Pandu Pratama Putra
Pandu Pratama Putra Penulis

Sekarang bekerja sebagai seorang Widyabasa Ahli Pertama. Memiliki kegemaran dalam bidang kepenulisan dan kesastraan. Sangat antusias terhadap teknologi dan game.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Sebuah Pemaksaan Pembiasaan Kegiatan Ramadan Itu Bernama Buku Kegiatan Ramadhan

2 April 2023   04:00 Diperbarui: 2 April 2023   05:37 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah Pemaksaan Pembiasaan Kegiatan Ramadan Itu Bernama Buku Kegiatan Ramadhan
Sumber gambar: Foto oleh David McEachan: www.pexels.com

Azan belum juga berkumandang menandakan Sholat Isya dan dilanjutkan Tarawih dilaksanakan. Saya datang sepuluh menit sebelum sholat untuk memudahkan mencari tempat parkir. Bukan rahasia lagi kalau sepuluh Ramadan pertama biasanya shaf sholat Tarawih dipenuhi oleh orang-orang dan beragsur kurang hingga habis bulan Ramadan.

Ketika langkah saya masuk ke dalam masjid ternyata ada mereka, kumpulan anak-anak yang sudah lebih cepat dari saya, datang ke masjid ini. Mereka sibuk berkumpul, ditemani suara ngaji, mereka buka buku serupa dan sama-sama menuliskan sesuatu di buku itu.

Penasaran, saya dekati anak-anak itu dan melihat apa yang mereka tulis. Setelah saya lihat saya tahu pasti apa itu. Sesuatu yang dulu juga pernah saya lakukan bersama dengan beberapa teman. Menulis kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama Bulan Ramadan di sebuah buku yang diberikan oleh sekolah sebagai tugas ganti atas libur yang diberikan. Sebuah buku yang kami sebut sebagai Buku Kegiatan Ramadan.

Sumber gambar: tangkap layar dari ecommerce
Sumber gambar: tangkap layar dari ecommerce

Buku yang kami pegang dulu tentu tidak seperti yang anak-anak ini pegang sekarang. Dulu bukunya seukuran kertas A5. Sampulnya dicetak dengan penuh warna dan terlihat gambar Masjid Raya Darussalam Samarinda, Kalimantan Timur sebagai modelnya. Di atas tengah sampul tertulis "Buku Kegiatan Ramadan" dan di tengah bawah terdapat kotak berisi keterangan kosong yang harus kita lengkapi dengan nama lengkap, kelas, dan sekolah. Seingat saya, ini adalah kewajiban yang dibuat peraturannya oleh pemerintah setempat saat itu sehingga seluruh anak SD Muslim di Samarinda pasti memiliki buku yang serupa.

Bukunya di bagian-bagian awal berisi berbagai macam hal tentang Ramadan. Seingat saya ada kumpulan doa-doa di bulan Ramadan, lalu hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di Bulan Ramadan, serta beberapa hal yang sudah tidak bisa saya ingat. Tapi menu utamanya ada di bagian setelah itu, yaitu kolom-kolom harian yang berisi kegiatan dalam sehari.

Masjid Raya Darussalam Samarinda; Sumber gambar: www.kontraktorkubahmasjid.com
Masjid Raya Darussalam Samarinda; Sumber gambar: www.kontraktorkubahmasjid.com

Satu kolom yang disediakan berarti untuk satu hari Ramadan. Pertanyaan pertama adalah "Apakah kamu berpuasa?" yang kemudian pertanyaan itu diikuti oleh jawaban "ya" dan "tidak" yang harus kita centang atau hitamkan. Pertanyaan selanjutnya adalah "Apakah kamu sholat?" yang kemudian pertanyaan itu diikuti oleh enam kolom nama-nama waktu sholat dari Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Tarawih. Setiap nama waktu didahulu oleh kolom yang harus kita hitamkan atau centang apabila memang kita melakukan ibadah tersebut.

Pertanyaan berikutnya inilah yang kadang mengharuskan kami sibuk saat Tarawih kala itu, yaitu kolom "Rangkuman Ceramah Tarawih". Kolom ini harus kami isi dengan rangkuman ceramah apabila di malam itu terdapat kultum di masjid. Lantas di bawah kolom pengisian rangkuman ada tertulis "tanda tangan penceramah". Bagian inilah yang paling sulit. Ini adalah bagian paling wajibnya. Sehingga kami harus mengikuti sholat tarawih hingga 23 rakaat dan lantas mengejar penceramah atau siapa saja yang bertugas malam itu untuk dimintai tanda tangan.

Tentu saya dan kawan-kawan saya sebagai pelajar SD memiliki banyak tantangan kala itu. Pertama adalah kewajiban berpuasa. Memang sedikit agak bergeser. Rasanya malu sekali ketika batal berpuasa dan harus mengisi tidak pada kolom pertanyaan puasa hari ini. Lantas saya kala itu lebih memilih menahan lapar dan haus meski keadaan sangat panas. 

Lucu saja, puasa kala itu bukan karena Allah tapi karena takut ketahuan tidak puasa oleh teman-teman yang bisa dilihat lewat buku. Walaupun sebenarnya bisa saja saya centang meski tidak berpuasa. Tapi ucapan guru agama bahwa kita harus jujur saat mengisi rasanya seperti menghantui kami kala itu.

Kolom berikutnya adalah sholat lima waktu ditambah tarawih. Sama kasusnya seperti puasa. Rasanya malu untuk tidak melakukan sholat. Walaupun untuk bagian ini, saya akui, beberapa kali saya berbohong dan mencentang meski tidak melakukannya. Tapi biasanya saya tetap jujur dengan membiarkan beberapa kosong karena memang tidak sempat melakukan sholatnya. Terutama yang sering bolong kala itu adalah sholat subuh yang biasanya sering terlewat karena kebablasan tidur selesai makan sahur.

Kolom paling rumit adalah merangkum kultum. Untuk anak SD yang masih sering dicekokin ilmu sama guru di sekolah tentu tidak mudah untuk kami merangkum. Lebih mudah rasanya untuk menulis semua yang disebutkan oleh penceramah ketimbang merangkum. Masalahnya adalah itu tidak mungkin dilakukan karena kolom rangkuman ceramahan sangat minim. Alhasil banyak dari kami merangkum hal-hal tidak jelas yang kalau dibaca orang lain seperti sekadar sekumpulan ucapan yang tidak nyambung. Yang terpenting untuk kami kala itu adalah "ada isinya"

Tugas terakhir adalah tanda tangan. Ada kalanya penceramah atau petugas sholat dibuat pulang lebih malam karena harus menandatangani sekumpulan anak kecil yang jumlahnya banyak. Alhasil tanda tangan mereka pun seperti asal-asalan. Saya ingat sekali ada penceramah atau petugas sholat yang tanda tangannya seperti tulisan tiga. Hanya begitu saja untuk mempercepat proses tanda tangan. Ada kalanya saya kekeyangan dan memilih untuk sholat 8 rakaat dan pulang. Lantas tanda tangannya saya buat sendiri. Saya ikuti tanda tangan penceramahan sebelum-sebelumnya. Tentu saja tidak mirip. Tapi itu upaya yang tidak pernah ketahuan selama SD.

Setelah saya pikir lagi saat ini. Kegiatan itu seperti sekadar tugas sekolah yang memaksa namun berujung sangat baik. Mungkin kami kala itu jika hanya sebatas upaya persuasif untuk sholat lima waktu dan puasa "harus penuh" melalui ceramah-ceramah dari guru-guru kami, tentu efeknya tidak akan seperti sekarang. Pemaksaan itu membiasakan kami untuk bertanggung jawab dan membiasakan kami terbiasa dengan puasa meski kondisi seperti apapun. Buat saya pribadi momen itu mengajarkan pada saya waktu kecil untuk benar-benar belajar berpuasa dan memahami pentingnya ibadah-ibadah di bulan Ramadan.

*

Azan lantas berkumandang menandakan waktu sholat Isya telah masuk. Saya mengambil shaf yang kosong dan sekumpulan anak kecil itu mengambil tempat di samping saya. Kami lantas sholat bersama dengan pengalaman kecil yang hampir-hampir sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun