Connecting Happiness dengan Balita Stunting dan Gizi Kurang (Gikur)
Menyebarkan kebahagiaan dibulan puasa tentu bisa dilakukan dimana dan ke siapa saja. Kebaikan seyogyanya harus lahir dari niat yang tulus dan hati yang murni untuk menolong sesama.
Karena dengan hati yang tulus, kebaikan itu akan memberikan senyuman kepada mereka yang sudah kita bantu. Membuat mereka yang sedih menjadi tersenyum, menolong mereka yang kekurangan dan menyebarkan kebahagian adalah tugas kita sebagai sesama manusia.
Apalagi hari-hari yang berat sedang kita lalui. Kala pandemi menyerang, banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan menurunnya omset penjualan. Alhasil, semua itu berimbas pada banyaknya karywan yang terkena PHK dan harus dirumahkan untuk sementara waktu.
Nah, dalam artikel kali ini saya akan menuliskan cerita tentang pengalaman connecting happiness di bulan puasa dengan para balita yang mengalami stunting dan Gikur.
Sejak isu corona merebak, salah satu persoalan kesehatan yang mulai luput dibahas dan dikawal adalah Stunting. Padahal stunting adalah masalah nyata yang hampir merata disemua wilayah di Indonesia.
Nah, para balita stunting dan gikur ini umumnya lahir dari orang tua yang keadaan ekonominya sulit. Alhasil stunting sering terjadi pada balita yang kualitas asupan gizinya tidak terpenuhi, tidak berkualitas dan akhirnya menyebabkan kerdil.
Gikur agau Gizi kurang juga memiliki latar belakang persoalan yang sama. Selain karena faktor ekonomi, Gizi kurang juga banyak disebabkan karena salahnya pola asuh dari orang tua. Akibatnya banyak balita yang tinggi dan berat badannya tidak proporsional. Alias tidak sesuai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada umumnya.
Lalu apa yang bisa kita lakukan?
Dalam musim pandemi seperti ini tentu sulit untuk bagi kita bergerak leluasa seperti biasanya. Mau keluar rumah saja udah ditakut-takutin sama mobil Damkar yang siap sedia menyemprotkan air ke wajah bila berani keluar dan keluyuruan diluar tanpa alasan yang jelas.
Namun untuk berbuat kebaikan dan menyebar connecting happiness ke orang lain selalu saja ada jalannya. Alhasil rencana mulia untuk memulainkegiatan ini bisa berjalan lancar.
Pertama, yang kami lakukan adalah melihat jumlah data dan sasaran balita stunting maupun Gikur. Data yang dimaksud diperoleh dari Desa atau Kader Kesehatan yang bertugas disuatu desa atau kelurahan.
Kedua, setelah sasaran telah diketahui jumlah dan alamatnya. Lalu menyiapkan bantuan apa yang dibutuhkan. Bantuan logistik yang kami kumpulkan kala itu ialah telur.
Mengapa telur?
Telur memiliki kandungan gizi yang baik, seperti protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Telur juga komoditi yang mudah didapat dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Telur baik digunakan sebagai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita yang kekurangan gizi. Oleh karena itu, telur menjadi bantuan yang kami salurkan ke keluarga yang memilii balita stunting.
Ketiga, kami pun membagi tim dan bergerak sesuai dengan pembagian kerja masing-masing. Ada baiknya sebelum turun kelapangan, ikut sertakanlah Kader kesehatan desa sebagai penunjuk arah dan membantu mediasi jika ada warga yang menolak.
Selama kegiatan ini berjalan, syukur kami tak mendapatkan hambatan yang berarti. Dari rumah ke rumah, berpanas-panasan dan sesekali dibasahi hujan yang menyergap kami tiba-tiba tidak membuat kami menyerah apalagi berkeluh kesah.
Dalam setiap atap rumah yang kami masuki, rata-rata dengan kondisi yang memprihatinkan. Keadaan ekonomi merupakan salah satu alasan mengapa balita mereka menjadi stunting dan mengalami gikur.
Sebelum kami memberikan bantuan, tidak lupa kami memperkenalkan diri. Lalu mengajak mereka bertukar pikiran dan ikut bertenggang rasa dengan kondisi yang saat ini mereka hadapi.
Banyak dari mereka yang mengaku bahwa tidak menginnginkan hidup dengan kondisi yang berat seperti ini. Namun, karena telah menjadi jalan hidup, hal itu pun tetap dilalui dengan hati sabar dan tawakal.
Saat kepulangan kami, mereka banyak bersyukur atas bantuan yang telah diberikan. Kami pun mengelak bahwa itu adalah bantuan yang diberikan oleh seorang yang dermawan. Kami hanya perantara.
Tak lupa kami memberikan sedikit edukasi tentang pola asuh agar sang anak yang mengalami stunting atau balita ini menjadi normal dan gizinya bisa terpenuhi. Tidak cuma itu, sedikit informasi tentang pencegahan virus corona juga turut serta kami berikan.
Berfoto bersama dan menutup hari itu dengan melihat senyuman mereka, rasanya lengkap sudah puasa hari ini. Walau berpanas-panasan, rasa lelah itu terbayar dengan kebahagian mereka.
Mungkin dari senyuman mereka, itulah yang disebut-sebut connecting happiness oleh moderator kompasiana.
Semoga pengalaman ini bisa mengilhami. Terus sebar kebaikan dimana saja dan kapan saja.
Salam.