Berasal dari Keraton Solo, Sungkeman adalah Wujud Bakti dan Terimakasih kepada Orangtua
Ramadhan sudah memasuki hari-hari terakhir dan tentunya semakin mendekati hari kemenangan, yaitu Hari Raya IdulFitri.
Hari yang penuh berkah dan kebahagiaan.
Dalam kesehariannya, manusia tak lepas dari segala kesalahan yang dilakukannya baik secara disengaja maupun tidak disengaja.
Dalam kesehariannya, kendati sudah menahan sabar. Akan tetapi tak pelak kemarahan muncul juga dan menyakiti orang lain. Penyesalan pun datang.
Oleh karenanya, momen IdulFitri ini merupakan hari yang berbahagia dimana umat Muslim saling maaf memaafkan, bersilaturahmi kepada kedua orangtua, sanak saudara, kerabat, dan kenalan.
Karena sudah saling memaafkan maka kita menjadi bersih lagi, suci kembali, fitri lagi.
Setelah semalam takbiran, pagi hari umat Muslim sholat Ied di lapangan atau mesjid. Sesudahnya mereka pulang ke rumah, dan mereka yang pertama dihampiri adalah orangtuanya.
Mereka sungkem kepada ayah, ibu, yang sebagai wujud bakti dan terimakasih kepada mereka.
Lantas dilanjutkan kepada anggota keluarga lainnya yang lebih tua, kakek, nenek, atau kakak.
Mereka mencium tangan ayah, ibu, kakek, nenek, atau kakak sebagai tanda memohon maaf atas segala kesalahan yang sudah dilakukan sejauh ini baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Sungkeman yang dalam bahasa Jawa bermakna tanda bakti atau sujud dan sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua itu tak pelak terjadi pada momen Hari Raya IdulFitri atau pernikahan.