Pangrango
Pangrango Penulis

Happy Gardening || Happy Reading || Happy Writing || Happy Knitting^^

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Ketika Dua Bocah Sakit Bersamaan

5 Mei 2020   20:29 Diperbarui: 5 Mei 2020   20:36 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika Dua Bocah Sakit Bersamaan
Dua Bocah (Foto: Koleksi Pribadi)

Hari kedua puasa Ramadhan 1441 H ini, kedua anak saya sakit bersamaan. Saat tidur malam hari tiba-tiba badan mereka panas. Padahal siangnya masih hebring seperti biasa. Situasi yang sedang berada di tengah pandemi Corona membuat saya sebagai ibu makin parno. Karena sore hari mereka ikut membeli cendol. 

Keesokan harinya, saya memberikan keduanya obat penurun panas. Panas Abang berkurang tapi di beberapa bagian tubuhnya mulai muncul bintik merah dan sebagian berair. Sedangkan Kakak harus minum penurun panas sekali lagi dan malam harinya dikompres.

"Ini cacar air," kata suami menanggapi gejala Abang di hari berikutnya. Sementara Kakak sudah tidak panas dan hanya mengeluh capek serta tidak nafsu makan.

Kakak sudah pernah cacar air. Katanya virus ini hanya menginfeksi satu kali seumur hidup. Mungkin ia demam lebih lama karena tubuhnya merespon dan antibodi melawan virus cacar yang masuk. 

Sekarang giliran Abang. Apakah mau segera dibawa ke dokter atau bagaimana? Karena pengalaman saya sendiri waktu terkena cacar air dan saat merawat Kakak dulu, sepertinya belum perlu ke dokter. Dokter pertama bagi saya adalah Buk'e alias ibu saya yang saat ini di kampung.

Melalui sambungan telepon, ibu menyarankan agar Abang tetap mandi air hangat yang diberi garam. Sebaliknya, kata mertua yang sekota tapi jarak rumahnya cukup jauh, melalui telepon menyarankan agar tidak dimandikan dulu. Tidak sekali ini saja saya mengalami benturan kebiasaan sebagai keturunan Jawa yang memiliki suami berdarah Sunda.

Sebagai ibu milenial, menghadapi situasi seperti ini saya tetap harus bersikap cerdas. Saya tak boleh membenturkan pendapat keduanya. Sebisa mungkin saya menanggapinya dengan sopan agar keduanya tidak tersinggung.

Dua hari pertama pasca cacar keluar, Abang menjadi sangat rewel. Tidurnya tidak nyenyak, inginnya dikipasin, dan sesekali minta digendong. Ada cacar di telapak tangan kanannya membuatnya semakin payah. Dia yang biasanya minum sendiri jadi harus dipegangi gelasnya. Namun, alhamdulillah nafsu makan Abang tetap besar. Berbeda dengan Kakak, walau panasnya sudah hilang tapi belum semangat makan dan mengeluh mulutnya pahit.

Saya tidak tahu, tapi selalu saja begitu. Kalau satu sakit, pasti yang satunya ikut sakit, seperti orang janjian. Mungkin karena usia yang berdekatan. Rasanya mereka itu senasib sepenanggungan. Ketika Kakak sudah sembuh dan melihat masih banyak bercak di adiknya, ia pun sigap merawat dengan menaburkan bedak. 

Karena sakit bersamaannya tepat di Bulan Ramadhan, sehingga energi yang dikeluarkan pun harus ekstra. Apalagi saya berkomitmen ikut Satu Ramadhan Bercerita (Samber) Kompasiana one day one article. Nah, saat anak sakit seperti ini penting sekali dukungan dan kerjasama dari suami. Ketika saya sudah siap meracik bumbu lalu tiba-tiba terdengar rengekan Abang, suami melanjutkan memasak. Lalu, ketika kedua krucil mengeluh bersamaan, Ayah bisa sama Kakak dan saya bersama Abang.

Posisi saya yang tengah puasa pun dilanda kegalauan. Momen kritis biasanya selepas asar, godaan untuk berbuka lebih awal itu seperti menarik-narik tangan agar mengambil makanan. Namun, alhamdulillah meski tetap harus memberi perhatian ekstra kepada anak, puasa saya tetap penuh. Semangat saya adalah ini adalah puasa yang saya tunggu-tunggu, jadi saya harus bisa. Ini pernah saya ceritakan di Samber hari-1 Ramadhan Sempurna yang Tertunda.

Untuk urusan menulis, walaupun sebisa mungkin saya menyelesaikannya di awal waktu tapi rasanya masih susah. Tulisan saya untuk Samber pun berakhir di hampir tengah malam. Itu pun sudah ingin menyerah akibat kantuk yang luar biasa. Tapi suami dan Kakak terus memotivasi.

"Ibu, sudah selesai belum nulisnya," ujar Kakak suatu ketika membangunkan saya sekitar pukul setengah sebelas malam. Saat itu saya belum ada draft sekalipun bahkan mau menulis apa? Saat itu saya ingin absen saja. Namun, suara kecil Kakak berhasil membuat saya bangkit dan menyelesaikan tulisan.

Sekitar seminggu, Abang akhirnya heboh seperti biasa lagi di rumah. Bekas cacar belum sepenuhnya mengelupas tapi saya bahagia karena dia sudah ceria kembali dan keduanya bisa bermain bersama. Siap-siap bikin kapal pecah!

Ohya, berikut kiat menangani anak cacar air berdasarkan pengalaman saya:

  • Berjemur ketika matahari sudah mulai hangat sekitar 10-15 menit. Seperti halnya anjuran berjemur saat Covid-19, berjemur dipercaya dapat meningkatkan imunitas anak.
  • Tanyakan terlebih dahulu ke anak (jika sudah bisa berbicara), apakah dia ingin mandi atau tidak? Ini saya pilih daripada bingung memandikan atau tidak jadi saya kembalikan ke anak. Sebab, bagaimananpun dia yang paling mengerti kondisi badannya. Kebetulan dua hari pertama terkena cacar, Abang mau mandi. Nah, saat memandikan gunakan air mengalir jangan direndam. Jika berendam dikhawatirkan virus akan menyebar ke seluruh tubuh. Saya pun menggunakan garam. Saya belum mengetahui apakah penggunaan garam ini bagian dari mitos atau memang sudah teruji klinis.
  • Pakaikan pakaian yang tipis agar tidak gerah. Abang sendiri selama cacar hanya menggunakan pakaian luar saja. Hal ini agar anak tetap nyaman. Setelah itu, pisahkan pakaian anak dengan pakaian yang lain terlebih dahulu karena rentan menularkan ke anggota lain. Berdasarkan tips yang saya baca sebaiknya ganti pakaian tiga kali sehari.
  • Banyak minum agar luka cepat kering. Hari kedua-ketiga cacar Abang pun sudah mulai mengering namun tetap biarkan mengelupas secara alami agar tidak menimbulkan bekas. Berikan asupan gizi atau makanan kesukaannya agar anak tetap kuat.
  • Menggunakan bedak tabur salicyl talk atau caladine cair. Dulu saat Kakak terkena cacar saya menggunakan caladine cair sedangkan untuk Abang saya menggunakan salicyl talk. Sebelum memutuskan memakai yang mana, kalau saya melihat dari luka anak. Untuk Abang ini, karena munculnya cacar tidak bareng sehingga cacarnya itu ada yang benjol cairan tapi ada juga yang lukanya basah mulai mengering. Untuk itu saya menggunakan bedak tabur sebab bedak cair tidak disarankan untuk luka basah.
  • Konsultasikan ke dokter jika tidak mereda atau merasa ada yang salah.

Momen tersulit saya saat mengawali Ramadhan, akhirnya segera berlalu. Semoga Corona pun segera berlalu dan kita selalu dilindungi dari wabah ini. Aamiin...


"Sesungguhnya dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Karena, sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan." - Al Insyirah:6

Semoga bermanfaat ya^^

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun