David Olin
David Olin Pustakawan

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Sufi Terbesar Sepanjang Sejarah (Menurut Beberapa Orang)

8 April 2022   09:39 Diperbarui: 8 April 2022   09:46 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sufi Terbesar Sepanjang Sejarah (Menurut Beberapa Orang)
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Beberapa waktu yang lalu, ketika memposting poster tulisan berjudul "Filsuf Terbesar Sepanjang Sejarah", saya diberi sinyal oleh seorang teman Muslimah agar tidak melupakan Jalaluddin Rumi. Saya turuti permintaan teman baik saya itu.

Jalaluddin Rumi merupakan Sufi terbesar meskipun ia tidak menulis syair-syairnya. Ia diperingati setiap tanggal 30 September (Rumi's Day). Syair-syair dan ajaran cinta Rumi telah menjadi inspirasi bagi para penyair dan kritikus sastra di seluruh penjuru dunia karena nilai estetis, intelektual dan spiritual yang tinggi. Tidak heran jika ada yang menyebutnya mistikus, pujangga, bahkan seorang kudus. Meskipun ada begitu banyak pandangan tentang Rumi, bukan berarti bahwa kita tidak bisa menangkap inti dari ajaran-ajarannya. Menurut John Baldock (2006), ada dua dua tema sentral dapat dikatakan sebagai inti ajaran Rumi. Pertama, kehadiran Allah di dalam seluruh alam ciptaan. Ajaran ini dapat diringkas dalam ayat Al-Quran yang berbunyi, Ke manapun engkau berpaling, kan kau temui Wajah-Nya" (Q 2:115). Kedua, kembalinya manusia kepada Sang Kekasih. Tema ini termaktub dalam ayat Quran yang berbunyi, Kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali (Q 2:156).

Dalam tulisan ini, saya akan membahas topik mengenai konsep kesatuan (non-duality consciousness) dalam ajaran Rumi. Sebagai seorang Kristiani, saya berusaha memahami Rumi dengan bantuan pemikiran Cynthia Bourgeault mengenai kesadaran Yesus sebagai pembanding. Saya akan berusaha menyajikan persamaan dan perbedaan antara relasi cinta yang dimaksud oleh Rumi dengan ajaran cinta kasih yang menjadi inti ajaran Kristiani.

Esensi dalam Ajaran Rumi

Dalam tulisan-tulisannya, Rumi kerap kembali pada tema "forma" dan "esensi" untuk menggambarkan bahwa persepsi kita umumnya berfokus hanya pada penampakan luar dari benda-benda (forma tertampakkan). Akibatnya, kita cenderung tidak sadar pada aspek-aspek yang tidak kelihatan atau kurang disadari. Aspek yang tidak kelihatan itu adalah "esensi" yang terkandung di dalamnya.

Tokoh-tokoh yang sealiran dengan Rumi memiliki cara pandang yang menyeluruh terhadap realitas. Cara pandang seperti ini disebut inside out (yang dibedakan dari cara pandang outside in). Secara lugas, ajaran-ajaran Rumi merupakan ungkapan kebahasaan terhadap inspirasi spiritual. Rumi juga menekankan pentingnya seorang pembimbing yang bisa menunjukkan Perjalanan Rohani. Tanpa adanya seorang pembimbing, perjalanan rohani hanya akan menjadi ambisi pribadi. Ke mana jalan itu menuntun kita? Secara eksplisit, Rumi merujuk pada dua ayat Al-Quran yaitu: "Kita adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali" (Q 2:156) dan "Kemanapun engkau berpaling kan kau temukan Wajah-Nya" (Q 2:115).

Ada dua jenis inteleigensi menurut Rumi. intelegensi dalam arti pertama diperoleh melalui pengalaman belajar. Ia ibarat air yang mencoba menembus suatu rumah. Sementara itu, intelegensi dalam arti yang kedua adalah rahmat, pemberian dari Allah. Ia seperti air yang mengalir dari dalam hati. Karena itu, menurut Rumi, carilah sumber air di dalam jiwamu!

Kesatuan dalam Pemikiran Rumi

Dualitas (kemenduaan) merupakan latar pengetahuan yang umum dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam skema berpikir dualis, sebagaian besar hal di dunia ini hanya dapat diketahui melalui pembedaan dan (dalam batas tertentu) perlawanan atau oposisi. Jika tidak ada oposisi maka semua yang ada ini akan sama saja. Salah satu pihak yang terlibat dalam skema oposisi itu memungkinkan pihak yang lainnya mungkin untuk terpahami. 

Namun, Allah tidak masuk dalam skema ini. Sebab, tidak ada satupun benda atau hal yang setara dengan Allah untuk diperbandingkan atau diperlawankan. Ia melampaui segala jenis oposisi. Allah adalah satu-satunya Satu. Karena itu, manusia dalam batas-batas tertentu tidak dapat mengetahui Allah sebab tidak ada oposisi yang dapat membantu pikiran kita menjelaskan Allah sejelas-jelasnya.

(Itulah sebabnya, dalam tradisi Kristiani, Allah Bapa tak akan dikenal jika Putera tidak menyatakannya (reveal). Demikian pula, Putera tak akan kita kenal bila tidak dinyatakan oleh Roh Kudus. Dengan kata lain, misteri Trinitas adalah misteri pewahyuan.) 

Pada saat "diri" kita melebur dalam Lautan Kesatuan, yaitu Allah, kita bisa mengatasi dualitas itu dan belajar untuk membedakan hal-hal yang hanya berguna bagi tubuh dan mana yang berguna bagi jiwa kita.

Rumi ingin membantu kita melepaskan diri dari skema dualitas dan mengalami dua sisi itu sebagai satu kesatuan. Dalam kisah Laila dan Majnun, oposisi semacam itu ditantang oleh relasi cinta yang menyatukan dua insan. Relasi yang berpijak pada oposisi merupakan cermin atas keterpisahan yang ada antara kita dengan Sang Kekasih.

Dalam Mathnawi I: 3056-3069, 3078-3080, Rumi memberikan metafor seorang teman yang mengetuk pintu temannya di malam hari. Ternyata, tuan rumah dan teman yang mengetuk itu adalah orang yang sama, yaitu The I (aku). Tuan rumah menolak untuk membuka pintu karena merasa bahwa temannya itu belum matang dalam api keterpisahan. Setelah pergi dan matang dalam keterpisahan, teman itu datang dan diperbolehkan masuk.

Sementara itu, ada ilustrasi lain yang menarik perihal kesatuan. Huruf "B" dan "E" (dalam kata BE, YANG ADA, ALLAH) merupakan satu kesatuan. Manusia pada mulanya hidup bersatu dengan Allah. Di hadapan Allah, tidak mungkin ada dua "Aku". Salah satunya harus mati supaya dualitas itu menghilang. Bagi Rumi, "Si Aku", (termasuk kita, manusia ini) harus mati supaya Allah dapat memanifestasikan diri pada kita dan dualitas itu teratasi. 

Kesatuan dalam Ajaran Yesus

Selanjutnya, saya akan membandingkan persoalan dualitas dan non-dualitas ini dengan pembahasan serupa dari Cynthia Bourgeault mengenai kesadaran dalam ajaran Yesus. Sama seperti Rumi, Cynthia berupaya melihat ajaran Yesus dengan perspektif kesatuan (unity). Dalam karyanya yang berjudul The Wisdom of Jesus (2008), Cynthia bertanya: "Bagaimana kita bisa mengambil alih kesadaran Yesus, melihat dengan mata-Nya, merasakan melalui hati-Nya dan menghadapi dunia dengan cinta seperti-Nya?"

Salah satu pemikir yang dijadikan acuan oleh Cynthia adalah Jim Marion. Terhadap pertanyaan di atas, Marion memberikan pendekatan yang sama sekali baru. Menurutnya, ada satu frasa penting yang kerap digunakan Yesus, yaitu "Kerajaan Surga". Istilah ini sering diartikan sebagai tempat penuh kebahagiaan. Akan tetapi, Yesus mengajarkan Kerajaan Surga sebagai "yang ada di sini (di antara kamu) dan saat ini (sudah dekat). Karena itu, Kerajaan Surga berarti suatu kesadaran baru.

Menurut Marion, Kerajaan Surga merupakan metafor bagi suatu "kondisi kesadaran yang tak mendua atau kesadaran yang menyatukan." Ia merupakan cara pandang yang sama sekali baru terhadap dunia. Kesadaran baru itu pada gilirannya dapat mengubah dunia ini menjadi sama sekali berbeda daripada sebelumnya. Secara lebih khusus, kesadaran diri semacam ini adalah kesatuan antara Allah dengan manusia di satu pihak dan kesatuan antara manusia dengan sesamanya di sisi lain. Dalam tradisi Kristiani, metafora yang sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan ini adalah "Pokok Anggur" dalam Yohanes 15. Kesatuan ini tidak bersifat eksklusif, melainkan dibagikan kepada seluruh umat manusia.

Kesatuan ini dapat digambarkan dalam skema berikut ini: Allah -- yang adalah Kasih -- mengalir ke dalam diri manusia dan manusia menuju kepada Allah. Setelah itu, manusia saling memberi diri satu sama lain dalam cara serupa. Kasih akan sesama merupakan ungkapan nyata akan kasih kepada Allah. Sementara itu, kesatuan antar manusia merupakan hal yang menarik namun pada saat yang sama, menantang.

Sabda Yesus "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" sering disalahartikan sebagai "Kasihilah sesamamu sebanyak kamu mengasihi dirimu sendiri". Jika demikian, kasih kepada diri sendiri harus mendahului kasih terhadap sesama. Padahal, yang Yesus maksudkan adalah dalam arti pertama: Aku mencintai sesamaku sebagai lanjutan dari ke-akuan-ku yang paling dalam. Mencintai sesama tidak berarti kekurangan cinta kepada diri sendiri. Sebaliknya, aku semakin kaya, sebab aku dan sesamaku adalah satu.

Simpulan Sementara

Dalam pembahasan Rumi mengenai kesatuan, saya melihat adanya titik temu dan ruang dialog pada ajaran Kristiani dan Islam. Ruang dialog ini sering dinamakan pendekatan esoteris. Antara Allah dan manusia, ada relasi cinta kasih yang menyatukan. Namun penyatuan itu membawa konsekuensi yaitu kematian salah satu pihak. Dalam ajaran Rumi, manusia harus mati di hadapan Allah. Sementara itu, dalam ajaran Kristiani, Allah telah terlebih dahulu mati demi ketaatan pada Bapa dan demi keselamatan manusia. Kematian diri dalam ajaran Katolik itu menjadi bermakna karena wafat dan kebangkitan Kristus.

Kesamaan dari keduanya adalah adanya pengorbanan atau kematian dalam relasi cinta kasih. Karena itu, cinta tidak bisa direduksikan pada kenikmatan atau kepuasan diri, apalagi nafsu. Cinta selalu terarah pada yang lain. Perbedaan antara keduanya adalah "siapa yang harus mati" dalam relasi cinta kasih. Dalam ajaran Sufi, manusia harus "mati" supaya bisa menyatu dengan Allah. Sementara itu, iman Kristiani mengajarkan bahwa Allah mati bagi manusia dan karena itu manusia diundang untuk masuk ke dalam misteri Cinta yang paling agung.

NB: Tulisan ini juga pernah menjadi salah satu bahan diskusi dalam kesempatan mengikuti Filsafat Islam di STF Driyarkara, 2021

Sumber:

Baldock, John. 2006. The Essence of Rumi . London: Eagle Editions .

Bourgeault, Cynthia. 2008. The Wisdom Jesus: Transforming Heart and Mind - a New Perspective on Christ and His Message. Boston: Shambhala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun