Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Wiraswasta

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Di Balik Layar (Keikutsertaan Saya di) Lomba THR Kompasiana

16 Juni 2018   02:32 Diperbarui: 16 Juni 2018   21:24 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Balik Layar (Keikutsertaan Saya di) Lomba THR Kompasiana
Gambar dari jadiberita.com

"Apakah lancar menulisnya?"

Ya nggak selalu. Saya juga beberapa kali kena writer's block kok yang cuma bisa bengong di depan komputer bingung mau nulis apa. Ada beberapa tema yang bikin saya mumet kayak gini, misalnya saja tema di hari ke-25 tentang hadiah lebaran paling berkesan. Tapi mayoritas tema ada yang saya kerjakan dengan mudah karena tema-temanya memang sangat dekat dengan kehidupan saya pribadi sebagai seorang muslim dan juga karena apa yang ditemakan memang benar-benar saya jalani. 

Kendala teknis di luar situs Kompasiana yang sering saya hadapi, paling sering ya pemadaman listrik sehingga saya kesulitan untuk mempersiapkan dan mengunggah tulisan. Tapi, alhamdulillah nggak sampai bikin saya didiskualifikasi. Ya, anggap aja sedikit "drama"lah ya. Kalau gak ada drama kan kurang berbumbu. Tsah.

Dan btw, seumur-umur, baru di tahun ini saya keliling lebaran sambil bawa laptop! haha, ya demi menunaikan target menulis di hari terakhir, jadilah, di sela-sela ziarah ke kampung, saya menyempatkan diri untuk menulis. Saat itu saya memilih menyendiri, namun ternyata salah seorang sepupu memperhatikan hingga ketika tulisannya saya posting di facebook, dia berkomentar demikian.

Demi lomba THR Kompasiana, saya sampai menulis disela-sela ziarah.
Demi lomba THR Kompasiana, saya sampai menulis disela-sela ziarah.
 Simak Tulisan THR Kompasiana di 10 Hari Kedua

Baper oh Jangan Baper

"Kok tiba-tiba rajin nulis di Kompasiana, sih, Yan?" tanya beberapa teman. Terutama pasca saya mempromosikan tulisan itu di sosial media. Ya, karena memang jadi rajin nulisnya karena lomba, secara jujur saya bilang begitu. Beberapa dengan spontan memberikan semangat semacam, "semoga menang, ya!" sebagian lagi hanya bereaksi, "ooh" doang, dan mungkin karena tahu tulisannya untuk lomba jadi malas buat baca-baca lagi. -Akurapopo, nggak usah baper hihihi.

Saya biasanya nulis selepas sahur dan baru selesai sekitar pukul 6 atau 7 pagi. Nah, begitu tulisan tayang, langsung tuh deg-degan dan ngebatin, "hmm, bakalan masuk dalam kategori pilihan editor gak ya?" atau, "mestinya jadi headline nih. Duh, semoga saja." Hahaha.

Sebelum ini, saya gak pernah peduli loh soal apakah tulisan saya akan jadi highlight atau headline. Namun, karena ini kompetisi dan demi mendapatkan 50 poin nilai tambahan jika viewersnya lebih dari 15 ribu orang, ya saya jadi (agak) baper juga jika tulisan saya tidak termasuk dalam pilihan editor hehe. Padahal sih ya, faktanya nggak ngaruh juga terhadap viewers, kecuali jika headline nah itu baru deh.

Dari 32 tulisan, 4 diantaranya tidak masuk dalam kategori pilihan editor. Selebihnya masuk kategori pilihan dengan 7 diantaranya headline. Menariknya, ada tulisan saya yang nggak masuk pilihan editor malah dapat respon pembaca lebih banyak. Hmm, ntahlah, itu karena strategi click bait saya berhasil atau apa, yang jelas, alhamdulillah, target mendapatkan 15 ribu total pembaca berhasil saya lampaui. Lumayan, bisa nambah poin penilaian, kan ya!

Risiko menulis :) tulisan tentang kebiasaan membangunka sahur dapat respon begini.
Risiko menulis :) tulisan tentang kebiasaan membangunka sahur dapat respon begini.
Beberapa tulisan saya temanya memang agak sensitif. Misalnya saja tulisan di hari ke-22 tentang Tradisi Membangunkan Sahur dan di hari ke-29 tentang Tradisi Salam Tempel. Begitu tulisannya saya share ke facebook, wuiih, saya "diserang" dengan cukup keras. Saya dianggap anti islamlah karena menolak "tradisi" dibangunkan sahur sampai saya disuruh pindah ke luar negeri jika merasa terganggu dibangunkan sahurnya. Hiks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun