Mas Nuz
Mas Nuz Administrasi

hamba Alloh yang berusaha hidup untuk mendapatkan ridhoNya. . T: @nuzululpunya | IG: @nuzulularifin

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Balik ke Cara Tradisional untuk Hindari Wadah Plastik

10 Mei 2019   23:24 Diperbarui: 10 Mei 2019   23:52 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balik ke Cara Tradisional untuk Hindari Wadah Plastik
Lumba-lumba terlilit kantung plastik. (dok. Paulphin Photography)

Pernah lihat video lumba-lumba yang lagi viral? Kalau belum. Coba cek di google atau you tube deh! Miris. Satu kata untuk menggambarkan kondisi sang lumba-lumba.

Tanpa sengaja. Moncong sang lumba-lumba kesangkut plastik. Berbagai upaya dilakukan untuk melepaskannya. Lenguhan dan tingkah panik tergambar. Membuat saya yang menontonpun ikutan sedih.

Entahlah. Bagaimana nasib terakhir sang lumba-lumba. Masih banyak video lainnya. Bagaimana sampah plastik menjadi monster menakutkan. Bagi para penghuni lautan. Menjadi ancaman menakutkan disamping limbah cair industri.

Pernahkah kita berpikir demikian?
Bahwa sampah plastik. Khususnya kantung plastik. Butuh waktu 20 hingga 1000 tahun agar dapat terurai. Betapa mengerikan bukan? Baik untuk lingkungan, diri kita, maupun anak cucu kita.

Oleh karena itu, berbagai upaya meminimalkan penggunaan plastik dilakukan. Mulai dari pusat perbelanjaan. Yang tak lagi sediakan kantung plastik untuk belanjaan. Hingga kembali memanfaatkan dedaunan untuk bungkus makanan. Atau kebutuhan yang lain.

Meski untuk cara yang terakhir. Cukup sulit dilakukan oleh masyarakat perkotaan. Sebab ketersediaan daun sebagai pembungkus. Justeru dirasa lebih mahal dilihat dari nilai bendanya. Pun tidak begitu praktis. Saat dipindahkan ke sana-ke mari.

Begitu juga saat kita belanja. Dirasa kurang praktis. Bila harus membawa keranjang belanjaan sendiri. Sebab terkadang kita belanja mumpung sempat. Tidak ada rencana untuk belanja. Sehingga tidak siap juga untuk membawa keranjang atau wadah sendiri. Jadi tambah ribet kan?

Mulai dari Diri Sendiri
Semua tindakan pencegahan tentu akan dirasakan sulit. Apalagi mindset kita sudah terbiasa dengan yang praktis. Penggunaan media plastik sebagai bungkus atau wadah, dirasa cukup praktis. Namun kalau kita sempat nonton video lumba-lumba pasti akan merasa miris.

Membeli buah iris dan sajian takjil menggunakan mangkuk. (dok. pribadi)
Membeli buah iris dan sajian takjil menggunakan mangkuk. (dok. pribadi)

Diri kitalah yang seharusnya bisa memulai. Kemudian mengajak seluruh anggota keluarga meniru. Mengawali dari hal-hal terkecil. Untuk menghindari kantung plastik. Di bulan Ramadan ini kita coba untuk membulatkan tekad. Diantaranya:

Membeli soto dagingpun pakai mangkuk sendiri. (dok. pribadi)
Membeli soto dagingpun pakai mangkuk sendiri. (dok. pribadi)
  1. Menyiapkan tas, kantung kain atau kantung plastik di bagasi kendaraan. Sewaktu-waktu berbelanja. Kita gunakan wadah/kantung belanjaan yang sudah kita siapkan.
  2. Minyiapkan tumbler atau botol sendiri saat akan membeli minuman untuk berbuka. Meski akan terlihat aneh. Tapi mengapa tidak?
  3. Jika terpaksa memilih minuman yang menggunakan plastik. Pastikan botol plastik ada petunjuk khusus. Bahwa botol tersebut mudah untuk didaur ulang.
  4. Membawa mangkuk, rantang, atau wadah khusus. Bila membeli makanan yang berkuah. Jadi mirip jaman ortu kita bukan?
  5. Memilih kue maupun makanan yang menggunakan bungkus daun. Saat ini, cukup banyak pengusaha kue atau makanan yang back to basic. Menggunakan daun pisang atau daun jati sebagai pembungkusnya. Selain terlihat lebih menarik. Juga terbukti berpengaruh terhadap tingkat keawetannya.
  6. Bila terpaksa bungkus atau wadah plastik digunakan. Usahakan kita kumpulkan sampah plastik menjadi satu. Sehingga bisa kita buang di tempat pembuangan khusus. Jika ada petugas sampah. Petugas akan lebih mudah untuk memilah dan memilih.

Sebenarnya tak terlalu sulit bukan? Mengubah pelan-pelan kebiasaan kita. Meski terkesan kuno dan ndeso. Namun jika tak dimulai dari diri kita sendiri. Mau dari siapa lagi?

Kita mulai kebiasan di bulan Ramadan yang penuh kemuliaan. Sehingga pembiasaan sederhana ini. Bisa kita terapkan di bulan-bulan yang lain. Bahkan kita tularkan kebiasaan baik ini kepada sanak saudara. Bahkan kepada warga di lingkungan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun