Supartono JW
Supartono JW Konsultan

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

(6) Tawuran di Ramadhan, Pentingnya Kesadaran Diri

28 Maret 2023   18:19 Diperbarui: 28 Maret 2023   19:07 2276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(6) Tawuran di Ramadhan, Pentingnya Kesadaran Diri
Ilustrasi Supartono JW

Tawuran pun menjadi salah satu kegiatan nyata dari gagalnya pendidikan di Indonesia, sekaligus cermin kegagalan itu sendiri. Indonesia pun terus tercecer dari negara lain. Bahkan di Asia Tenggara saja ada di urutan buncit bersama Timor Leste , khususnya dalam literasi, matematika, dan sains.

Sejatinya, atas kegagalan pendidikan di Indonesia selama ini, maka sudah pasti para peserta didik yang masih gagal atau malah banyak yang tidak merasakan bangku sekolah, seiring berjalannya waktu, mereka tidak dapat melawan alam, sebab mau tidak mau harus menjadi orangtua, kemudian melahirkan anak-anak kembali.

Bisa.dipastikan, para orang tua yang gagal dalam pendidikan, para orangtua yang tidak merasakan bangku sekolah, tentu tidak memiliki ilmu mendidik anak-anak mereka. Berapa banyak orangtua di Indonesia yang seperti demikian?

Atas fakta yang tidak pernah di bahas di Indonesia ini, banyaknya orangtua yang tidak memiliki kompetensi mendidik anak, tetapi harus punya anak, pada akhirnya, sekolahlah yang jadi tumpuan pusat pendidikan.

SEHARUSNYA, SETIAP ORANG yang akan menikah di Indonesia, sudah mendapatkan SURAT IZIN MENIKAH (SIM) dari lembaga berwenang, sehingga digaransi nantinya dapat mendidik anaknya di rumah, sesuai kompetensi yang telah dididik di lembaga.

Yang ada selama ini, para calon orangtua yang bisa jadi gagal dalam pendidikan atau belum mengenyam pendidikan, lalu menjadi orangtua. Bagaimana mereka memiliki bekal mendidik anaknya?

Jadi, jangan harap tawuran akan dapat diatasi di Indonesia, bila di rumah orangtua gagal mendidik, mengontrol, dan mengendalikan anaknya. Sementara di sekolah Kepala Sekolah dan guru pun gagal mendidik anak-anak.

Ini diperparah oleh Kurikulum Pendidikan Indonesia, yang setiap Menterinya baru, lalu ada perbaikan atau pergantian Kurikulum. Tetapi, saat Kurikulum diganti atau diubah, Kepala Sekolah dan guru mengimplementasi kurikulum di sekolah tidak benar atau tidak baik.

Penyebabnya, sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini kepala sekolah dan gurunya masih terus terkendala dalam kompetensi, guru sekadar layak sesuai syarat pendidikan, guru tersertifikasi dalam praktiknya juga jauh panggang dari api. Mereka masih terjebak dalam kontek mengajar, bukan mendidik.

Buntutnya, Kurikulum diartikan dan dilaksanakan di sekolah masih sangat dititik beratkan pada unsur kognitif, mengutamakan kemampuan siswa dalam unsur pengetahuan saja.

Akibatnya, peserta didik atau siswa miskin penekanan pendidikan pada unsur sikap dan keterampilan. Efeknya, pembentukan karakter siswa dalam membentuk sikap-sikap positif seperti jujur, tanggungjawab, disiplin, menghormati, empati, bekerja keras, dan nilai sikap lainnya sebagai hasil belajar siswa, hanya numpang lewat. Tidak ada yang tertancap, tidak ada yang tertanam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun