(12) Bila Komitmen, Merespons dan Tidak Apatis
Orang-orang yang berkomitmen, bertanggungjawab: Cerdas intelegensi (otak) dan persinality (kepribadian). Kaya pikiran dan kaya hati. Cepat merespons terhadap segala sesuatu. Tidak apatis (acuh tak acuh, tidak peduli, masa bodoh). Sebab, tahu diri, sadar diri, punya simpati-empati, peduli, tahu malu, dan rendah hati. Sehingga membuat percaya, nyaman, tenang, dan membahagiakan orang/pihak lain.
(Supartono JW.Ramadhan12.1444H.03042023)
Hari ke-12 Ramadhan 1444 Hijriah, saya memotret kisah-kisah mulai dari lingkungan sekitar hingga drama-drama kehidupan khususnya di +62 hingga sandiwara kehidupan di dunia melalui media massa dan media sosial (medsos).
Di fase ibadah Ramadhan yang penuh ampunan, saya dan kita semuanya tentunya sangat berharap mendapatkan maghfirah/magfirah, dari Tuhan. Namun, sesuai hal yang saya potret dan alami hari ini, dari sekian banyak drama, kejadian, di antaranya banyak hal yang terkait dengan dua kata, yaitu komitmen dan merespons (di dalamnya apatis). Sehingga membuat orang/pihak lain tidak percaya, tidak nyaman, tidak tenang, dan membuat menderita, di suasana ibadah Ramadhan pun bagi umat lain.
Pasalnya, banyak kejadian-kejadian yang tidak sesuai harapan saya dan kita, ditimbulkan oleh orang-orang yang tidak taat, tidak tertib, tidak bertanggungjawab pada komitmen yang telah dibuat dan disepakati bersama. Sudah begitu diperparah dengan kondisi sikap tidak merespons (apatis).
Kondisi ini, sudah pasti, bagi siapa pun yang mengalami kejadian terkait hal tidak komitmen dan tidak merespon (apatis) dengan pihak yang seharusnya komitmen dan merespons, akan terganggu pikiran dan hatinya. Suasananya jadi tidak tenteram dan tidak nyaman. Karena ada sikap dan perlakuan tidak komitmen dan tidak merespons (apatis) dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Apa akibat dari komitmen yang diinginkari? Komitmen yang minim dan bahkan tidak ada respons? Banyak kerugiannya. Namun, yang pasti, akibat dari orang tidak komitmen, lalu bersikap tidak merespons, terpenting bagi saya, kita, selalu instrospeksi dan merefleksi diri agar tidak ikut dan terjerumus menjadi orang yang tidak komitmen, tidak merespon, dan tidak apatis. Selalu mawas diri, berupaya melangkah dengan benar dan baik di jalanNya, untuk kemaslahatan.
Komitmen, respons, apatis?
Istilah "komitmen" berasal dari Bahasa Inggris, yakni "commitment" yang berarti "menyatukan", "menggabungkan", dan "memercayai". Seiring berjalannya waktu, kata tersebut berkembang menjadi berubah makna yaitu menjadi "janji", "mempercayakan", "keterikatan", dan "kewajiban" untuk jangka panjang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak; tanggungjawab.
Sementara respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Berarti tanggapan, reaksi dan jawaban.
Respons juga dipahami sebagai umpan balik yang memeiliki peran atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi.
Dan, apatis adalah perlakuan acuh tak acuh, tidak peduli dan masa bodoh kepada berbagai hal.
Secara umum, komitmen adalah bentuk dedikasi atau kewajiban yang mengingat seseorang kepada orang lain untuk tindakan tertentu, terutama ketika menjalani hubungan bersama orang tersebut. Perlu diketahui bahwa dalam menjalani komitmen ini harus dilakukan secara sukarela tanpa adanya paksaan, serta bergantung pada bagaimana situasi dari masing-masing individu.
Wujud komitmen sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, komitmen yang sepaket dengan merespons dan sikap tidak apatis adalah;
(1) Komitmen terhadap diri sendiri
(2) Komitmen dalam suatu hubungan
(3) Komitmen terhadap keluarga
(4) Komitmen dalam pekerjaan
(5) Komitmen terhadap lingkungan
Lalu, komitmen dalam organisasi
(1) Komitmen afektif
(2) Komitmen kontinuan
(3) Komitmen normatif
Dalam kesempatan ini, saya tidak akan menjelaskan bentuk-bentuk komitmen tersebut secara detail, namun, cukup mengangkat kasus tentang komitmennya saja. Dan, nanti bisa kita pahami, contoh kasus tersebut, adalah drama dari kegagalan komitmen yang mana?
Yang pasti, dari semua jenis komitmen tersebut, dalam menjalaninya wajib disertai rasa tanggung jawab yang besar, tidak hanya sekadar ucapan belaka saja. Siapa pun yang menjadi bagian dalam komitmen, wajib bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri, maupun individu lain yang bersangkutan dan saling terkait.
Memang, makna tentang komitmen, biasanya tidak lepas dari "janji" atau "perjanjian". Tetapi di dalam komitmen, belum tentu dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis. Ada beberapa komitmen yang dilakukan hanya berdasarkan janji lisan antara pihak-pihak yang bersangkutan, seperti orang pacaran, misalnya.
Kasus tidak komitmen
Bila saya ungkapkan contoh-contoh, kasus nyata orang/pihak yang tidak komitmen, tidak merespon, dan apatis, tentu di setiap bidang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam keorganisasisan pasti ada. Namun, dalam kesempatan ini, saya angkat dua kasus yang masih hangat dan selalu hangat, bahkan panas.
(1) Kasus pertama, masih terkait Piala Dunia U-20.
Di sini, kesimpulannya antara Indonesia dan FIFA, sama-sama tidak berkomitmen. Membuat suasan hati tidak tentram dan nyaman bagi pelaku dan publik pecinta sepak bola Indonesia karena dihapusnya nama Indonesia dari Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023.
Keduanya, sejatinya yang mengingkari atau tidak bertanggungjawab pada komitmen yang sudah dibuat? Yaitu, pihak Indonesia dan FIFA sendiri?
Terkait respons FIFA atas pembatalan ini pun, sampai sekarang masih dibiarkan menjadi teka-teki? FIFA masih belum membuka alasan utama yang konkret latar belakang pembatalannya ke pihak Indinesia dan dunia. Tetapi masih tetap bersembunyi di balik kalimat: "Sesuai kondisi Indonesia saat ini?" Sehingga, berbagai pihak, media massa, dan medsos sampai membuat kesimpulan yang masih prasangka, fitnah, sendiri-sendiri.
(2) Kasus berbagai kegiatan yang menggunakan komunikasi dalam grup wa.
Banyak sekali kegiatan atau pekerjaan formal/nonfornal yang memudahkan karyawan dan anggota kegiatannya memggunakan grup wa untuk memudahkan komunikasi terkait kegiatan dan pekerjaan yang sesuai komitmen.
Tetapi, saya sendiri mengalami kejadian, banyak anggota yang menjadi bagian kegiatan secara kekeluargaan, mau pun secara pekerjaan formal dan nonformal, plus keluhan dari kekuarga, teman, sahabat, dll tentang kekesalannya kepada para rekan kegiatan/pekerjaan, yang memiliki komitmen, tetapi ketika melakukan komunikasi di dalam grup wa, ditemukan orang-orang yang apatis, tidak merespon, apa yang menjadi kewajiban anggota atas segala informasi dll. Ini sama saja, anggota yang tidak merespons sedang unjuk sikap apatis, sekaligus sedang memerankan tokoh sebagai individu yang tidak komitmen terhadap tujuan, sasaran, dan langkah-langkah yang sedang ditempuh sesuai komitmen.
Ini fenomena yang benar-benar memprihatinkan, sebab tanpa disadari, khususnya di Indonesia sedang terjadi degradasi moral besar-besaran terkait sikap anggota di dalam grup wa yang tidak komitmen dan apatis. Tidak merespon apa yang menjadi kepentingan, prioritas grup dan tujuan keberadaan dan fungsinya.
Yang sering terjadi, dalam sebuah grup wa, padahal grup itu bukan grup-grup-an, tetapi grup yang dibuat, sebab sebelumnya sudah terbentuk kegiatan formal/nonformal, ada tujuan dan sasarannya, karenanya grup wa dibuat untuk memudahkan komunikasi
Tetapi, meski anggota grupnya orang-orang yang berpendidikan dan sudah berkomitmen menjadi bagian dari kegiatan sesuai.maksud, tujuan, dan sasaran, namun ketika ada informasi sangat penting di dalam grup, terkait kegiatan yang harus dijalankan sesuai komitmen, para anggota yang sudah membaca informasi, tetapi tetap membiarkan dirinya tidak merespon informasi.
Padahal, jelas dalam informasi, anggota grup diminta semisal, hanyamerespon dengan menjawab, memberi pernyataan/kepastian. Mirisnya, respons yang ditunggu sampai batas waktu yang ditentukan, tetap tidak dilakukan.
Apa yang terjadi? Banyak anggota grup tetap tidak merespon, meski sudah membaca informasi, HPnya juga dipegang dan tidak jauh dari dirinya.
Kejadian ini, banyak dialami oleh kelompok kegiatan formal dan nonformal, tetapi saat membagikan informasi di dalam grup wa, para anggotanya, berbuat seenak perut sendiri. Seolah menjadi orang yang tidak punya otak dan tidak punya kepribadian.
Diharapkan hanya merespon bisa hadir atau tidak, misalnya, dalam acara/kegiatan yang sudah disepakati, sampai acara/kegiatan dijalankan, orang-orang yang tidak komitmen, tetap menunjukkan KEPONGAHAN sikap APATIS, dengan tidak merespon/tidak menjawab.
Kasus ini, setali tiga uang dengan FIFA. Meski sejak awal sudah berkomitmen dengan Indonesia, lalu pihak Indonesia ada yang mengingkari komitmen, FIFA pun menarik diri, tetapi sampai detik ini, tetap belum merespon pertanyaan publik sepak bola dunia, tentang apa alasan pastinya, mencoret Indonesia.
Bahkan FIFA juga tetap apatis (acuh tak acuh, tidak peduli, masa bodoh) meski berbagai pihak menghendaki jawaban pasti, alasan mengapa menghapus nama Indonesia.
Di sisi lain, atas kasus ini, FIFA pun dituduh tidak berkomitmen, karena menggunakan Standar Ganda, karena berbeda dalam menyikapi Rusia dan Israel dalam Piala Dunia, meski keduanya sama-sama melakukan pelanggaran yang dinilai sama.
Agar mendapat ampunan
Dari contoh kasus dua drama tersebut, agar ibadah saya, kita, khusyuk, marilah diri saya, kita, terus bercermin, merefleksi diri, instronspeksi diri, untuk menjadi orang yang selalu komitmen terhadap langkah dan perbuatan apa pun yang telah saya, kita sepakati bersama keluarga, saudara, sahabat, teman, di tempat pekerjaan/kegiatan formal-nonformal, kegiatan olahraga, kegiatan masyarakat, hingga sampai hal yang terkait dengan bangsa dan negara.
Ingat, bila saya, kita, mengingkari komitmen, ditambah tidak merespon alias menjadi pribadi yang apatis di ranah apa pun, maka saya, kita ini bukan makhluk sosial dan bukan pula makhluk beragama. Mungkin, bisa disebut BUKAN MANUSIA. (Setan atau lainnya).