Pendidik anak bangsa pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Gorontalo yang gemar membaca segala macam bacaan dan suka melukis dunia dengan kata-kata.
Nuzulul Quran dan Budaya Literasi
NUZULUL QURAN DAN BUDAYA LITERASI
Nuzul Quran dikenal sebagai hari turunnya Alquran. Hari yang diperingat oleh Kaum Muslimi setiap tanggal 17 Ramadhan diyakini sebagai hari di mana Alquran diwahyukan untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad SAW. Dikisahkan bahwa pada saat itu Nabi sedang bertafakkur di Gua Hira.
Beliau bertafakkur merefleksi keadaan masyarakat Arab jahiliah yang musyrik, penuh maksiat, bergelimang dosa. Beliau juga merefeleksi, merenungi diri, mrenungi akan makna keberadaan diri di alam semesta, di dunia fana. Apa makna diri ini? Bagaimana diri ini bisa memperbaiki keadaan masyarakat yang sudah sangat bobrok ini?
Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril. Malaikat tiba-tiba muncul di hadapan beliau. Lalu memperkenalkan diri sembari berkata, "Bacalah!" Nabi gemetar, gugup. Dengan terbata-bata beliau menjawab "Aku tidak bisa membaca." Sampai tiga kali adegan itu berlangsung.
Malaikat lalu membacakan wahyu yang pertama:
Bacalah dengan Nama Tuhanmu yang Maha Pencipta
Yang mencipta manusia dari segumpal darah
Bacalah, dan Tuhanmu yang Amat Mulia
Yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam
Mengajarkan segala yang tidak diketahui manusia
Ayat yang termaktub dalam Surat Al-Alaq ayat 1-5 menjadi tonggak awal, menjadi fondasi Kaum Muslimin untuk membangun budaya literasi. Apakah literasi itu? Saya memaknai literasi sebagai kemampuan mempelajari fenomena alam termasuk diri kita sebagai bagian dari alam. Dalam ayat ini, literasi dimaknai dengan kemampuan belajar melalui pembacaan. Apa yang mula-mula dibaca? Yang mula-mula dibaca adalah keagungan Allah SWT yang terdapat dalam diri kita sebagai manusia. "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Pencipta." Yang mencipta apa? Ayat berikutnya mengatakan "Yang mencipta manusia dari segumpal darah". Ayat ini menyatakan bahwa manusia harus memppelajari dirinya sendiri sebagai bagian dari membaca kekuasaan Allah. Manusia sebagai ciptaan Tuhan adalah kitab yang senantiasa terbuka untuk dibaca.
Bacalah dirimu, hai manusia. Bacalah tanda-tanda kekuasaan Allah pada dirimu. Pelajari bagaimana kau tercipta. Kenalilah dirimu sebagai salah satu ayat-ayat Allah yang sangat spektakuler. Bacalah bagaimana proses kejadian dirimu.
Bacalah hai manusia, bacalah bagaimana Tuhanmu yang Maha Agung berkuasa. Maka Tuhanmu akan mengajarkan berbagai ilmu yang sebelumnya belum kau tahu. Yah, untuk supaya Allah memberikan ilmu kepadamu, kau harus belajar dulu. Kau harus membaca. Tuhanmu takkan mengilhamkan ilmu-Nya kepadamu bila tak ada usahamu untuk belajar.
Demikian kira-kira ayat itu berbicara kepada kita. Perintah membaca itu adalah perintah belajar secara terus menerus. Maka kita dapat mengatakan bahwa membaca yang dimaksdukan dalam ayat itu bukanlah sekedar membaca dalam artian mengartikan huruf-huruf menjadi kata bermakna. Membaca di sini adalah meningkatkan kemampuan literasi. Dia adalah penggugah kesadaran manusia akan pentingnya literasi. Jauh 14 abad yang silam, sebelum manusia modern menyerukan pentingnya literasi, Alquran telah memerintahkan kita untuk meningkatkan budaya literasi.
Apakah literasi itu? Literasi adalah kemampuan membaca. Membaca dengan kesadaran. Dalam ayat ini membaca dengan kesadaran belajar yang dilandasi iman kepada Allah. Dia adalah Upaya penumbuhan kesadaran refektif sebagai makhluk yang bertuhan.
Bagaimana kesadaran reflektif sebagai makhluk bertuhan? Kesadaran reflektif sebagai makhluk bertuhan adalah kesadaran akan makna keberadaan diri. Bahwa keberadaan diri di dunia mengemban amanah sebagai khalifah Allah sebagaimana dikatakan dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 30. Khalifah Allah artinya adalah pengemban amanah Allah untuk memimpin dunia. Seorang pemimpin harus berilmu yang dilandasi oleh keimanan agar mampu menjalankan missi kehaifahan.
Inilah makna literasi versi surat Al Alaq ayat satu sampai dengan lima. Literasi yang berhasil mengubah masyarakat sederhana di Jazirah Arab, Mekkah dan Madinah 14 abad yang silam. Hasilnya adalah masyarakat Muslim yang berkeimanan dan berkemajuan. Surat ini berhasil mentransformasi masyarakat dari masyarakat jahiliah atau bodoh menjadi masyarakat yang memiliki kecerdasan yang tinggi.
Sejarah mencatat bahwa berangkat dari ayat ini, Kaum Muslimin berhasil menjadi pusat peradaban dunia yang sangat spektakuler. Kaum Muslimin mencatat kemajuan peradaban dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah kita mencatat nama-nama besar seperti Al Kawarizmi yang merintis ilmu Aljabar yang menurut info algoritmanya menjadi dasar beroperasinya media sosial seperti Facebook. Kemudian kita mencatat nama-nama lain seperti Ibnu Sina sanag peletak dasar ilmu kedokteran, Ibnu Rushd sang Filsuf, dan berbagai nama-nama besar lainnya.
Kemajuan-kemajuan yang disebutkan tadi berawal dari pengamalan perintah awal, yakni perintah membaca. Membaca dengan kesadaran penuh sebagai makhluk bertuhan. Membaca ayat-ayat Tuhan yang ada dalam diri, alam, masyarakat. Perintah membangun budaya literasi. Literasi yang mana berhasi mengubah dunia. Jauh sebelum Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul "Politik Pendidikan Kebudayaan Kekuasaan dan Pembebasan" menyatakan bahwa literasi mengubah manusia dan manusia yang mengubah dunia, Kaum Muslimin telah menyatakan dengan aksi nyata berbasis Surat Al-Alaq ayat satu sampai lima. Baca, baca, baca dengan nama Tuhanmu yang mencipta. Manakala kau berhenti membaca maka kau akan berhenti belajar dan kembali menjadi jahiliah.