-10 Ramadan tahun 2021 ini bertepatan dengan perayaan tahunan Hari Bumi (Earth Day) pada 22 April nanti. Maka itulah, berikut ini adalah beberapa skill (keahlian) untuk mendukung kelestarian lingkungan yang sangat layak kita lakukan selama Ramadan.


Keterampilan ini cukup sederhana dan bisa dilakukan di rumah bersama keluarga. Semoga skill tersebut dapat menjadi bukti nyata sumbangan kita dalam menjaga keberlanjutan Bumi sebagai (satu-satunya) planet tempat tinggal mahluk hidup saat ini.

1. Mengorganisir sumbangan baju layak pakai

Seusai 30 hari shaum Ramadan, kaum muslimin merayakan Idul Fitri pada 1 Syawal. Hari Raya dalam Islam ini di Indonesia identik dengan baju baru sebagai lambang kesucian lahir-batin.

Tapi, daripada membeli (lagi) baju baru untuk Lebaran, kenapa kita tidak memakai baju lama yang masih bagus dan jarang dipakai? Selain hemat biaya dan ruangan di lemari baju, kita juga dapat mengurangi sampah pakaian.

Tahun 2018, data dari Kementerian Lingkungan Hidup  menunjukkan, timbunan sampah di Indonesia mencapai 65,79 ton dan termasuk sampah tekstil di dalamnya. Hadirnya fast fashion (tren busana yang terus berubah dalam waktu singkat) berakibat belanja berlebihan pakaian yang tak terlalu diperlukan.

Padahal, masih banyak orang yang tak mampu membeli baju baru, bahkan walaupun hanya 1x/tahun. Jangankan pakaian, untuk makan sehari-hari saja tak sedikit orang yang kekurangan uang untuk membelinya.

Menyumbangkan baju bekas layak pakai (second-hand/preloved) bagi yang membutuhkan saat Ramadan ini jelas sangat bermanfaat. Kita bisa mengajak anggota keluarga, tetangga,rekan kerja, dan teman untuk mengumpulkannya bersama agar lebih banyak baju lama yang pantas untuk disumbangkan.

Bisa jadi, baju yang menurut kita sudah tak keren lagi (sesuai tren terkini) ternyata begitu mewah dalam pandangan orang lain. Berbagi baju bekas layak pakai itu tak hanya membuat penerimanya bahagia, namun juga membuat Bumi bernafas lega karena berkurangnya sampah busana.  

2. Memasak menu dari pangan lokal

Jika di 11 bulan lainnya menu masakan harian kita (relatif) monoton, lain ceritanya menu selama Ramadan. Ada sejumlah masakan dan minuman khas Ramadan rutin muncul saat sahur dan berbuka.

Biasanya kita masih jarang peduli dengan lokasi asal pangan yang dipanen saat akan memasaknya. Hal ini sesuai dengan hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2012 yang menunjukkan bahwa Indeks Perilaku Peduli Lingkungan (IPPL) masih berkisar pada angka 0,57 (dari angka mutlak 1).

Tak heran, bahan baku masakan yang termasuk impor tak jadi masalah selama harganya murah-meriah. Padahal, pangan impor meninggalkan jejak karbon (carbon footprint) yang tinggi dari negara tempatnya diproduksi untuk sampai ke Indonesia.

Jejak karbon (karbondioksida) itulah yang menyebabkan perubahan iklim, terutama memanasnya suhu bumi.  Jika kita membeli bahan pangan lokal dari Indonesia untuk memasak, maka emisi karbon akan jauh berkurang.

Maka Ramadan ini pun buah-buahan lokal menjadi prioritas utama saat membuat jus maupun cake buah. Contohnya seperti Apel Hijau Malang dan Nanas Madu Subang yang tak kalah sedapnya saat diolah sebagai sop buah dan juga selai kue nastar.

Pangan lokal sumber karbohidrat lainnya yang bisa diolah sebagai bahan kolak dan gorengan untuk berbuka selain singkong dan ubi jalar yaitu Ubi Cilembu, kimpul, gembili, ganyong, dan masih banyak lagi lainnya. Selain ramah lingkungan, pangan asli Indonesia ini juga ramah sosial karena mendukung perekonomian petani lokal yang menanamnya.

 

Buah tomat yang dipanen dari pekarangan rumah tentu lezatnya lebih bermakna (Ilustrasi: unsplash.com/Elaine Casap)
Buah tomat yang dipanen dari pekarangan rumah tentu lezatnya lebih bermakna (Ilustrasi: unsplash.com/Elaine Casap)

3. Membuat kompos dari sampah organik

Selama ini, saya baru sebatas memanfaatkan makanan sisa untuk diberikan ke hewan peliharaan dan ternak. Sayangnya, sampah seperti daun dan kayu kering serta kulit buah plus sayur seusai dikupas dan sisa kopi juga teh tentunya tak bisa dikonsumsi hewan tersebut sehingga harus terbuang percuma di tempat sampah.

Sementara itu, setiap hari sebuah rumah tangga pasti menghasilkan sampah organik yang terutama berasal dari proses pengolahan masakan dan minuman, khususnya dengan peningkatan volumenya selama Ramadan. 

Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018), jenis sampah yang dihasilkan di Indonesia ternyata didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60%.

Proses pengomposan sampah organik tersebut dapat mengurangi timbunan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Tragedi bencana longsor di TPA Leuwigajah-Jawa Barat pada Februari tahun 2005 lalu terjadi karena gunung sampah yang rontok setelah diguyur hujan deras dan tingginya kadar gas metan sebagai hasil dari pembusukan sampah organik.

Kita pastinya tak ingin kejadian tragis tersebut terulang kembali. Jika setiap keluarga di Indonesia mengompos sampah organiknya, bayangkan betapa banyak pupuk alami yang bisa dihasilkan untuk menyuburkan tanaman sebagai gantinya pupuk kimia.

Sebelum Ramadan tahun 2021 ini, saya sempat  menghadiri webinar tentang pengolahan sampah. Ternyata mengompos sampah itu mudah lho dan (sangat) terjangkau biayanya karena kita bisa memanfaatkan alat dan bahan yang ada di rumah seperti ember bekas.

Jika ingin lebih praktis, kita bisa membeli satu set peralatan kompos yang dijual oleh sejumlah eco-friendly brands di marketplaces dengan harga yang ramah kantong. Kutipan bijak yang menyatakan 'kebersihan adalah sebagai dari iman' pun harapannya dapat memotivasi kita untuk rajin mengompos sampah.

4. Menanam tumbuhan dan adopsi pohon

Sebelumnya, saya hanya iseng melemparkan biji cabai di atas tanah kosong terdekat dari dapur seusai mengulek sambal. Satu dua kali, ada pohon cabai yang tumbuh karena memang tak khusus saya rawat dengan memberinya pupuk.

Nah, selama pandemi saya baru menyadari betapa sehat sekaligus praktisnya ketika memiliki tanaman buah dan sayur di rumah. Kita jadi tak perlu sering keluar rumah hanya untuk membeli seperti cabai, tomat, daun kemangi, pepaya, paria (pare), dan sejenisnya dengan adanya physical distancing.

Setipe dengan pengomposan, alat dan bahan untuk menanam juga banyak tersedia di rumah. Saya akan memanfaatkan kaleng dan botol bekas yang telah dilubangi sebagai pot tanaman sekaligus sebagai daur ulang sampah anorganik.

Semoga selama Ramadan ini, ada tanaman buah dan sayur yang bisa saya panen. Pasti maknyuus banget deh bisa sahur dan berbuka dengan jus pepaya plus tomat dari pekarangan rumah.

Selain tanaman buah dan sayur dalam pot, sebenarnya saya juga ingin menanam pohon besar yang berbuah. Apalah daya, lahan (kecil) pekarangan di rumah saat ini belum memungkinkan untuk itu.

Alternatifnya yaitu berupa 'adopsi pohon' via sejumlah yayasan lingkungan yang menyediakan program tersebut. Kita bisa mentransfer sejumlah uang yang nantinya akan dibelikan bibit pohon dan dirawat oleh staf yayasan tersebut di lokasi persemaian (nursery) sampai pohon cukup besar untuk dipindahkan ke hutan.

Cara lainnya yaitu berupa 'wakaf pohon produktif' yaitu uang kita akan digunakan untuk membiayai petani dalam mengolah sejumlah pohon yang termasuk komoditas pertanian polikultur seperti pohon buah dan kayu. Amal jariah (berbagi materi), termasuk wakaf, adalah jenis amalan dalam Islam yang pahala kebaikannya terus mengalir ke pelakunya, bahkan hingga di saat ia telah meninggal.

Setiap orang pasti memiliki target kecakapannya masing-masing selama Ramadan ini berjalan. Namun, apapun target keahlian kita, harapannya target tersebut dapat selalu membawa kebaikan dunia dan akhirat, khususnya yang mendukung ramah lingkungan dan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun