Supartono JW
Supartono JW Konsultan

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

(25) Ramadan Tak Biasa, Tetaplah Rendah Hati

18 Mei 2020   00:09 Diperbarui: 18 Mei 2020   00:09 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(25) Ramadan Tak Biasa, Tetaplah Rendah Hati
Sumber: Supartono JW

Bila angkuh, ego dipandang sebagai kuat, dan rendah hati, adalah lemah.

(Supartono JW.18052020)

Hari ke-25 Ramadan, mendekati lima hari lagi Idul Fitri, sudah saatnya kita semua, mulai menurunkan tensi. Sebab, sepanjang 24 hari ibadah Ramadan yang telah kita lewati, dari fase 10 hari pertama, 10 hari ketiga, dan kini sedang di 10 hari ketiga, penuh dengan serba-serbi yang menguras pikiran dan enegi karena beribadah di tengah pandemi corona dan situasi sosial budaya Indonesia yang kurang kondusif. 

Mengapa kurang kondusif? Masing-masing dari kita, mulai dari rakyat biasa hingga elite partai dan pemimpin bangsa, terus saling tebar masalah yang semakin sulit diurai. 

Bahkan dalam dua hari ini pun sampai muncul #IndonesiaTerserah. Ini menandakan dan mencerimkan adanya rasa frustasi atas keadaan dan kondisi yang ada, sebagai akibat dari ulah manusianya. 

Ulah manusia di sini, karena masing-masing pribadi (rakyat) dan pemimpin/pemerintah sesuai bidang-bidang kepentingannya, semua lebih mengedepankan ego nya dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. 

Semua kejadian itu, justru nampak seperti sedang dalam bulan Ramadan. Permasalahan umumnya adalah, sebagai manusia, kita semua memiliki kelemahan merasa diri kita lebih dari orang lain. Memandang rendah orang lain. Orang lain dianggap lebih bodoh. Terkadang kita juga melihat rendah orang lain, ilmunya kurang dibanding kita, dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu, di bulan Ramadan yang tersisa lima hari lagi, harus kita pahami bahwa ibadah puasa Ramadan di antaranya mengajarkan kita untuk selalu rendah hati. Rendah hati adalah sikap menyadari keterbatasan kemampuan diri, dan ketidakmampuan diri sendiri, sehingga dengannya seseorang tidaklah angkuh dan tidak sombong. 

Dalam QS Al-Furqon: 63, Allah berfirman "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan". 

Coba, apa yang tarjadi selama Ramadan di tengah pandemi corona hingga lahirlah #IndonesiaTerserah? Berapa banyak orang yang angkuh di negeri ini? Memandang rendah kepada orang lain, tinggi hati, sombong dan congkak? 

Saat dikritik, tidak mau menerima, lalu membawa persoalan ke pengadilan, karena sedang memiliki jabatan dan dukungan. Saat dikasih masukan, diingatkan, diperingati, malah balik melawan dan menyerang, meski sadar dirinya memang salah. 

Bila hanya melihat kejadian seperti tersebut selama bulan Ramadan saja, sudah tak dapat kalkulasi jumlah manusia yang tak rendah diri. Untuk itu, di sisa Ramadan ini, masih ada waktu bagi kita untuk mawas diri, instrospeski diri, dan merefleksi diri, mengapa kita, saya, dan juga manusia lainnya banyak sekali yang belum rendah hati. 

Padahal, seandainya kita, benar-benar dapat menguasai dan mengontrol diri, kerendahan hati itu akan membuat  kita dapat terbuka pada sudut pandang orang lain. Menerima apa pendapat, kritik, saran, dan masukan dari orang lain, pihak lain. 

Itu artinya cerdas intelegensi dan personaliti (emosi), sehingga, pasti bisa terbuka dengan setiap masukan tanpa bersikukuh dengan pengetahuannya sendiri. 

Selanjutnya kita akan menyadari saat berbuat salah, tidak menentang orang lain, dapat diteladani dan memimpin baik di lingkungan keluarga, lingkungan kerja atau pun lingkungan masyarakat. 

Sebab, mampu berkompromi dengan orang lain, pihak lain, dan keadaan. Dengan sikap-sikap tersebut, maka orang yang rendah hati akan memiliki hubungan baik dengan orang-orang dari semua pandangan yang berbeda dan mampu menekan ego. 

Kini di 24 hari ibadah Ramadan yang telah kita lewati, kita sudah dapat membaca siapa orang-orang di sekitar kita dan di negeri ini yang hanya masih mementingkan ego. 

Semoga hari ini dan sisa lima hari Ibadah Ramadan tahun ini, dengan refleksi dan instrospeksi diri, kita dapat belajar dan mempraktikan menjadi pribadi yang rendah hati. 

Bila kita masih melihat orang lain kuat dengan egonya, maka bila kita tetap tunjukkan kerendahan hati dan kesabaran kita di hadapan orang-orang yang masih mementingkan ego, insyaAllah mereka akan tergerak hatinya, sadar, dan menjadi rendah hati. Aamiin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun