Antara Kebangkitan dan Lebaran
20 Mei 2003 tanggal yang sangat istimewa bagi keluarga kecilku. Bagaimana tidak ? Tanggal tersebut aku melahirkan anakku yang kedua. Proses kelahiran yang akan selalu diingat karena satu-satunya kelahiran dibantu paraji atau dukun bayi dan di rumah.
Bagaimana bisa terjadi proses melahirkan semacam itu, bukannya Aku tenaga kesehatan?
Anakku lahir 16 bulan setelah kakaknya. Kehamilan yang tidak diketahui awalnya karena tidak menstruasi setelah kelahiran yang pertama. Aku memang tidak berKB, pikirku waktu itu akan berKB kalau menyusui eksklusifnya selesai.
Namun takdir berkehendak lain, di usia anakku yang pertama sekitar 8 bulan, ternyata Aku seperti ngidam. Ketika di tes urin ternyata benar positif hamil.
Kehamilan yang tidak direncanakan, namun berjalan dengan sangat baik. Aku tidak merasa gejala yang tidak nyaman seperti mual, tidak doyan makan, bengkak, dan seterusnya. Bahkan Aku bisa beraktivitas biasa hingga menjelang persalinan tiba.
Alasan ada anak yang masih kecil, Aku merencanakan untuk melahirkan di rumah. Waktu itu memang masih diperbolehkan melahirkan di rumah.
Seperti kakaknya kelahiran ini juga diawali dengan ketuban pecah dini. Ketika ketubannya pecah Aku belum bisa merasakan kontraksi. Tidak ada rasa mulas yang kurasakan. Tidak ada tanda kelahiran lain yang kurasakan.
Namun karena ketuban telah pecah, suamiku segera memanggil bidan yang tinggal depan rumah. Setelah diperiksa bu bidan menyampaikan kalau persalinannya masih lama nya. Pembukaan cerviks terjadi tejadi 1-2 cm. Alhasil malam itu Aku masih menunggu persalinan hingga pagi menjelang belum juga ada kontraksi. Bidan memeriksa lagi pagi harinya namun karena pembukaan dirasa belum memungkinkan untuk dilahirkan maka bidan akhirnya tetap berangkat dinas.
Siang harinya ba'da dhuhur Aku merasakan mulas yang mulai sering. Sekitar jam 1 bidan datang lagi dan memeriksa, namun ternyata pembukaan masih belum lengkap dan diprediksi sore hari baru lahir. Namun ketika bidan baru saja pulang, Aku mulai merasakan mulas yang luar biasa. Alhamdulilah suami pulang dari madrasah dan melihatku mulai kesakitan, kemudian mau memanggilkan bidan. Namun karena bidan baru saja dating dan memperkirakan baru akan lahir sore nanti maka tidak jadi dipanggil.
Untuk menemani di rumah, karena Aku hanya ditemani ibu, suami diminta untuk memanggil dukun bayi saja. Akhirnya beliau berangkat memanggil dukun bayi tersebut. Kebiasaan yang berjalan di desa waktu itu memang bidan melakukan proses persalinan dan dukun bayi akan membantu proses tersebut, missal memegang bayi dan mengurusnya setelah bidan memotong tali pusat.
Begitu dukun bayi datang, melihatku kesakitan beliau menyuruhku untuk tiduran. Sambil mengelus-elus area perut dan punggung tidak lama kemudian dating kontraksi yang luar biasa dan keinginan mengejan. Aku tahan keinginan mengejan tersebut karena pesan bidan tadi baru melahirkan nanti sore. Namun karena sudah tidak tahan Aku bilang ke paraji tersebut dan beliau menyarankan untuk tidur dan ambil posisi melahirkan.
Suami segera kuminta memanggil bidan, namun tidak lama kemudian ketika keinginan mengejan itu datang lagi, Aku ikuti dan tiba-tiba keluar kepala dan saat itu juga langsung diikuti dengan melahirkan badan bayi. Dibantu paraji tersebut akhirnya bayi lahir. Ketika bidan datang bayi sudah di luar dan tinggal melahirkan plasenta. Ga percaya rasanya bayi sudah lahir dengan jenis kelamin laki-laki dan panjang 50 cm serta berat badan bayi 4 kg tepat di hari kebangkitan nasional 20 Mei 2003. Luar biasa.
Setiap kali peringatan hari kebangkitan sekaligus merayakan ulang tahun anak kedua, jagoanku. Kebetulan hari ini dia ulang tahun yang ke 17, sweet seventeen, sudah bisa mendapatkan KTP, walaupun belum sempat rekam karena pandemic Covid-19 petugas catatan sipil tidak melaksanakannya menunggu sampai suasana normal. Hari ini dia sudah mulai dianggap dewasa dan tentu saja, sudah bisa mengurusi surat menyurat tersendiri misal SIM, urusan bank, dan publik lainnya. Hari ini adalah hari kebangkitan khusus bagi anakku tersebut.
Hari kebangkitan selalu Aku maknai sebagai hari mengubah ke arah yang lebih baik. 20 Mei hanyalah momentum, sesungguhnya kebangkitan ini adalah kebangkitan setiap hari. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Kita bangkitkan semangat dalam diri untuk selalu optimis menghadapi hidup yang kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan.
Apalagi dalam situasi pandemic Covid-19 yang dirasakan semua orang serba tidak mudah ini. Jangan sampai kita terpuruk, putus asa dalam menghadapi kondisi sekarang ini.
Ayo bangkitlah wahai diri !
Ayo Bangkitlah kita semuanya !
Kita hadapi kondisi ini dengan semangat !
Jangan putus asa !
Jangan kita lemah !
Jangan merasa sendiri !
Bersama-sama kita pasti bisa hadapi kondisi ini !
Momentum hari kebangkitan ini adalah saatnya kita bangkit dari situasi yang tidak mengenakkan ini.
Apalagi saat ini kita akan menghadapi hari raya idul fitri. Hari yang identik dengan kegembiraan, hari berbagi untuk kebahagiaan Bersama. Dalam kesempatan ini mari bersama-sama kita tengok di sekitar kita. Apakah mereka yang masih kekurangan sudah mendapatkan haknya. Apa yang bisa kita lakukan untuk sekedar memberikan kebahagiaan kepada mereka?
Lebaran tahun ini memang beda. Lebaran di tengah kondisi keprihatinan tentu saja lain. Sholat idul fitri secara brjamaah di masjid, lapangan saja tidak dilaksanakan. Kita sholatnya di rumah saja. Walaupun ada daerah khusus yang zona hijau misalnya mengadakan sholat berjamaah tentu saja harus menerapkan protocol kesehatan pencegahan covid-19.
Kalaupun kita tidak bisa hadir secara langsung bersilaturahmi, semoga bisa tergantikan secara online.