Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Penulis

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Keberagaman Ramadan, Kecerdasan, dan Semarak

30 Mei 2019   22:59 Diperbarui: 30 Mei 2019   23:28 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keberagaman Ramadan, Kecerdasan, dan Semarak
acara buka puasa di halaman vihara (dokpri)

Kebersamaan itu menyenangkan. Allah pun menciptakan berbedaan dengan tujuan agar manusia saling kenal. Ribuan suku-bangsa dan bahasa di dunia ini. kaerna itu untuk mengetaui dan saling berempati diperlukan perjuangan mengetahui dan memahami pihak lain.

Ungkapan lama menyebutkan, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Lidi yang disatukan bermanfaat untuk sapu, untuk alat membersihkan sampah dan guguran daun. Ketika ikatannya putus maka tidak bermanfaat lagi.

Hal-hal sederhana di atas menjadi sulit dipahami olehorang-orang yang punya kepentingan tertentu semangat Ramadan.

Kebersamaan dan Keakhiratan

Kebersaman sangat bermanfaat untuk saling membantu, saling dukung, daling mengingatkan. Untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan jumlah orang lebih banyak dapat diselesaikan dengan lebih baik dan cepat. Demikian pun sebaliknya.

Bahkan dalam berbangsa dan bernegara adanya kebersamaan membuat ketahanan sosial-ekonomi dan keamanan lebih kuat

Demikian pun selalu ada batas yang nyata. Dalam Islam ada penggalan ayat yang terjemahannya: bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Karena agama seseorang menunjukan hampir keselurahan orang itu. Tidak akan tecampur stu orang dengan orang yang lain, terlebih karena beda agama untuk urusan keakhiratan.

Buka Bersama

Buka bersama bukan sebuah ritual. Oleh karena itu dapat diikuti umat berbagai agama. Dan kesempatan itu digunakan oleh institusi maupun organisasi, bahkan perseorangan, untuk lebih menjalin keakraban dan kerjasama.

Bagi muslim, acara itu berguna untuk syiar, terutama juga untuk memberi pemahaman bahwa berpuasa sebulan bukan hanya merupakan perjalaan spiritual, tetapi juga perilaku keduniaan. Karena berpuasa berarti menahan diri dari semua keinginan (yang tidak selalu baik), berpuasa juga menambah ketahanan tubuh dan membuat lebih sehat.  Bagi nonmuslim untuk menunjukkan rasa peduli dan kebersamaan kepada sesama warga bangsa.

Satu Keluarga Beda Agama

Bukan hanya teman sekolah/kuliah, rekan kerja atau tetangga, yang berbeda agama. Dalam sebuah rumah pun hal demikian tak jarang terjadi. Orangtua, anak-mantu, anak-anak, paman/bibi, kakek/nenek, serta orang lain yang ada dalam satu rumah (keluarga besar) dapat saja dalam keadaan saling beda agama.

Pilihan akan kepercayaan yang berbeda itu betapapun menumbuhkan persoalan. Tetapi bila sejak awal dapat dikelola dengan baik, maka persoalan seberat apapun dapat diinimalkan.

Ramadan menjadi salah satu ajang pemersatu. Untuk saling menenggang dan berempati, bahkan saling bantu untuk berbagai urusan rumah-tangga: memasak, mencuci hingga menseterika, merawat rumah, dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Berkah Ramadan

Berkah bulan suci Ramadan ternyata dirasakan oleh semua umat. Ramadan berarti  makanan yang lebih banyak, lebih baik. Termasuk sandang dan berbagai keperluan lain. Serta berbagai kebutuhan lain: transportasi, komunikasi, dan lainnya. Dalam persoalan ekonomi itu berbagai etnis di tanah air nonmuslim berperan besar untuk memenuhi kebutuhan muslim.

Bila harus dipilah-pilahan, bila kemudian muncul saling curiga dan kebencian, banyak kerugian yang bakal dialami bangsa ini.

Hal lain. Belum lama ini penulis membaca berbuatan baik yang menjadi viral. Seorang warga memesan makanan via ojek online, dan sudah dibayar lunas. Dan betapa terkejutnya si driver ojol setelah mengetahui bahwa makanan yang akan diantarakannya itu justru diberikan kepadanya.

Si driver ojol mengucapkan terima kasih, dan mendoakan agar si pemesan makanan puasanya diterima Allah. Ternyata si pemesan makanan umat agama lain.

Wujud Bertoleransi

Sempat terjadi polemik dan saling menyalahkan.membenarkan diantara umat Islam mengenai ucapan hari raya agama lain. Ada yang bersikeras, penguacapan itu sebagai bentuk mengakui kebenaran agama lain (selain agama sendiri), dan itu dianggap sebagai murtad (minimal berkuang keimnanannya, bahkan musrik karena menyekutukan Allah). Namun, ada yang tetap pada pendirian bahwa itu urusan amaliah keduniawian. Tidak ada kaitannya dengan akidah.

Dengan tetap saling mengucapkan selamat hari raya atau perinatan hari tertentu niscaya jalinan serta rajutan keindonesiaan niscaya makin kuat. Tidak gampang dipecah belah, dan disekat-sekat untuk tujuan politis maupun sosial-ekonomi tertentu.

Tahun 1440 Hijriah ini umat Islam bersyukur karena tidak ada perbedaan awal puasa, dan insya Allah tidak beda pula penentuan 1 Syawal-nya, atau hari raya Idul Fitri. Selama ini beda tanggal mulai Ramadan maupun Idul Fitri selalu dibesar-besarkan oleh media. Tentu hal demikian sangat tidak baik, dan tidak mendukung program pesatuan dan kesatuan mapun ketahanan bangsa. Hal terakhir ini juga berarti membuka diri terhadap pengaruh budaya negeri lain, sehingga berpotensi menggerus keindonesiaan yang selam ini diperjuangkan oleh par parahlawan an para pendahulu negeri ini.

Jauhi yang Merusak

Terorisme, betapapun bernuansa Islam, sebenarnya bukanlah pandangan umum umat Islam secara keseluruhan. Segenap warga bangsa pun mengutuk tindak kejahatan lintas negara itu. Namun, terorisme kemudian mendapat kawan seiring, yaitu sikap-pemikiran dan perilaku radikal dengan landasan agama. Seolah-olah apapun yang berbeda harus dibasmi,  dimusnahkan.

Teroris dapat berada di mana-mana, menyusup dan bersembunyi sebelum memperlihatkan aksi kejamnya. Aksi kejam itu tampak antara lain dalam rusuh 21-22 Mei 2019 pada beberapa wilayah di Jakarta beberapa waktu lalu.

Pemikiran sikap terorisme agaknya mudah juga menyusup pada orang-orang yang memiliki penyakit hati (isi, dengki, benci, dan dendam) sehingga membenci apa saja yang ingin mereka benci, bahkan pada diri sendiri. Karena benci pada diri sendiri yang sedemikian besar (menurut ukuran umum) maka ada sejumlah orang bunuh diri semata untuk mebunuh orang lain.

Hal-hal yang tidak Pantas

Ramadan itu bulan suci, tetapi perbuatan umat yang menjalaninya tidak selalu selaras dengan ketentuan agama yang ada. Pada acara 'sahur on the road' misalnya, dimanfaatkan para pelakunya untuk kebut-kebutan dan bahkan tawuran sehingga membawa korban luka/jiwa beberapa kali terjadi.

Sementara itu ada beberapa tayangan variety show bertema Ramadan yang isinya tidak mencerminkan keislaman (joget-joget, dialog menyerempet mesum). Hal itu membuat MUI dan KPI sepakat tahun depan berupaya meniadakan acara serupa.  

Meraih Aneka Kecerdasan

Ibadah puasa seharusnya berakhir dengan pencerminan semua sifat Allahkecuali sifat Ketuhanan-Nyadalam kepribadian seseorang. Karena berpuasa merupakan upaya meneladani sifat-sifat Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia sebagai makhluk.

Quraish Shihab menyebut, "Dengan upaya meneladani sifat-sifat Tuhan, seorang yang berpuasa melatih dan mendidik dirinya untuk meraih aneka kecerdasan, melalui potensi--potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia adalah kecerdasan intelektual, spiritual, dan emosional." www.liputan6.com

*

Nah, itu saja. Keberagaman betapapun berdimensi sangat luas.  Selain hal-hal buruk dan tidak semestinya, kesemarakan Ramadan sangat terasa pada semua lapisan masyarakat. Lupakan PIlpres dengan segenap drama dan sinetronnya, dimulai dari drama jenderal kardus, sinetron oplas, reportase tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos, dan banyak lagi.

Semangat keberagaman harus terus dipupuk, dirawat, dan ditumbuhkan di bawah naungan NKRI. Biarlah para perusuh, teroris, radikalis, dan para penebar kebencian menjadi urusan para penegak hukum. Apapun kendalanya Ramadan tahun ini selayaknya lebih semarak. *** 30 Mei 2019

Gambar

Tarik Tunai Tanpa Kartu, Mudik 

Aman, Nyaman, dan #DibikinSimpel Mudik

Tiga Tokoh Agama, Pengobatan-Humor-Hadits    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun