Rini Wulandari
Rini Wulandari Guru

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Gara-Gara FOMO, Mau Puasa Medsos Saat Ramadan Susahnya Minta Ampun!

30 Maret 2024   23:13 Diperbarui: 30 Maret 2024   23:36 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gara-Gara FOMO, Mau Puasa Medsos Saat Ramadan Susahnya Minta Ampun!
Ilustrasi seseorang yang terkena sindrom FOMO yang cemas sumber gambar ciputramedicalcenter.com

"Makanya main medsos, buka tuh apa kabar terbaru sekarang!, jangan sampai orang sudah ke bulan kamu masih dimana", celetuk teman di grup online jika saya tanya, suatu kabar sementara saya tak tahu sama sekali.

Dalam semenit ada jutaan kabar baru yang masuk ke media sosial, sehingga tak semua bisa kita ketahui dengan jelas. Hanya saja bagi yang mengidap FOMO,tentu tak mau kehilangan sedetikpun kabar terbaru. Seolah hidupnya tergantung pada medsos jika mau dianggap eksis

Fear Of Missing Out adalah rasa takut merasa "tertinggal" karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. Sebuah perasaan cemas dan takut yang timbul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan hal lainnya.

FOMO juga dikaitkan saat seseorang kecanduan bermain ponsel atau media sosial. Kondisi ini ditandai dengan perasaan khawatir berlebihan jika tidak mengetahui berita terkini. Banyak orang yang mengganggap sepele, padahal FOMO dapat berdampak pada kesehatan mental.

Gejala kondisi ini disetiap orang berbeda-beda. Tapi beberapa gejala umumnya seperti;  selalu mengecek semua media sosial, mengabadikan semua yang kita lakukan, selalu mengikuti semua acara hingga update tentang gosip, merasa wajib menghadari semua acara, diundang maupun tidak, tidak bisa diam di rumah.

Pergi ke tempat atau acara yang tidak disukai hanya untuk mengatakan bahwa kita eksis,  takut dikucilkan dan ditolak, selalu membandingkan diri dengan orang lain dan tentu saja yang paling kentara ketergantungan pada ponsel.

Rasanya kita memang tak asing dengan istilah itu dan segala akibatnya. Jika tidak, kita malah dianggap tak up date berita dan dianggap ketinggalan. Maka banyak dari kita selalu diliputi rasa penasaran, apa berita terbaru, berita apa yang menjadi viral. Tak terkecuali saat ramadan.

Meskipun begitu masuk ramadan kita berniat untuk memanfaatkannya agar fokus beribadah, tapi nyatanya terlalu banyak godaannya. 

Terutama dari media sosial yang sekarang berada dalam benda paling privasi yang ada dalam gengaman kita dan bisa kita gunakan kapan saja semaunya kita tanpa batasan.

Cuma kita sendiri yang bisa mengerem atau memutuskan mau seberapa lama dan sering memakai medsos selama ramadan. Tapi disitulah problem terbesarnya, kuatkah kita "berpuasa" medsos sebulan saja selama ramadan. Biar lebih fokus ibadah dan tak terlihat hal-hal yang aneh.

Meskipun kita tak pernah meniatkan untuk melihat hal aneh, begitu membuka medsos, iklan yang bertaburan menyajikan gambar vulgar yang mau tak mau terlihat dan dinikmati mata.

Jika masih ada pertahanan mungkin akan segera mengalihkan pada konten lain dan istigfar, tapi bagi yang kecanduan justru menjadi jalan untuk masuk lebih jauh ke situs yang ditemukannya tidak sengaja itu.

Begitu juga dengan berita viral tentang artis, konser, kehidupan pribadi, foto-foto semuanya menjadi godaan mata dan iman bagi yang sedang fokus berpuasa.

Karena selama puasa agar berkah, kita tak hanya berpuasa menahan lapar dan haus, tapi juga puasa mata, dan hati (nafsu) dari godaan yang bisa muncul dari layar gadget kita via media sosial.

Atasi FOMO dengan Apa?

Fear Of Missing Out (FOMO) menjadi fenomena yang cukup umum terjadi, dan menjadi lebih menantang selama bulan Ramadan, ketika umat Muslim berusaha untuk meningkatkan fokus spiritual mereka dan mengendalikan diri dari godaan dunia digital. 

Puasa media sosial selama Ramadan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi FOMO dan memperdalam ibadah, namun tidak jarang juga menimbulkan tantangan tersendiri.

 Pertama;  Buat Tujuan yang Jelas dan Prioritas yang Tegas

Karena kita sendiri yang bisa mengatur dan mengerem kebiasaan FOMO itu, maka sebelum memulai puasa media sosial, penting untuk memiliki tujuan yang jelas dan prioritas yang tegas. 

Apa tujuan puasa ramadan kita saat ini, meningkatkan kualitas ibadah, mendekatkan diri kepada Allah, atau memperdalam pemahaman agama. Makin jelas tujuannya akan lebih mudah menahan godaan untuk membuka media sosial demi mengikuti tren atau berita terbaru.

Solusi ini bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan menginspirasi mereka untuk menetapkan tujuan yang sama dan memprioritaskan hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup mereka. 

Dengan mencontohkan kesadaran akan prioritas spiritual, kita bisa memotivasi orang lain untuk mengambil langkah serupa dalam memperdalam ketaatan mereka kepada Allah.

Kedua; Atur dan Buat Jadwal Aktivitas Alternatif yang Beragam

Jika di hari biasa tak ada jadwal khsus, maka selama bulan Ramadan, kita berusahan membuat jadwal aktivitas alternatif yang beragam untuk menggantikan waktu yang biasanya dihabiskan untuk berselancar di media sosial. 

Aktivitas tersebut bisa mencakup membaca Al-Quran, berdzikir, mendengarkan ceramah agama, atau berpartisipasi dalam kegiatan amal. 

Dengan mengalihkan perhatian kepada kegiatan yang lebih bermanfaat secara spiritual, kita bisa mengurangi rasa kehilangan atau FOMO yang muncul dari tidak mengikuti aktivitas di media sosial.

Ketiga; Batasan Waktu Penggunaan Media Sosial

Sebisanya kita harus melawan godaan FOMOdengan menetapkan batasan waktu yang jelas untuk menggunakan media sosial selama bulan Ramadan. 

Misalnya, tentukan waktu khusus setelah berbuka atau sebelum tidur untuk memeriksa akun media sosial. Selain itu, nonaktifkan notifikasi dari aplikasi media sosial untuk mengurangi godaan untuk membuka platform tersebut secara impulsif. Jika bukan kita yang berkuasa, siapa lagi.

Keempat; Selektif dalam Memilih Konten yang Dikonsumsi

Salah satu cara kita mengurangi penggunaan medsos adalah berusaha untuk menyaring atau memilih konten yang dikonsumsi di media sosial dengan bijak. 

Tentu saja dengan menghindari konten yang tidak bermanfaat atau dapat mengganggu fokus ibadah. Sebaliknya, ikuti akun atau grup yang menyajikan konten inspiratif, pendidikan, atau berorientasi keagamaan.

Kelima; Dukungan dan Dorongan dari Komunitas

Mengapatak mencoba mencari dukungan dan dorongan dari keluarga, teman, atau komunitas juga sangat penting dalam mengatasi FOMO selama Ramadan. 

Anak saya bergabung dalam komunitas yang mengorganisir membantu membagikan takjil dan makanan berbuka puasa selama ramadan. Mengumpulkan dan membagikan makanan bagi yang memerlukan

Kegiatan itu tak hanya membuatnya sibuk tapi juga membuatnya bisa berinteraksi sosial lebih banyak dan mengurangipenggunaan medsos selama ramadan. 

Nah  karena sindrom FOMO itu juga buruk bagi psikologis kita, ada baiknya selama ramadan kita jadikan saatnya untuk melakukan "terapi". Sehingga dampak yang kita anggap bisa  menurunkan rasa percaya diri akibat membandingkan diri dengan kehidupan orang lain di media sosial bisa kita kurangi.

Dan kita bisa mengatur produktifitas yang bisa terganggu gara-gara FOMO. Sedikit-dikit memeriksa handphone, seakan memiliki dunia sendiri karena fokus hanya pada gadget. Sementara aktivitas lain jadi terbengkalai, seperti sulit berkonsentrasi saat bekerja, belajar, dan lainnya.

Apalgi selama ini kita juga tahu FOMO bisa memicu rasa cemas, kesepian, dan kurang percaya diri. Ketiga kondisi ini tentu bisa berdampak buruk. Apalagi bagi kita yang sering menyaksikan postingan foto atau video orang lain yang memicu perasaan iri hati dan lainnya.

Dan yang paling kita rasakan akibat FOMO,mempengarui kebiasaan tidur kita. Akibat  menjadi lebih eksis dengan acara atau aktivitas di luar sana untuk menghindari FOMO, malah bisa menggangu kebiasaan tidur dan makan kita. Jelas kita sendiri yang rugi kan?.

Dengar Apa Kata Pakar Soal Atasi FOMO

Rasanya punya rasa takut ketinggalan sesuatu yang mestinya tak harus menjadi beban, menjadi aneh dalam kehidupan kita sekarang. Orang yang viral, kita yang bingung, iri dan cemburu.

Begitupun sindrom FOMO pada dasarnya  bisa disembuhkan. Merujuk pada berbagai pengalaman para ahli, diantaranya dengan ;

Pertama; Lakukan "Detoks" Digital

Sebuah penelitian pada tahun 2015 menemukan bahwa anak-anak di Inggris dua kali lebih berisiko mengalami masalah kesehatan mental yang tinggi jika menggunakan media sosial di hari sekolah terus menerus selama 3 jam atau lebih.

Dan melakukan "detoks" digital dijadikan solusinya, caranya dengan membatasi penggunaan media sosial dengan fakum untuk sementara waktu tidak mengakses atau menghindari akun media sosial.

Para peneliti menyarankan untuk menggantinya dengan aktifitas pada  hal baru atau hobi baru untuk menyegarkan pikiran.

Kedua; Dapatkan Lebih Banyak Waktu Berharga

Orang yang kecanduan gadget dan menjadi FOMO lebih peduli gadgetnya daripada orang disekitarnya. Padahal jika ia mengurangi aktifitasnya, untuk sementara waktu, akan akan merasakan sesuatu yang berbeda dengan orang-orang yangada disekitarnya.

Ketiga; Menulis Sebagai Alternatif

Tak ada salahnya memanfaatkan kompasiana menjadi alternatif yang bisa memberikan manfaat positif dan bisa menjadikan kebiasaan ini sebagai ruitnitas. Anda mungkin lebih mudah mencurahkan "unek-unek" yang ada dipikiran untuk mengatasi stres yang dirasa termasuk sindrom FOMO.

Keempat; Ikut Konseling Sama Ahlinya

Jika semuanya gagal, tak ada salahnya membicarakan dengan ahlinya untuk penanganan yang tepat. Ini menjadi pilihan yang baik untuk membantu kita memulihkan pikiran. Terapi perilaku kognitif menjadi salah satu versi terapi bicara di mana terapis bisa membantu mengenali pemicu yang menyebabkan rasa cemas berlebihan dan lainnya.

Dan mengapa tak menjadikan bulan ramadan momentum untuk relaksasi dari FOMO kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun