Trainer Literasi Digital | Ketua Komunitas Guru Penggerak Lombok Barat | Duta Teknologi Kemendikbudristek 2023 | Penulis Buku
4 Nostalgia Masa Kecil pada Bulan Ramadan yang Bikin Cengar-cengir
Ada kenangan yang tak bisa hilang dari ingatan
Masa kecil merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan seseorang. Banyak cerita masa kecil yang penuh tawa. Beragam nostalgia terangkai dalam ingatan tentangnya.
Tidak dipungkiri, masa kecil menempati ruang sendiri dalam sebuah proses bernama kehidupan. Mengingatnya akan melahirkan kerinduan diam-diam. Setiap kita memiliki masa kecil yang berbeda-beda. Termasuk peristiwa-peristiwa yang menyertainya.
Bukan saja pada hari-hari biasa. Melainkan juga pada hari-hari di bulan Ramadan. Terlebih bagi anak kecil masa itu, bulan Ramadan adalah waktu yang ditunggu-tunggu.
Hal ini karena banyak aktivitas yang bisa dilakukan bersama teman-teman. Tidak saja saat siang hari, tetapi juga malam hari.
Beragam kesedihan layak dijadikan pelajaran. Banyak kejadian seru yang layak dikenang hingga sekarang.
Beberapa kenangan itu terangkai dalam ingatan. Menuliskannya kembali membawa angan menerawang ke masa-masa bahagia.
Masa-masa saat bisa tertawa tanpa harus menonton tayangan lucu di kanal YouTube. Masa ketika bisa eksis di tengah teman-teman meskipun tanpa media sosial.
Masa itu memang jauh dari ingar bingar kehidupan seperti sekarang. Suatu masa ketika saat salat tarawih di musala kampung diterangi obor minyak tanah.
Tentang waktu yang saat siang di bulan ramadan dihabiskan tidak dengan skrol linimasa. Waktu puasa dihabiskan dengan ibadah dan juga bermain bersama.
Sesederhana itu masa kecil yang telah menumbuhkan menjadi seseorang yang harus menghadapi dunia yang sangat kompleks. Kekurangan-kekurangan yang mengajarkan pentingnya menemukan kekuatan diri.
Nostalgia-nostalgia masa kecil yang takkan pernah lekang oleh waktu. Cerita lama yang akan berubah menjadi baru bagi anak-anak yang hidup pada masa yang jauh berbeda, anak-anakku dan murid-muridku.
1. Celana Hanyut di Sungai
"Tolong!"
Tidak ada seorang pun yang mendengarnya. Teman-temanku asyik berenang ke sana kemari di sungai Bengawan Solo.
Aku berusaha menyisir pinggir sungai. Sungai yang sehari-hari menjadi tempat bagiku dan teman-teman mengisi waktu saat puasa.
Namun, usahaku gagal. Aku pun menyerah. Dengan nanar, kubiarkan celana pendekku hanyut dibawa aliran sungai.
Akhirnya satu per satu teman sekolahku naik. Mereka pun mengajak pulang. Sementara aku masih berendam sendirian di sungai bagian pinggir.
Tak lama kemudian anak-anak kelas 3 SD itu pun terbahak-bahak mendengar ceritaku. Demikian halnya denganku.
Mereka menawarkan bantuan, tetapi aku justru meminta mereka pulang duluan. Saat benar-benar telah sepi. Aku pun bergegas naik. Kuraih kausku dan mengubahnya menjadi celana.
"Aman," pikirku.
Aku pun bergegas mengayuh sepeda mini menyusul teman-temanku. Tepat saat sampai di rumah, waktu berbuka pun tiba.
2. Hampir Pingsan Saat Tarawih
Menginjak kelas 4 SD, aku semakin rajin salat tarawih berjamaah di musala kampung sebelah. Namun, malam itu ada yang berbeda.
Saat baru mulai salat tarawih, mendadak kepalaku pusing. Mata pun berkunang-kunang. Aku membatalkan salat dan memutuskan rebahan.
Beberapa saat kemudian aku berusaha mengingat-ingat penyebabnya. Akhirnya ketemu juga. Ternyata penyebabnya adalah saat berbuka aku kebanyakan minum es tapai singkong.
3. Kena Prank
Saat kelas 6 aku dan beberapa keponakan sedang menunggu azan Magrib. Kebetulan waktu itu sudah puasa penuh seharian. Setelah capek seharian bermain, menunggu waktu berbuka adalah hal luar biasa.
Aku bersama keponakanku pun duduk mengelilingi hidangan sederhana. Seperti biasa kami ditemani suara radio transistor yang menggunakan daya dari baterai.
Sayangnya, belum selesai orang mengaji, radio itu kehabisan baterai. Sesaat setelahnya terdengar suara azan. Suara itu sangat dekat. Kami pun bergegas mengambil minuman. Seteguk air pun membasahi tenggorokan.
Namun, belum sempat menyantap hidangan utama, terdengar tawa di depan pintu. Ternyata yang mengumandangkan azan itu adalah tetanggaku.
Dia datang mau minta minyak untuk lampu. Beruntung tidak lama kemudian azan Magrib yang sesungguhnya pun tiba. Kami tertawa demi mengingat semuanya.
4. Tragedi Hidung Gosong
Takbir keliling kampung baru saja selesai. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Dengan obor di tangan, kami menyusuri jalanan. Kami pun berpisah jalan.
Aku akhirnya tiba di rumah. Sontak seisi rumah terbahak. Mereka menunjuk ke arah hidungku.
Aku pun bergegas menuju lemari kaca. Di sana aku seperti tidak mengenali diriku sendiri. Hidungku gosong terkena asap obor.
Sampai kini nostalgia itu masih tersimpan rapi dalam memori. Kembali bersemi ketika menerjemahkan ingatan menjadi tulisan ini. Nostalgia saat bulan ramadan yang membuat cengar-cengir sendiri saat menuliskannya.