Sultani
Sultani Freelancer

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Nikmat Ramadan di Hari Pertama I'tikaf

3 April 2024   07:09 Diperbarui: 3 April 2024   07:11 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nikmat Ramadan di Hari Pertama I'tikaf
Ilustrasi suasana larut dalam nikmatnya I'tikaf (Sumber: Indonesiana.id)

Nikmat Ramadan di Hari Pertama I'tikaf

Oleh: Sultani 

Sayup-sayup suara orang mengaji masih terngiang bersahutan di telinga saya ketika memasuki ruang masjid untuk shalat Duhur siang tadi. Suara-suara itu datang silih berganti. Kadang terdengar jelas ayat per ayat, kadang hanya samar-samar dari kejauhan. Lagu dan irama tajwidnya pun masih terekam dengan jelas hingga siang ini.

Suara orang-orang mengaji yang muncul dalam memori saya merupakan sisa-sisa dari indahnya I'tikaf yang saya alami semalam di masjid kompleks tempat tinggal kami. Semalam, tepatnya tanggal 31 Maret 2024 merupakan malam ke-21 Ramadan, atau malam pertama dari 10 hari terakhir. Hari itu juga menjadi hari pertama penyelenggaraan I'tikaf di masjid kami.

Malam pertama I'tikaf ini saya sambut dengan persiapan yang berlapis, mulai dengan resolusi Ramadan 2024 hingga persiapan fisik saat-saat hendak berangkat ke masjid pada hari H. Pada 31 Maret, ba'da Ashar merupakan saat-saat terpenting dalam persiapan menjelang I'tikaf pertama Ramadan 1445 H.

Saya mulai dengan persiapan takjil berupa makanan yang mengandung energi untuk menghindari rasa ngantuk setelah berbuka. Saya hanya persiapkan kurma dan buah-buahan berserat tinggi. Gorengan dan makanan manis seperti kolak dan kue-kue manis saya batasi saja. Ketika berbuka saya awali dengan kurma 3 biji kemudian disusul dengan kolak pisang secukupnya. Minumnya teh manis anget ditambah air putih. Dilanjut dengan shalat Maghrib berjamaah di masjid.

Setelah Maghrib kondisi fisik benar-benar dijaga dengan menahan diri untuk makan malam dulu, karena masih kenyang. Sebagai gantinya saya isi dengan tadarusan sampai Isya. Ketika azan Isya berkumandang hati serasa sejuk, karena saat-saat I'tikaf rasanya semakin dekat saja. Shalat Isya saya kerjakan di masjid, dilanjut dengan shalat tarawih dan witir. Selesainya jam 8 lewat.

Saya sudah menetapkan waktu berangkat ke masjid tepat pukul 00:00 atau jam 12 malam. Setelah Isya saya masih punya waktu sekitar 4 jam. Sisa waktu tersebut saya isi dengan tidur sejenak, ngemil, melanjutkan tadarus, dan mandi. Aktivitas ini bisa mengusir rasa ngatuk dan membuat badan terasa fit.

Jam 12 lewat sedikit langsung wudhu. Saya keluar dari rumah dengan mengenakan baju koko, sarung, kopiah, sambil menenteng sajadah. Tidak lupa mengenakan jam tangan, dan membawa jaket untuk berjaga-jaga kalau AC dalam ruangan masjid terlalu dingin. Semua persiapan yang saya lakukan malam itu sebetulnya sudah menjadi agenda persiapan yang saya refleksikan dari Ramadan tahun lalu

Baca juga:

Refleksi Ramadan 2023 Untuk Target Ramadan 2024

Di bawah langit malam yang gelap, saya mengatur gerak langkah pelan-pelan saja menuju masjid. Dalam gerak langkah tersebut, sensasi hati dipenuhi oleh getaran yang tak terkatakan. Hati ini terasa dipanggil oleh panggilan yang suci, membimbing saya menyusuri kegelapan  menuju terangnya cahaya keberkahan. Inilah perjalanan pertama yang menggetarkan, sebuah panggilan suci untuk menemukan makna yang mendalam dalamIi'tikaf Ramadan tahun ini.

Kemantapan hati ini harus dijaga terus agar tujuan mencapai kekhusyukan bisa digapai dalam I'tikaf malam itu. Saya benar-benar pastikan suasana hati ini tetap terjaga setelah melepas sandal di tempat "batas suci" lalu menuju ke ruang untuk I'tikaf. Di sini saya lolos karena tidak ada peristiwa aneh yang saya temui. Langkah saya semakin mantap dan Alhamdulillah aman dan lancar hingga ke tempat I'tikaf.

Antara Khusyuk dan Ngantuk

Saya melangkah mantap di dalam ruang I'tikaf ketika melihat ruang ini masih luas. Ada beberapa jamaah pria yang sudah terlihat larut dalam kekhusyukan membaca al Quran. Mereka duduk berpencar sehingga menyisakan banyak ruang kosong di antaranya. Sementara anak-anak dan jamaah yang tidur dipusatkan di shaf belakang dekat pembatas jamaah laki-laki dan perempuan.

Ilustrasi I'tikaf di masjid pada malam Ramadan (Sumber: Detik.com)
Ilustrasi I'tikaf di masjid pada malam Ramadan (Sumber: Detik.com)

Saya melangkah maju melewati dua jamaah yang sedang tadarus, dan berhenti persis di belakang mihrab. Saya bentangkan sajadah di hadapan mimbar yang berada di sebelah kanan mihrab. Saya kemudian mengambil al Quran dan penyanggahnya di almari dan menaruhnya persis di sebelah kanan sajadah.

Saya langsung berdiri di ujung sajadah dan menghadap kiblat kemudian berniat dilanjutkan dengan takbiratul ihram untuk menunaikan salat sunah tahiyatul masjid dua rakaat. Dalam salat tersebut suasana hati saya mengharu biru membayangkan semua rencana dan persiapan yang sudah saya lakukan jauh-jauh hari dan Alhamdulillah terwujud. Selama salat, telinga ini tidak henti-hentinya mendengarkan suara-suara lantunan ayat-ayat suci yang didaraskan dengan keras oleh para jamaah tadi.

Baca juga:

Membangun Toleransi Lewat Zikir dan Refleksi dalam I'tikaf

Saya larut dalam keheningan malam bersama dengan bacaan-bacaan shalat dan ayat-ayat al Quran yang mengalun di dalam masjid. Setiap gerak rukun salat saya tunaikan dengan tertib hingga rakaat kedua berakhir dengan salam. Saya tetap duduk di atas sajadah sambil melantunkan wirid-wirid setelah salat. Kegiatan I'tikaf malam itu saya mulai dari sini.

Selesai wirid saya mengubah posisi tubuh saya dengan duduk bersila menghadap ke mimbar. Bibir ini mulai melantunkan satu per satu zikir-zikir yang sudah saya persiapkan untuk diamalkan selama I'tikaf. Zikir-zikir tersebut tentu mengandung puji-pujian kepada Allah tentang ke-maha-sucianNya, kebesaranNya, dan kemurahan hatiNya. Saya juga menyelipkan doa-doa permohanan ampun dari semua dosa yang telah saya kerjakan selama ini.

Selama duduk di atas sajadah saya tidak henti-hentinya mendawamkan semua kebaikan dan kemurahan hati Allah terhadap kita sebagai hambaNya yang paling mulia. Saya membisikkan kalimat-kalimat permohonan agar Allah senantiasa menuntun perjalanan hidupKu, dan menerima amalan I'tikaf ini sebagai kebaikan bagi diri saya, keluarga saya, hingga seluruh isi alam semesta ini.

Berapa banyak zikir dan doa yang sudah saya panjatkan kepada Allah dari atas sajadah saya malam itu saya tidak tahu. Berapa lama waktu yang saya habiskan untuk semua ini saya tidak peduli. Saya masih tetap ingin bercengkerama dengan diri sendiri melintasi waktu bersama I'tikaf. Tapi mata ini mulai berat, dan sepertinya tidak kuat menahan kantuk yang datang secara mendadak.

Melawan Ngantuk

Saya berusaha untuk melawan rasa yang sudah mulai mengganggu fokus dan konsentrasi pikiran. Saya tinggikan volume suara agar bisa terdengar di kuping sendiri untuk mendapatkan kembali fokus dan konsentrasi yang mulai buyar tadi. Hanya beberapa saat trik ini berhasil memulihkan konsentrasi saya. Dan akhirnya, tubuh ini sudah dikuasai oleh ngantuk yang semakin lama semakin menjadi.

Saya sendiri sulit lagi untuk merasakan situasi tubuh saat itu, apakah nimat karena larut dalam kekhusyukan zikir dan doa atau justru lemas karena dikuasai oleh ngantuk. Saya sadar ada zikir dan doa yang keluar dari mulut yang sering salah lafaznya, tapi perasaan ngantuk membuat saya tidak bisa untuk mengubahnya. Saya tetap terus lanjutkan zikir-zikir dengan lafaz yang terbata-bata.

Beberapa saat kemudian saya nyerah kepada ngantuk. Saya hentikan mulut ini berzikir dan berdoa untuk sementara waktu. Saya gulung pelan-pelan sajadah yang terbentang sehingga menjadi tebal. Saya letakkan sajadah itu agak jauh ke depan sembari memutar posisi badan berlawanan dengan sajadah.

Saya pun meletakkan kepala di atasnya. Saya rebahkan badan ini untuk beristirahat sejenak. Saya memahami ternyata rasa ngantuk adalah sinyal bahwa badan saya tidak kuat untuk melakukan ibadah ini non-stop. Semakin kuat rasa ngantuk menggelayut di mata semakin jelas sinyalnya, saya harus istirahat sejenak dari ibadah Ramadan yang tergolong berat ini.

Ilustrasi melawan ngantuk (Sumber: Kumparan.com)
Ilustrasi melawan ngantuk (Sumber: Kumparan.com)

Mata mulai terpejam, tapi kuping masih menangkap dengan jelas lantunan ayat-ayat suci al Quran yang suaranya semakin ramai. Pikiran saya terbang entah ke mana, pergi  bersama dengan ayat-ayat yang saya dengar. Saya terlelap untuk beberapa saat. Saya terbangun setelah terusik oleh panggilan alam yang memaksa saya harus bangun dan keluar dari masjid untuk menunaikannya.

Saya sudah duduk kembali di atas sajadah setelah berwudu akibat panggilan alam tadi. Kali ini agenda I'tikafnya adalah membaca al Quran yang sudah saya siapkan sejak pertama kali masuk ke masjid. Saya membuka lembaran-demi lembaran kitab suci ini untuk mencari surat terakhir yang saya baca sebelum berangkat.

Ayat demi ayat saya lantunkan dari atas sajadah dengan suara yang merdu. Saya coba untuk memahami dan merespons pada bagian-bagian dari setiap ayat yang saya mengerti maksudnya. Ketika ayat tersebut membicarakan tentang sifat Allah yang suci saya pun bertasbih mengucapkan subhanallah dengan suara yang lirih. Ketika sampai pada ayat yang memuji Allah, saya pun mengucapkan alhamdulillah.

Semakin lama ucapan-ucapan tersebut keluar secara spontan sehingga membuat bacaan al Quran malam itu menjadi sangat bermakna. Saya mencoba berdialog dengan Allah sang pencipta melalui semua firmanNya yang saya baca malam itu. Tanpa terasa 6 lembar saya lewati. Saya berhenti dan menutup al Quran untuk melanjutkan agenda I'tikaf yang lain, yaitu qiyamu lail atau shalat malam.

Waktu sudah menjukkan jam 2:30 dini hari ketika saya mulai berdiri dan menunaikan shalat malam tersebut. Dua rakaat pertama berlangsung lancar, disusul dengan dua rakaat yang kedua. Alhamdulillah, qiyamu lail bisa dikerjakan dengan lancar meski mata ini sudah mulai diserang ngantuk lagi.

Saya tutup shalat malam dengan beberapa zikir harian yang bisa bermanfaat untuk memperlancar aktivitas harian esok hari. Setelah itu saya putuskan untuk tidur sebentar sebelum melanjutkan shalat malam berjamaah pada jam 3:00, sebagai acara puncak dari program I'tikaf di masjid ini.

Karena setelah shalat malam berjamaah ini selesai sebagian jamaah akan langsung bubar dari masjid dan pulang ke rumah masing-masing. Sebagiannya lagi tetap tinggal untuk sahur bareng di masjid. Saya melangkah keluar dari barisan jamaah lalu meninggalkan masjid dengan perasaan lega dan bahagia karena telah berhasil mengalahkan ego sendiri.

Lega karena saya ternyata berhasil mewujudkan rencana untuk I'tikaf yang sudah disiapkan sejak Ramadan tahun lalu. Bahagia karena dalam I'tikaf kali ini saya bisa melewatinya dengan tenang, tertib, dan khusyuk meskipun selalu dihadang oleh rasa ngantuk yang datang silih berganti. Inilah yang saya sebut nikmat Ramadan di hari pertama I'tikaf

Depok, 3 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun