3 Golongan Orang yang Puasanya Tertolak, Naudzubillah
Tidak semua orang yang menunaikan ibadah puasa Ramadan memperoleh keberuntungan.
Mengambil perkataan Nabi Muhammad, mereka tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.
Maka dari itu, di sinilah pentingnya bagi kita sebagai umat Muslim untuk terus berupaya menyerap dan mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalam puasa.
Dan, untuk tujuan itulah artikel ini dibuat, yakni agar kita tidak menjadi golongan orang-orang yang merugi dalam puasanya.
1. Orang-orang yang meninggalkan salat lima waktu.
Meskipun tampaknya kita telah berpuasa secara sempurna sejak datangnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari, tetapi ketahuilah, tidak akan banyak manfaatnya jika kewajiban salat saja kita abaikan.
Salat merupakan tiang agama, kunci kebaikan, dan kunci surga. Memang, orang yang berpuasa Ramadan tapi tidak mendirikan salat, mereka tetap mendapat pahala dari puasanya.
Dari segi kesehatan, sebagaimana banyak penelitian dari manfaat puasa, mereka juga mendapat sisi positif dari puasanya, yaitu tubuh yang mengeluarkan racun dan penyakit.
Namun, mereka tidak dapat mengambil atau menikmati kebaikan-kebaikan atau pahala dari puasanya di akhirat kelak. Mengapa? Karena mereka tidak memiliki kunci (password) kebaikan itu.
Analoginya, seperti uang di rekening yang tidak dapat ditarik lewat mesin ATM karena lupa/tidak punya pin ATM-nya, lalu kita ingin menarik secara manual, sudah pasti petugas terkait akan meminta buku rekening.
Begitu buku rekeningnya sudah ada, tetapi kita tidak punya KTP yang sesuai dengan pemilik rekening tersebut, tentu pihak bank tidak akan memberikan izin untuk menarik uang kita itu.
Begitu juga dengan akhirat kelak, mungkin kita memiliki puasa selama 30 hari berturut-turut alias tidak ada yang bolong. Namun, selama kita tidak mempunyai 'password' salat lima waktu, maka pahala puasa tersebut tidak bisa kita 'panen.'
2. Orang yang berpuasa tetapi tidak mampu menahan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat.
Untuk golongan yang merugi dalam puasanya ini, mari kita ambil kasus orang yang gemar bergosip.
Imam Al-Ghazali, di dalam bukunya "Kitab Puasa", dengan sangat luar biasa mengibaratkan puasa itu seperti buah yang matang dan segar.
Seseorang yang melakukan suatu perbuatan maksiat, maka (pahala) puasa/buah tersebut teriris oleh dosa.
Lalu, jika ia berbuat satu dosa lagi, teririslah lagi puasanya, melakukan maksiat, teriris. Dosa, teriris, dan seterusnya, sampai habis isi dari buah tersebut, meninggalkan bijinya. Apakah bisa kita nikmati kalau tinggal bijinya? Tentu tidak.
Begitulah orang yang berpuasa tetapi tidak mampu mencegah dirinya dari perbuatan maksiat. Dia tidak makan dan minum, tidak juga bersetubuh sehingga secara rukun puasanya sah, tetapi akibat gosip (ghibah), jadi terkikislah puasanya.
Kemudian, ia bohong, puasanya terkikis, lalu dia dengan sengaja melihat aurat orang lain, maka terkikis lagi puasanya.
Ditambah menipu, lagi-lagi puasanya terkikis. Belum cukup sampai di situ, ia kemudian korupsi dengan menandatangani nota atau kwitansi palsu, terkikis puasanya.
3. Orang yang tetap sama, baik sebelum maupun setelah bulan Ramadan .
Untuk golongan yang terakhir ini, mereka sejatinya tahu bahwa puasa Ramadan adalah perintah yang diturunkan oleh Allah kepada umat Muslim, tetapi tidak pernah ada kerinduan dalam hati mereka pada Ramadan.
Karena terbatasnya pengetahuan tentang agungnya bulan Ramadan inilah, sehingga tidak ada keinginan dalam hati mereka untuk berbuat baik di bulan yang mulia ini.
Ramadan dilewati begitu saja tanpa ada tambahan kebaikan yang dilakukan, dan tanpa ada pengurangan perbuatan maksiat.
Maka, pada saat orang seperti ini memasuki bulan Ramadan, kemudian keluar dari Ramadan tetap sama seperti sebelum Ramadan. Dengan kata lain, tidak ada perubahan dalam hidupnya.
Jadi, orang-orang yang berpuasa, tapi tetap melakukan maksiat; tidak mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar, maka sesungguhnya ia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.
Mari kita senantiasa berdoa agar mampu mengendalikan diri kita dari hal-hal yang tidak bermanfaat atau sia-sia.
Mari kita memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah. Karena kita semua pasti tidak mau menjadi orang yang berpuasa tapi ia tidak salat, hingga merugilah ia.
Kita juga tentu tidak ingin termasuk golongan orang yang berpuasa, tetapi tidak memanfaatkan bulan Ramadan sebagai momentum perubahan diri.
Maka dari itu, kepada Allah saja lah kita panjatkan doa-doa terbaik itu untuk memberikan hidayah kepada kita agar mampu berpuasa, bukan saja menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mampu mengendalikan diri kita dari perbuatan keji dan mungkar.
Dan, ayo kita jadikan salat lima waktu sebagai satu kesatuan dari hidup kita yang tidak terpisahkan untuk melipatgandakan pahala di bulan Ramadan, hingga sampainya batas usia di dunia ini.