Rasawulan Sari Widuri
Rasawulan Sari Widuri Wiraswasta

Jakarta, I am really lovin it !

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Selalu Dinantikan, Berlebaran di Rumah Ema dan Abah di Kampung

24 Mei 2020   10:11 Diperbarui: 24 Mei 2020   10:08 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selalu Dinantikan, Berlebaran di Rumah Ema dan Abah di Kampung
Foto Bersama Sepupu dan Keponakan di Rumah Ema dan Abah ( Dokumen Pribadi )

Merayakan lebaran Idul Fitri bagi saya identik dengan bertemu dengan keluarga besar dari pihak ibu. Begitu menyenangkan karena keluarga ibu saya sangatlah besar, 10 orang  bersaudara.

Semenjak kecil, keluarga saya pasti pergi mengunjungi rumah ema (bahasa Indonesia : nenek) dan abah (bahasa Indonesia: kakek) dari pihak ibu saya. Letak rumahnya sekitar 10 kilometer dari rumah saya.

Rutinitas pada lebaran adalah melakukan shalat Ied bersama keluarga saya, termasuk ibu dan ayah, ketika beliau masih ada. Selanjutnya kami akan menyantap makanan khas lebaran buatan ibu. Rendang daging ala Padang, sayur buncis dan sambal goreng kentang. Semua disantap dengan ketupat. Nikmat sekali.

Perjalanan Ke Rumah Ema dan Abah 

Sesudah bersilaturahmi dengan tetangga dekat, sehabis dzuhur biasanya saya bersiap mengunjungi ema dan abah. Terkadang kami berangkat bareng dengan bude atau tante yang rumahnya dekat dengan kami. Atau terkadang kami pergi menggunakan kendaraan umum.

Rumah abah dan ema terletak di kampung. Betul-betul kampung. Dahulu sekali, ketika saya masih kecil, jalannya sangat jelek sekali. Tubuh akan banyak berguncang selama perjalanan dikarenakan jalan yang banyak lubang. Jika hujan, jembatan akan kebanjiran sehingga tidak bisa dilalui oleh mobil.

Ketika saya sudah SMP, jalan ke rumah ema sudah mulai agak bagus. Jalannya sudah rata semuanya. Jembatan pun sudah dibuat permanen. Yang kurang hanyalah jenis angkutan umum masih tipe angkutan pedesaan (angdes).

Dan akhirnya ketika saya kuliah, angkutan umum selain angdes dapat digunakan ke kampung ema saya. Kami bisa menggunakan angkot. Angkot sendiri adalah angkutan kota yang berbentuk mobil carry sehingga kursi untuk penumpang lebih nyaman.

Lama perjalanan dari rumah kami ke rumah ema dan abah sekitar 45 menit. Kita akan menyaksikan pemandangan desa yang sangat indah. Sepanjang jalan pemandangannya sawah dan sungai. Bahkan kami juga melewati 'leuweung' alias 'hutan bambu'. Sedikit menyeramkan kala itu.

Dari tempat pemberhentian angdes, kami harus berjalan kaki lagi sekitar 15 menit. Inilah rute yang paling saya sukai. Kami harus jalan menanjak dan menurun untuk dapat sampai ke rumah ema. Di pinggir jalan lagi-lagi disuguhi pemandangan sawah dan sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun