Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/
Serunya Main Petasan Tatkala Lebaran
Ibu-ibu pasti tidak setuju dengan judul di atas. Tapi, tunggu dulu. Sebelum berpindah laman, kasih saya kesempatan sedikit untuk menjelaskan. Boleh, ya?
Iya, iya, saya tahu. Petasan itu tergolong permainan berbahaya. Kalau tidak ekstra hati-hati, alamat meledak di tangan. Salah-salah jadi terpaksa merayakan Lebaran di rumah sakit atau puskesmas kampung halaman. Aih, jangan sampai, deh!
Sebagian orang mungkin berpendapat bermain petasan itu ibarat membakar duit. Lewah alias mubazir. Beli mahal-mahal lantas cuma buat diledakkan. Apa tidak sebaiknya uangnya dipakai buat jajan makanan saja?
Namun di sisi lain kita juga tidak bisa menafikan. Ketika takbir bergema, gelegar bunyi petasan juga menggelora. Ada saja yang menyalakan petasan di malam takbiran dengan maksud merayakan Hari Kemenangan.
Setelah berpuasa Ramadan sebulan penuh, wajar-wajar saja kalau kita menjadi terbawa suasana. Perasaan bahagia melewati bulan puasa pada umumnya disalurkan lewat deru terompet dan suara petasan.
Belakangan klakson mobil dan sepeda motor juga. Sampai-sampai suaranya bikin pekak telinga. Meskipun demikian, orang-orang menganggapnya biasa saja. Wajar, karena tengah berbahagia lepas dari bulan penuh ujian.
Kewajaran itu membuat petasan jadi lama-kelamaan menjadi budaya. Bahkan menjadi tradisi. Tiap kali Lebaran atau Tahun Baru pasti terdengar bunyi petasan di. Entah itu di sudut kampung atau di bilangan kota. Semua bergembira.
Alhasil, bisnis petasan mendapatkan momentumnya. Saban kali hari besar banyak penjual petasan dadakan menampakkan wujudnya. Dicari orang banyak pula. Mulai dari petasan banting, air mancur, korek, disko, roket, hingga kembang api.
Dengan kata lain, tidak sedikit orang yang menggantungkan rezekinya dari berjualan petasan. Kalau momennya pas, labanya juga terbilang gila-gilaan. Pada malam tahun baru kemarin, ada yang sampai meraup keuntungan hingga Rp1 juta. Fantastis!
Tetap Berhati-hati
Hanya saja, saya sepakat dengan pendapat yang mengatakan penjualan petasan itu mesti diperketat. Dalam arti tidak boleh dijual bebas, apalagi kepada anak ingusan. Kalau tidak ekstra hati-hati, petasan ibarat buah simalakama.
Oleh karena itu, penjualannya mesti diregulasi. Mirip-mirip seperti jualan rokok atau produk tembakau. Yang boleh membeli hanyalah orang dewasa.
Tapi jangan sebaliknya, melarang bermain petasan tetapi nyatanya dijual bebas di mana-mana. Demi mencari cuan, anak belum dewasa bahkan juga boleh membeli petasan. Ini namanya salah dan tidak mendidik.
Kalau saya condong di tengah-tengah. Boleh main petasan, asalkan disertai dengan pengawasan. Boleh main petasan, asalkan didampingi oleh orang dewasa. Jangan dibiarkan lepas sendiri. Bahaya.
Oleh sebab itu, bermain petasan saat Lebaran di tengah keluarga perlu pengawasan ekstra. Kita yang sudah dewasa dituntut untuk mendampingi, sekaligus mengedukasi bahaya bermain petasan.
Sekali-kali tidak apa-apa. Namanya juga untuk edukasi. Daripada dilarang-larang lantas malah main di belakang. Kalau sudah begitu, kita yang rugi. Membiarkan anak bermain petasan tanpa pengawasan. Jangan sampai, deh!
Pendampingan Ekstra
Terakhir kali saya bermain petasan adalah Lebaran tahun lalu. Kala itu, saya bermain petasan bersama keponakan. Pada awalnya, ibunya (kakak saya) tidak setuju. Hingga akhirnya saya berhasil meyakinkan dengan catatan di bawah pengawasan ketat saya.
Mudah ditebak, keponakan saya senang bukan kepalang. Mendengarkan bunyi petasan yang membuat jantung nyaris copot. Entah mengapa, ada sensasi menyenangkan saat mendengar bunyi ledakan petasan.
Kebetulan juga, keponakan saya semuanya laki-laki. Jadi mungkin adrenalinnya tergugah dengan bunyi-bunyi petasan. Tiap kali mendengar ledakan, mereka menjerit dan tertawa sekencang-kencangnya.
Bisa ditebak pula, saking serunya, mereka ingin mencoba menyalakan sendiri. Di sinilah batasan tegas diperlukan. Tentu saja saya melarang. Mereka tidak boleh menyalakan petasan sendiri. Titik.
Anak kecil, cukup nikmati saja. Biarkan orang dewasa yang menyulut api petasan. Kalau sampai meledak di tangan bisa bahaya. Begitu, kata saya. Setengah merengut, akhirnya mereka menurut.
Empat hingga lima kali meledak, justru mereka yang tambah semangat. Mereka bahkan menyemangati saya untuk menyulut lagi dan lagi. Kata mereka, seru. Apalagi petasan roket yang ketika dinyalakan bisa terbang dan meledak di angkasa.
Hingga akhirnya petasan habis, mereka masih belum puas. Mereka meminta untuk dibelikan lagi. Lagi-lagi, di sinilah batasan diperlukan. Main petasan itu secukupnya saja. Jangan overdosis. Tentu saja saya menolak.
Sambil memberi pengertian bahwa cukuplah bermain petasan. Jangan kebanyakan. Lebih baik uangnya dipakai buat beli jajan. Atau disumbangkan kepada yang membutuhkan.
Main petasan boleh saja, asalkan tahu batasan. Kebanyakan main petasan juga tidak baik. Dapat mengganggu tetangga yang mungkin tengah menghabiskan waktu bersama keluarga. Ada saatnya bermain, ada saatnya berhenti.
Kalau sudah begini, jurus andalan dan kreativitas mesti dikeluarkan. Saya ajak mereka ke swalayan terdekat untuk membeli jajan. Supaya terdistraksi dan teralihkan dari asyiknya bermain petasan.
Secuil Pelajaran
Kendati butuh ekstra hati-hati saat memainkannya, bermain petasan juga punya secuil manfaat. Pertama, menghilangkan rasa bosan. Tatkala obrolan Lebaran sudah mentok, bermain petasan bisa menjadi ide brilian untuk mengusir rasa bosan.
Kedua, mengekspresikan rasa senang. Seperti uraian di atas, petasan umumnya digunakan untuk merayakan sesuatu. Tahun baru dan Lebaran adalah dua di antaranya.
Sejak pertama kali ditemukan, makna petasan memang demikian. Berasal dari bangsa Tiongkok pada abad ke-9, petasan lazim digunakan untuk berbagai acara, seperti pernikahan, upacara kematian, dan perayaan keagamaan.
Abad ke-15, orang China mengarungi samudera untuk berdagang ke Nusantara. Lambat laun, budaya bermain petasan itu terasimilasi hingga sekarang. Sebagai simbol kegembiraan atau ekspresi kebahagiaan kultural.
Ketiga, mempererat hubungan keluarga. Bermain petasan bersama keponakan akan membuat relasi terjalin semakin erat. Saya ingat, waktu kecil, Bapak saya dulu membelikan saya petasan.
Perasaan saya girang bukan kepalang. Meskipun kala itu saya tidak diperbolehkan memegang petasan, tetapi melihat petasan meledak saja sudah bikin hati gembira. Dan tentu saja, itu membangun kedekatan saya dengan Bapak.
Kendati punya beberapa manfaat, saya tidak bosan-bosan mengingatkan pembaca. Petasan hanya boleh dimainkan dengan bersikap ekstra hati-hati. Jangan gegabah, jangan pula kebablasan.
Saat bermain dengan anak kecil juga diperlukan pengawasan ekstra ketat. Beri edukasi secukupnya sehingga petasan tidak sampai membuat Si Kecil ketagihan. Hanya aktivitas mengisi waktu luang saja, sama seperti permainan yang lainnya.
Kalau sudah begitu, barulah boleh bermain petasan. Setuju, ibu-ibu? [Adhi]