(5) Ramadan Tak Biasa, Masyarakat Menjadi Pandai Bersyukur
Ikhlas, menerima, berbesar hati, rendah hati, dan suka berbagi, adalah tanda pandai bersyukur. (Supartono JW.28042020)
Ramadan Tak Biasa, di tengah wabah pandemi corona, membuat masyarakat Indonesia khususnya, dengan sendirinya menjadi teruji dan terlatih untuk menerima kenyataan.
Bahkan, saya menyebut, akibat pandemi corona yang berdampak utama pada kehidupan ekonomi masyarakat, dan hadir dahulu kurang lebih satu setengah bulan sebelum bulan Ramadan, dampaknya ibarat latihan dan gladi bersih bagi masyarakat. Sehingga begitu ramadan tiba, khususnya kaum muslim, sudah siap pentas ibadah ramadan yang tak biasa.
Ekonomi terpuruk
Akibat pandemi corona, lalu ada tindakan pencegahan, antisipasi, dan penanganan Covid 19 (PAPC19) dengan anjuran semua masyarakat belajar, bekerja, dan beribah di rumah, disusul dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menjadikan ekonomi semua lapisan masyarakat terpuruk, terutama masyarakat sektor informal.
Sektor UMKM ambruk, banyak PHK, pengangguran meningkat, sementara perut wajib tetap diisi. Masyarakat biasa menjadi miskin, rakyat miskin bertambah miskin.
Namun demikian, Allah Maha Adil. Musibah pandemi corona yang benar-benar mendampak pada semua sektor kehidupan, terutama ekonomi, menjadikan ujian berat yang wajib dihadapi oleh segenap rakyat bangsa ini.
Kendati terpuruknya ekonomi, tetap melahirkan tindakan kriminal, namun sejak corona mewabah hingga memasuki ibadah ramadan hari keempat, suasana masyarakat Indonesia, secara umum aman terkendali.
Ada friksi-friksi negatif, ada kesalahpahaman, ada kisruh dari rakyat biasa hingga para pemimpin bangsa menyoal corona, seperti menyoal kebijakan, peraturan, keputusan, sampai kisruh pembagian sembako dll, namun faktanya, bangsa dan negara ini, masih aman terkendali, walaupun virus corona tetap tak peduli menjangkiti.
Hikmah dari hadirnya pandemi corona ini, satu di antara yang sangat kentara adalah menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi manusia yang "pandai bersyukur.
Buktinya, antara lain, masyarakat yang selama ini sudah teruji oleh kesusahan hidup, tetap tabah dan pasrah akan nasibnya. Saat pemerintah dan para dermawan membantu, maka mereka sangat bersyukur dan berterima kasih.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai tayangan berita di layar kaca dan media massa atas peristiwa ini. Mereka yang selama ini bekerja harian/serabutan, yang rezeki hari itu untuk makan hari itu, tetap saja mencoba mengais rezeki dengan usahanya, pantang menyerah, di tengah pandemi, karena percuma mengeluh.
Setali tiga uang, masyarakat yang memiliki kepedulian, meski dirinya juga kesusahan, tetap memiliki simpati dan empati untuk saling membantu dan berbagi dengan berbagai cara, tetap banyak yang dapat dijumpai di sekeliling kita.
Masyarakat golongan mampu pun tak ketinggalan, menyisihkan harta dan uangnya untuk berbagi kepada masyarakat. Ada yang langsung menyalurkan sendiri. Ada yang melalui perantara.
Lalu, lembaga sosial, instansi, dan organisasi sosial lainnya pun turut menghimpun donasi untuk masyarakat. Para artis, selebritis, seniman, pelatih olah raga, atlet berbagai cabang olah raga, baik secara kelompok maupun individu, juga andil berbagi dengan berbagai cara, seperti lelang barang-barang "berharga" mereka untuk donasikan kepada masyarakat.
Itulah fenomena positif yang dapat direkam dan kita rasakan. Hikmah pandemi corona dalam praktik ibadah ramadan, menjadikan sebagian besar masyarakat Indonesia pandai bersyukur atas segala nikmat sehat, nikmat berkah, dan nikmat ujian/bencana.
Penuhi hati dengan rasa syukur
Bagi setiap insan/masyarakat, saat hati sudah dipenuhi dengan rasa syukur, maka tentu segala laku langkah kita akan lebih bijak dalam menjalani kehidupan. Banyak ataupun sedikit rezeki yang Allah berikan, takarkan kepada kita, akan membuat kita selalu baik-baik saja, bila kita mampu mengajarkan hati untuk tetap bersyukur.
Karena rezeki seperti apapun, telah menjadi ketepan-Nya, akan selalu membuat kita sadar bahwa semuanya adalah ujian, dan senantiasa wajib dijaga dengan syukur. Manis-pahitnya jalan kehidupan yang Allah haturkan kepada kita, sungguh akan tetap kita pandang suatu berkah, bila dari awal kita sudah tahu caranya melindungi hati dengan rasa syukur.
Jadi, untuk menjadikan hidup kita terasa cukup dan berberkah, maka hendaklah senantiasa latih hati kita dengan rasa syukur. Hidup di dunia hanya sementara, tidak ada harta benda yang akan kita bawa saat nanti kita menghadapNya.
Dan kini, wabah pandemi corona telah menguji kita semua. Kita banyak melihat sebagian besar masyarakat Indonesia ikhlas berbagi, menerima keadaan, berbesar hati atas situasi dan kondisi, rendah hati, dan suka berbagi.
Itulah tanda bahwa sebagian besar masyarakat sudah pandai bersyukur. Semoga, bagi masyarakat yang masih belum terbuka mata dan hati atas rasa syukur, ibadah ramadan akan memupuknya. Aamiin.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!