Nikmat Ramadan di Hari Pertama I'tikaf
Selesai wirid saya mengubah posisi tubuh saya dengan duduk bersila menghadap ke mimbar. Bibir ini mulai melantunkan satu per satu zikir-zikir yang sudah saya persiapkan untuk diamalkan selama I'tikaf. Zikir-zikir tersebut tentu mengandung puji-pujian kepada Allah tentang ke-maha-sucianNya, kebesaranNya, dan kemurahan hatiNya. Saya juga menyelipkan doa-doa permohanan ampun dari semua dosa yang telah saya kerjakan selama ini.
Selama duduk di atas sajadah saya tidak henti-hentinya mendawamkan semua kebaikan dan kemurahan hati Allah terhadap kita sebagai hambaNya yang paling mulia. Saya membisikkan kalimat-kalimat permohonan agar Allah senantiasa menuntun perjalanan hidupKu, dan menerima amalan I'tikaf ini sebagai kebaikan bagi diri saya, keluarga saya, hingga seluruh isi alam semesta ini.
Berapa banyak zikir dan doa yang sudah saya panjatkan kepada Allah dari atas sajadah saya malam itu saya tidak tahu. Berapa lama waktu yang saya habiskan untuk semua ini saya tidak peduli. Saya masih tetap ingin bercengkerama dengan diri sendiri melintasi waktu bersama I'tikaf. Tapi mata ini mulai berat, dan sepertinya tidak kuat menahan kantuk yang datang secara mendadak.
Melawan Ngantuk
Saya berusaha untuk melawan rasa yang sudah mulai mengganggu fokus dan konsentrasi pikiran. Saya tinggikan volume suara agar bisa terdengar di kuping sendiri untuk mendapatkan kembali fokus dan konsentrasi yang mulai buyar tadi. Hanya beberapa saat trik ini berhasil memulihkan konsentrasi saya. Dan akhirnya, tubuh ini sudah dikuasai oleh ngantuk yang semakin lama semakin menjadi.
Saya sendiri sulit lagi untuk merasakan situasi tubuh saat itu, apakah nimat karena larut dalam kekhusyukan zikir dan doa atau justru lemas karena dikuasai oleh ngantuk. Saya sadar ada zikir dan doa yang keluar dari mulut yang sering salah lafaznya, tapi perasaan ngantuk membuat saya tidak bisa untuk mengubahnya. Saya tetap terus lanjutkan zikir-zikir dengan lafaz yang terbata-bata.
Beberapa saat kemudian saya nyerah kepada ngantuk. Saya hentikan mulut ini berzikir dan berdoa untuk sementara waktu. Saya gulung pelan-pelan sajadah yang terbentang sehingga menjadi tebal. Saya letakkan sajadah itu agak jauh ke depan sembari memutar posisi badan berlawanan dengan sajadah.
Saya pun meletakkan kepala di atasnya. Saya rebahkan badan ini untuk beristirahat sejenak. Saya memahami ternyata rasa ngantuk adalah sinyal bahwa badan saya tidak kuat untuk melakukan ibadah ini non-stop. Semakin kuat rasa ngantuk menggelayut di mata semakin jelas sinyalnya, saya harus istirahat sejenak dari ibadah Ramadan yang tergolong berat ini.
Mata mulai terpejam, tapi kuping masih menangkap dengan jelas lantunan ayat-ayat suci al Quran yang suaranya semakin ramai. Pikiran saya terbang entah ke mana, pergi bersama dengan ayat-ayat yang saya dengar. Saya terlelap untuk beberapa saat. Saya terbangun setelah terusik oleh panggilan alam yang memaksa saya harus bangun dan keluar dari masjid untuk menunaikannya.
Saya sudah duduk kembali di atas sajadah setelah berwudu akibat panggilan alam tadi. Kali ini agenda I'tikafnya adalah membaca al Quran yang sudah saya siapkan sejak pertama kali masuk ke masjid. Saya membuka lembaran-demi lembaran kitab suci ini untuk mencari surat terakhir yang saya baca sebelum berangkat.