Paulus Tukan
Paulus Tukan Guru

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

3 Makna Fenomenal "Putar Balik" dalam Bulan Suci Ramadhan

11 Mei 2021   21:15 Diperbarui: 11 Mei 2021   21:20 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Makna Fenomenal "Putar Balik" dalam Bulan Suci Ramadhan
Ilustrasi putar balik (Kompas.com)

Tinggal beberapa hari lagi umat Muslim merayakan hari Raya Idul Fitri. Akan tiba saatnya umat Muslim merayakan kemenangan setelah berpuasa, menahan lapar, haus dan hawa nafsu selama  30 hari. 

Di penghujung bulan puasa, bulan Ramadhan ini kita dihebohkan dengan idiom "putar balik". Masyarakat yang hendak mudik untuk merayakan Idul Fitri di kampung halaman terpaksa berhadapan dengan petugas gabungan TNI-POLRI di titik-titik penyekatan. Mereka diharuskan putar balik alias dilarang mudik demi memutus rantai penyebaran COVID-19.

Bahkan, sempat viral di media sosial, sejumlah besar masyarakat yang menggunakan kendaraan roda dua nekad menerobos penyekatan di Bundaran Kepuh, Jalan Lingkar Luar Karawang, Sabtu, 8 Mei 2021 dini hari (Kompas.com, 9/5/2021).

Fenomena apakah ini?

Saya mencoba memaknai fenomena "putar balik" dalam konteks bulan suci Ramadhan. Ada tiga fenomena "putar balik" yang akan saya sampaikan di sini.

#1 "Putar balik" sebagai batal mudik.

Pemerintah, melalui Satgas Penangan Covid pada tanggal 7 April 2021 mengeluarkan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Inti surat edaran tersebut: 

  1. Masyarakat dilarang mudik dari tanggal 6 sampai  17 Mei 2021.

  2. Pengecualian bagi kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, yaitu bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang).

  3. Pelanggaran terhadap SE ini akan dikenakan sanksi denda, sanksi sosial, kurungan dan/atau pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagai tindak lanjut dari surat edaran tersebut, dibuatlah penyekatan-penyekatan di ruas-ruas jalan strategis yang dijaga ketat oleh petugas gabungan Polri/TNI dan Dishub. Setiap kendaraan yang akan melintas ditahan dan diperiksa. Semua kendaraan, pribadi maupun umum yang terindikasi hendak mudik, oleh petugas disuruh untuk putar balik, alias kembali ke asal.

Fenomena "putar balik" di sini mengindikasikan memudarnya dua karakter bangsa.

Pertama, cinta.  

"Putar balik" karena dipaksa oleh aparat di lokasi penyekatan menjadi indikasi bahwa cinta atau mencintai telah pudar oleh kesenangan, bahkan kebanggaan. Seseorang yang memutuskan untuk mudik di tengah pandemi Covid-19 adalah keputusan yang emosional. Karena senangnya, bisa juga karena bangganya bisa membawa pulang kendaraan (roda dua atau empat), atau barang elektronik, telah menenggelamkan nalarnya.  Mestinya ia sadar bahwa kehadirannya di kampung halaman memberi peluang tertularnya virus Corona kepada orang-orang yang dicintainya: orangtua, kakak-adik dan sanak saudaranya, terutama lansia yang rentan terhadap penyakit. Menyesal kemudian, tak ada gunanya, kata pepatah.

Kedua, kepatuhan.

"Putar balik" merupakan fenomena memudarnya karakter kepatuhan. Sebagai warga negara yang baik, kita hendaknya patuh terhadap hukum atau aturan yang berlaku. Niat untuk mudik (apalagi saja lolos pemeriksaan), mengindikasikan bahwa seseorang dengan sengaja melanggar surat edaran pemerintah di atas. Bukankah aturan di atas dibuat untuk kepentingan keselamatan kita bersama? Kepatuhan berawal dari kedisiplinan diri sendiri.

#2 Putar balik sebagai perkataan yang berbelit-belit. 

Salah satu makna "putar balik" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berbelit-belit (tentang perkataan dan sebagainya). Puasa Ramadhan adalah momen penting untuk meneliti diri, apakah saya termasuk pribadi yang "putar balik" selama ini. Disadari atau tidak, sengaja atau tidak, saya mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya; sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Jangan-jangan saya pernah atau sering menyebarkan berita bohong atau hoax. Maka, Idul Fitri akan membawa perubahan positif. Saya akan bersikap bijak dalam mengekspresikan pengetahuan, pengalaman dan perasaan kepada sesama dalam perjumpaan atau melalui media sosial.

#3 "Putar balik" sebagai belajar dari pengalaman.

Dalam konteks bulan suci Ramadhan, "putar balik" menjadi satu upaya sadar seseorang untuk melihat kembali sepak terjangnya selama ini. Sebagai manusia, kita adalah makhluk rapuh. Rapuh pikiran, rapuh perbuatan dan rapuh perasaan. Ramadhan menjadi momen penting bagi setiap umat Muslim untuk merefleksikan diri, mengakui segala kelemahan, kesalahan, dosa yang pernah diperbuat, dan memohon belas kasih, memohon ampunan kepada Allah SWT. Dengan begitu, ketika Idul Fitri, kita (umat Muslim) lahir sebagai manusia baru; manusia yang berhasil membersihkan diri, berhasil mengendalikan diri dari berbagai godaan dari sesama maupun setan.

***

"Putar balik" yang viral di media massa atau media sosial beberapa hari terakhir ini sangatlah fenomenal. "Putar balik" bukan sekadar perintah untuk berbalik arah. "Putar balik" menjadi indikasi  memudarnya karakter atau nilai cinta akan sesama dan kepatuhan terhadap hukum atau aturan yang berlaku. 

Jakarta, 1105021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun