Raja Lubis
Raja Lubis Freelancer

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Tanpa Orang Terkasih, Kampung Halaman Hanya Sekadar Lokasi

25 April 2023   15:51 Diperbarui: 25 April 2023   15:52 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanpa Orang Terkasih, Kampung Halaman Hanya Sekadar Lokasi
Yang tersisa dari kampung halaman, foto masa kecil/Raja Lubis

Alhamdulillah. Jika saya tidak merantau, mungkin saya tak akan tahu apa yang namanya rindu kampung halaman.

Bagi saya, kampung halaman identik dengan kehangatan, kesederhanaan, dan masa kecil. Saya dilahirkan dan dibesarkan di satu kota kecil yang disebut Sukabumi.

Konon katanya, Sukabumi berasal dari dua kata yakni suka dan bhumi yang diambil dari bahasa Sansekerta. Suka bisa berarti kesenangan, kesukaan, dan atau kebahagiaan. Sementara bhumi artinya tanah yang merujuk pada dunia yang kita semua tempati.

Jadi Sukabumi adalah bumi kesukaan orang-orang untuk tinggal dan menetap. Dengan udaranya yang sejuk dan nyaman, orang-orang yang pernah ke Sukabumi akan merasa sulit untuk kembali lagi ke tempat asalnya. Begitulah kabarnya.

Tahun demi tahun hingga saya beranjak dewasa, saya tetap berada di Sukabumi. Hingga akhirnya menjelang kuliah saya merantau ke Bandung. Lalu kemudian menjelajahi berbagai kota. Mulai dari Jakarta, Palembang, Medan, Denpasar, Yogyakarta, Solo, Surabaya, hingga Makassar.

Saya senang bisa punya kesempatan mengenal daerah-daerah lain yang mungkin menjadi kampung halaman bagi orang lain. Tapi hati memang tidak bisa dibohongi. Kampung halaman sendiri selalu memanggil untuk dikunjungi.

Setiap kali selesai bepergian dari tempat-tempat tersebut, hati selalu menuntut untuk pulang ke Sukabumi.

Kenapa Sukabumi selalu dirindukan? Itulah pertanyaan yang selalu menghantui pikiran saya.

Terkadang saya bertanya pada udara, apakah memang keadaan dirimu yang sejuk yang membuat saya kembali. Tapi udara tak memberikan jawaban.

Lalu saya bertanya mochi, apakah karena dirimu yang cantik, saya tak bisa meninggalkanmu. Lagi-lagi mochi hanya membisu.

Lambat laun saya menyadari dan menemukan jawabannya. Rumah, ya rumah. Alasan saya kembali.

Senang ketika melihat ibu, ayah, kakak, dan adik saya lahap makan pempek yang saya bawa dari Palembang. Atau ekspresi bahagia adik laki-laki saya yang dari dulu pengin punya kaos Dagadu dari Yogyakarta.

Atau bahkan ketika ibu saya mual dan muntah karena mencium bau durian yang saya bawa dari Medan. Maklum, ibu saya memang tidak suka durian, dan kita anak-anaknya seringkali mengusilinya. Astagfirullah.

Ternyata mitos Sukabumi adalah tempat yang membuat orang-orang betah memang benar adanya.

Saya mulai merasakan keindahan dan kerinduannya, setelah saya menciptakan jarak yang cukup dengan tempat saya dibesarkan. Seakan saya menjadi seperti orang luar dan melihatnya dari kacamata orang luar.

Tapi kerinduan dan kehangatan yang saya rasakan tak berlangsung lama.

Di satu waktu saya kembali pulang ke rumah, saya tidak melihat ayah dan ibu saya. Juga tak terdengar tawa dari adik-adik saya. Yang saya lihat adalah orang lain yang tidak saya kenal sebelumnya.

"Bagaimana mungkin, orang asing mengganti kenangan di rumah ini, dengan kenangannya sendiri. Akan dikemanakan kenanganku?"

Saya terpaku dan terdiam sambil menatap pintu rumah yang terbuka dari kejauhan. Dalam lamunan, saya tidak lagi menemukan rumah yang saya rindukan. Saya hanya mendapati bayangan masa kecil saya.

Hingga saya dikejutkan oleh suara seorang bapak yang saya kenali. Dan ia mengajak saya ke teras rumahnya untuk berbincang. Dengan helaan nafas yang cukup panjang, ia mulai menceritakan sesuatu.

Yeah, ternyata ada yang terjadi di rumah ini. Dan hanya saya yang tidak diberitahu atas apa yang terjadi. Entah mungkin mereka masih mengganggap saya belum terlalu dewasa untuk mencerna dan menerima semuanya. Entah..  entahlah.. hanya mereka yang tahu alasan sesungguhnya.

Saya pulang dengan membawa rasa sedih dan kecewa. Kata 'pulang' yang semula saya gunakan untuk menuju rumah dari suatu tempat. Kini bermakna sebaliknya. Pulang menjadi meninggalkan rumah ke suatu tempat yang saya sendiri ragu untuk menamakannya sebagai tempat pulang.

Setelah itu, saya tak menyerah. Berulang kali saya mencoba kembali. Tapi tetap mereka tak juga ditemui. Rumah kini hanya sekadar lokasi.

Ternyata begini rasanya bepergian tanpa kepulangan. Perasaan tercabik-cabik, dan rindu tak pernah tersalurkan. 

Mungkin Tuhan memilih saya yang berjuang, karena Ia tahu saya cukup kuat untuk melaluinya. Meski terkadang itu hanya kata-kata hiburan yang saya tanamkan agar tak berujung pada putus asa.

Tapi saya selalu percaya bahwa Tuhan tidak pernah menyia-nyiakan pahala orang yang bersabar dalam penantian. Kini 'rumah' itu telah saya temukan kembali, meski di tempat yang berbeda.

Saya tidak pernah menuntut jawab atas kejadian di masa lalu. Yang saya tahu, saya hanya tidak ingin kehilangan rumah untuk yang kedua kalinya.

Bisa mengulang kembali memori dan memperbaiki apa yang rusak, saya bersyukur masih dikelilingi ayah, ibu, adik, dan kakak saya.

Meski harus terpisah jarak dan waktu, setidaknya saya masih memiliki kampung halaman untuk dirindukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun