Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.
Mereguk Nutrisi Batin dari Film Religi Saat Ramadan
Saat Ramadan seperti kali ini bagi saudara-saudara yang muslim menahan nutrisi lahir, tetapi banyak mereguk nutrisi batin. Di sekolah tempat saya mengajar saja sudah sangat kelihatan.
Misalnya, selama Ramadan diadakan tadarusan. Diadakan juga pesantren kilat secara bergantian selama Ramadan. Dilakukan juga berbagi takjil setiap Sabtu sore selama Ramadan.
Yang beragama non-muslim juga mendukung dengan mengadakan persekutuan doa selama Ramadan. Mereka juga terlibat dalam berbagi takjil.
Sementara itu, kantin ditutup. Demikian juga koperasi siswa, ditutup. Bahkan, pedagang kaki lima di jalan depan sekolah yang sebelum Ramadan buka dan banyak pengunjung, kini tutup.
Semua itu menggambarkan bahwa selama Ramadan, banyak orang, terutama saudara-saudara yang muslim, di satu sisi menahan nutrisi lahir; di sisi lain banyak mereguk nutrisi batin.
Hal yang tidak kalah menariknya, misalnya, menonton film religi saat Ramadan ini. Tentu banyak nutrisi batin yang dapat direguk darinya.
Betapa tidak. Darinya, orang dapat memperoleh hiburan. Ya, sekalipun film religi bukan berarti tidak mengandung hiburan. Ada hiburannya.
Ini sangat cocok, misalnya, untuk ngabuburit bersama keluarga di rumah. Daripada ngabuburit di luar rumah. Di rumah bersama keluarga sembari menanti berbuka puasa tentu mengasyikkan, bukan?
Bisa juga cara ini untuk menyemangati ibu dan saudara-saudara wanita dewasa (kita) yang sedang mempersiapkan menu berbuka puasa. Suasana keluarga yang terhibur dalam menonton film religi juga nutrisi bagi mereka.
Sehingga, selama menyiapkan menu berbuka puasa, mereka ikut terhibur. Dan, disadari atau tidak, suasana ini juga akan tercermin di dalam menu yang disiapkan. Menu yang tentu mengundang selera.
Selain batin terhibur, film religi dapat juga memenuhkan kebutuhan pikiran. Sebab, film religi mengandung cerita. Dan, cerita itu bisa dicerna oleh pikiran.
Apalagi kalau selepas filmnya rampung, lalu ada yang berinisiatif mendiskusikan isi ceritanya. Ini cara yang akan semakin menyehatkan pikiran karena banyak nutrisi yang bisa didapat.
Karenanya, dalam mendiskusikan isi cerita dalam film tidak perlu serius. Santai saja. Bahkan, sesekali diselipi rasa humor. Dengan begitu akan membuka peluang munculnya ide-ide.
Misalnya, bisa berupa kesaksian tentang hidup yang berkaitan dengan isi cerita dalam film. Bisa juga menceritakan bagian cerita yang menginspirasi. Mungkin bisa pula mempercakapkan tokoh-tokoh cerita dalam film.
Dalam proses ini, disadari atau tidak, masing-masing orang yang terlibat dalam bincang-bincang akan mendapatkan nutrisi batin yang penting bagi hidup.
Yang dimaksud nutrisi batin adalah nilai-nilai kehidupan yang dapat diungkap dari isi cerita film, yang mengait dengan realitas kehidupan dalam masyarakat.
Di antaranya adalah tentang semangat hidup, rasa syukur, kejujuran, tanggung jawab, saling membantu, peduli, dan rela berkorban. Ini semua nutrisi batin yang baik bagi kelangsungan hidup.
Apalagi akhir-akhir ini banyak fenomena dalam masyarakat yang sering-sering kontra produktif.
Misalnya, adanya perilaku pamer dari beberapa publik figur, adanya penyelewengan jabatan, adanya tindak kejahatan keuangan, dan tindak kejahatan fisik.
Nah, menonton film religi --lebih-lebih secara bersama-sama dalam keluarga-- saat Ramadan yang dapat memberi nutrisi batin akan dapat menjadi benteng (kita) dalam menghadapi pengaruh buruk dalam kehidupan.