Refleksi Ramadan 2023 Untuk Target Ramadan 2024
Refleksi Kekosongan Jiwa
I'tikaf menurut Saya adalah ibadah untuk merefleksi keadaan jiwa kita selama kita hidup. Jika jiwa kita bersih dan tenang maka i'tikaf adalah ibadah yang menyenangkan dan dimudahkan pengerjaannya. Sebaliknya, kalau jiwa kita kotor maka i'tikaf menjadi ibadah yang paling berat dan sangat berat untuk dikerjakan.
Itulah pelajaran utama yang Saya petik dari pengalaman mengikuti i'tikaf di masjid kompleks. I'tikaf terlihat standar saja kegiatannya, yaitu datang ke masjid lalu baca Quran, shalat, dan duduk sambil berzikir. Itu bisa dilakukan secara terus-menerus, bisa juga diselingi dengan istirahat atau tidur sejenak di atas karpet masjid. Ta'mir di komplek kami mulai membuka kegiatan i'tikaf di masjid pada malam ke-21 hingga Ramadan selesai.
Malam itu menjadi malam pertama yang paling berat dalam perjalanan spiritual menuju i'tikaf. Tubuh yang menjadi sarang bagi jiwa, pikiran, dan iman paling berat menghadapi ujian-ujian tak terduga yang bisa melemahkan motivasi beribadah. Mata yang biasanya selalu segar untuk melakukan kegiatan malam hari tiba-tiba redup di malam ke-21 Ramadan.
Keputusan untuk i'tikaf sudah mantap sekali malam itu. Semua persiapan untuk ke masjid sudah dilakukan. Baju koko, sarung, dan kopiah sudah menempel semua di posisiya masing-masing. Anehnya, untuk mengambil langkah keluar dari rumah malam itu rasanya berat sekali. Mata tiba-tiba terasa ngantuk yang sangat berat. Kalau diikuti pasti langsung nyenyak begitu kepala mendarat di bantal.
Ngantuk ini sudah mulai menyerang dari jam 10 malam, sebelum Saya mempersiapkan diri. Makin malam mata ini semakin berat untuk dibuka. Padahal, malam-malam sebelumnya mata ini masih kuat untuk menahan beban kerja seperti membaca, menatap layar gawai, menonton televisi. Malam itu, jangankan membaca, sekadar membuka untuk melihat keadaan di sekitar saja sudah tidak kuat.
Untuk mengusir kantuk yang terus menggelayut di mata, Saya langsung bersiap-siap untuk segera berangkat ke masjid. Godaan lain untuk tetap di rumah saja muncul tidak terduga. Tiba-tiba saja Saya meras kehilangan mood untuk ke masjid. Mungkin karena mata ini terlalu mengantuk, akhirnya semangat yang tadinya menggebu-gebu tiba-tiba ikutan lemas.
Saat itu mulai muncul keinginan untuk menggeser agenda i'tikaf ke malam berikutnya saja. Di satu sisi pikiran Saya bisa membenarkan karena mata memang sudah ngantuk sekali, tapi di sisi lain keinginan untuk ke masjid tetap kuat karena kalau tidak dimulai malam ini, maka rencana i'tikaf pasti gagal untuk selamanya. Dilema ini membuat posisi Saya terus terkunci di dalam rumah.
Saya memilih tetap berangkat meski jalannya agak terseok karena ngantuknya tetap nempel di mata. Perjalanan ke masjid dibawa santai aja mengikuti kondisi mata yang sayu. Tiba di masjid, emosi jiwa tiba-tiba berubah drastis ketika melihat jamaah menumpuk di area wudu karena pompa air masjid mati. Tidak ada yang bisa memperbaikinya sehingga air tidak bisa mengalir dari kran. Jamaah yang mungkin tidak sempat wudu di rumah terpaksa harus menunggu dulu sambil antri.
Perasaan yang tadinya biasa-biasa saja tiba-tiba berubah menjadi amarah yang dipendam sendiri. Emosi saya tidak langsung padam saat itu juga. Justru semakin membara setelah tiba di ruang i'tikaf. Saya benar-benar marah dan kesal ketika melihat jamaah tidur bergelimpangan di atas karpet, yang membuat ruang untuk orang-orang yang mau i'tikaf menjadi sempit.
Content Competition Selengkapnya
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Ketemu di Ramadan hadir kembali. Selain sebagai ajang buka puasa bersama Kompasianer, ada hal seru yang berbeda dari tahun sebelumnya. Penasaran? Tunggu informasi selengkapnya!