Soufie Retorika
Soufie Retorika Penulis

Ibu rumah tangga, yang roastery coffee dan suka menulis feature, juga jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Fase Maaf-maafan

22 Mei 2020   23:11 Diperbarui: 22 Mei 2020   23:09 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fase Maaf-maafan
Foto Instagram komik sikon

Duh... senangnya Idul Fitri 1441 Hijriah sebentar lagi. Kisah seorang anak yatim yang baru belajar berpuasa tahun ini riang diucapkan doa yang membuat saya terkekeh...

"Jika puasanya full hadiah yang diminta hadiahnya adalah kue lidah kucing."

Tunggang langgang mencari kue kering lidah kucing ternyata sudah habis di beberapa toko online. 

"Ya sudah, saya buat saja."

Karena ibu seperti saya gembira bisa memberikan satu hadiah. Anak-anakku tak banyak pinta, sebab tahu suasana semrawut, kondisi Pandemi Covid 19 makin naik angka penderita di daerah kami.

Tapi fase tahun sebelumnya, di hari maaf maafan sudah banyak yang anak-anakku lewati.

Sebagai ibu dari empat anak, fase-fase hari maaf-maafan sudah begitu banyak terlewati. Ramadhan dan Idul Fitri tetap dirindukan, selalu ada momen khas.

SAAT KECIL

Saya hidup di lingkungan perkampungan dan keluarga yang sangat erat. Momen maaf-maafan sewaktu kecil adalah hadiah Al Qur'an dari ustadz, selama satu bulan ikut pesantren di masjid diberikan usai shalat Ied, satu persatu disalami. Pendidikan membangun kepercayaan diri, bangganya minta ampun dah.

Setelah di rumah bersalaman dengan orang tua, kami para krucil-krucil (anak-anak) menunggu hari ke dua untuk keliling kampung saling berkunjung, silaturahmi, bermaaf-maafan, makan kue gratis. Pengalaman paling seru, jangan lupa bawa kelepeh (dompet dalam bahasa Palembang), pasti tetangga atau keluarga yang cukup berada akan menyelipkan uang untuk anak-anak. Bukan main diberikan uang Rp 500 paling banyak rasanya. Tapi bukan uang yang kami maknai kala itu, bersenda gurau dengan kanak-kanak berkumpul, kebahagiaan yang tak terlupakan

SAAT REMAJA

Masa remaja suasana maaf-maafan yang terkenang bahwa saat tertentu ikut berkumpul bergantian di keluarga bapak dan ibu, paman dan bibi, juga saudara lainnya. Hal itu menghilang sejak pindah ke Lahat, tidak satupun keluarga, sanak famili disini.

Saat remaja itulah hubungan ukhuwah dan silaturahmi dengan beberapa guru/pendidik terasa makin erat. Wejangan itu tidak hanya di sekolah, suasana lebaran bisa dilakukan para pendidik dan terasa lebih santai meski kami murid tetap segan.

SAAT KULIAH

Suasana maaf-maafan anak kos jaman wow, mengantri di warung telekomunikasi (wartel) menelpon orang tua di kampung halaman. Suasana bersama teman kos yang tidak pulang, biasanya bertukar masakan dan kue, atau oleh-oleh kiriman dari kampung halaman. 

Baru terasa kehilangan orang tua saat kuliah, home sick, menggurung diri setelah shalat Ied, nanggis sendiri melihat kamar kos sepi.

SAAT SUDAH MENIKAH

Keluarga makin banyak setelah menikah. Teman juga makin luas seluas pergaulan. Tapi yang berkesan saat anak pertama lahir di 11 Ramadhan. Kado untuk cucu perempuan pertama itu memenuhi satu kamar tak cukup. Kami pun bersedekah sekaligus saat Idul Fitri kumpul keluarga. Yang paling bahagia bapak dan ibuku, perjuangan kakek-nenek yang luar biasa. 

"Aku baru pulang seminggu, anakmu lahir."

"Tahu gitu, nandak (tidak mau) bapak balek (pulang) ke Palembang."

"Kau ingat ya, harus kakek yang memberi nama."

Tidak ada yang lebih indah, selain melihat pertengkaran saya dan bapak, tentang nama si cucu.

SAAT ANAK SUDAH BESAR

Anak-anak adalah anugerah paling indah. Dan saat berkesan saat bermaaf-maafan dengan anak, seperti rekam jejak tumbuh kembang mereka. Seperti terulang masa kecil. Si kecil menagih janji setiap kali usai Ramadhan, kalkulasi hari si bungsu berpuasa, dan beribadah.

Bukan uang yang diminta. Hal sepele dan lucu seperti kue lidah kucing yang diinginkan anak temanku. Si bungsu minta membuat sendiri beberapa kue dan makanan. 

"Ibu kalo gak tau cara buat ketupat nanti kuajari."

Anak lelaki usia 8 tahun yang lucu mengajari memasak ibunya. Saya lebih suka pura-pura diajarinya. Bertambah semangatnya dan ibunya tertawa dibuatnya. Saat lebaran, bermaaf-maafan, dia yang memberikan jatah makan ketupat. Pasti seisi rumah terkekeh dengan ulahnya.

Itulah... Yang kami rindu dari sepanjang Ramadhan dan lebaran.

 Maaf lahir dan batin ya !

Kompasianer Palembang (Kompal)
Kompasianer Palembang (Kompal)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun