susilo ahmadi
susilo ahmadi Wiraswasta

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Mudik yang Membawa Suka Duka

2 Juni 2019   06:54 Diperbarui: 2 Juni 2019   07:11 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudik yang Membawa Suka Duka
sumber: fashiontrenddigest.com

Sukanya? Jelas sekali bisa bertemu dengan orang tua, kerabat, dan teman-teman di kampung. Walaupun sekarang sudah ada video call dimana lawan bicara bisa saling melihat tetapi teknologi secanggih apapun takkan bisa menggantikan pertemuan langsung antar sesama manusia. 

Bahkan seandainya manusia nanti mampu menciptakan teknologi komunikasi yang bisa menghadirkan lawan bicara berupa hologram seperti pada film-film futuristik itu tetapi saya kira bertatap muka atau bertemu langsung akan tetap menjadi pilihan utama untuk berkomunikasi antar keluarga. 

Dua tahun lalu ada salah satu tetangga yang pindah domisili ke Kalimantan. Ketika masih tinggal di sini kami berdua sering kumpul-kumpul bareng. Rasanya akrab dan dekat banget bak keluarga saja. Tetapi setelah jauh kami semakin jarang berkomunikasi. 

Kami melakukan video call hanya saat lebaran tiba dan itupun cuma beberapa menit saja. Seperti ada "feel" yang hilang saat melakukan video call dimana "feel" itu hanya bisa dirasakan ketika bertemu langsung. Coba seandainya bisa bertemu langsung, mungkin kami bisa mengobrol berjam-jam tanpa lelah. 

Tradisi mudik akan tetap berlangsung hingga akhir jaman dan takkan dapat digantikan oleh apapun juga. Mudik adalah sebuah upaya bahwa kita masih memiliki "akar" di kampung halaman. Mendatangi kampung halaman ibarat memberikan "makanan" kepada akar supaya pohon keluarga terus tumbuh dan berkembang. 

Tak peduli kemacetan luar biasa di tengah jalan atau harga tiket pesawat yang selangit atau semua uang THR habis hanya untuk perjalanan mudik ini, semua orang akan terus merawat tradisi spesial ini.

Dukanya? Sudah jelas macet, perjalanan yang melelahkan, dan biaya yang tinggi. Sementara itu di kampung kadang kita menjumpai orang-orang tercinta yang sudah tidak bisa kita temui lagi karena telah tiada. Atau ada kerabat yang masih bisa dijumpai tetapi dalam keadaan sakit keras. 

Adapula kerabat yang dulu kaya mendadak jatuh miskin. Saya memiliki kisah salah kerabat sebut saja mbah S. Mbah S ini dulu adalah orang kaya. Walaupun sudah berumur tetapi wajahnya masih cantik menarik. Orang-orang di kampung sampai-sampai menyebutnya nyonya Belanda. 

Akan tetapi rupa-rupanya biduk rumah tangga mereka akhirnya kandas. Sang suami selingkuh meninggalkannya. Mbah S akhirnya tinggal dan merawat keempat anaknya. Setelah semua anaknya berkeluarga dan tinggal bersama-sama dengan pasangannya, mbah S pun hidup sendirian. 

Di usianya yang semakin senja dia hidup dari memijat tetapi sayangnya kesehatannya semakin memburuk. Dia menjadi pikun dan sering berjalan kemana-mana tak tentu arah selama berhari-hari. Waktu terakhir saya mengunjungi rumahnya, masyaallah, saya hanya bisa mengelus dada. 

Saat itu saya datang malam-malam dan saya cukup kesulitan mencari rumahnya (karena memang sudah lama tak pernah datang ke situ). Rumahnya adalah satu-satunya yang tidak memiliki penerangan listrik di gang itu. Dari jauh hanya terlihat sosok bangunan hitam gelap. 

Saya hanya memanfaatkan lampu motor sebagai penerangan untuk bisa masuk ke dalam gerbang rusak di depan rumahnya. Perlahan-lahan saya arahkan senter di dalam ponsel untuk menerangi beranda rumahnya. Sebuah bangunan tua penuh dengan sarang laba-laba dan debu seperti sudah lama sekali tak ditinggali. 

Saya hanya berpikir apakah saya sudah salah masuk rumah? Akan tetapi jika melihat sekilas bentuk bangunannya saya yakin tak salah. Perlahan saya buka pintu gerbang lalu berjalan mendekat ke pintu. Di dalam rumah gelap sekali. Saya pun langsung mengetuk pintu berharap ada yang menyahut. 

Akhirnya saya coba panggil-panggil namanya keras-keras. Hampir 10 menit tak ada jawaban. Saya intip lewat kaca ke dalam dan dengan bantuan senter ponsel terlihat di dalam begitu gelap bak rumah hantu. Saya pun nekad membuka pintu rumah dan berharap tidak dianggap maling oleh tetangga yang mungkin sedang menyaksikannya.

Sampai di dalam ruang tamu saya baru tahu jika saya memang sedang berada di dalam rumah hantu! Semua perabot seperti lama sudah tidak disentuh manusia, penuh dengan debu tebal. Berbagai lukisan dan pernak-pernik di dinding seolah semakin menambah seram suasana di situ. 

Saya coba memotret dengan kamera hape walau saya tahu itu juga tak ada gunanya karena kondisi sudah demikian low lightnya (benar memang hasil fotonya kemudian tidak ada apapun yang bisa terlihat walaupun sudah saya edit berkali-kali). Mungkin kalau pakai kamera pro dengan lampu flash masih bisa didapatkan gambar yang bagus. Beberapa kamarnya sudah tidak memiliki pintu lagi. 

Di dalamnya ada kasur yang sudah terlipat. Jadi ingat game Slendrina, kurang lebih seperti itulah rumahnya. Berlama-lama di rumah horor begitu benar-benar tidak menyenangkan sehingga saya cepat-cepat melangkahkan kaki berjalan keluar rumah. 

Keesokan harinya saya mencoba mengumpulkan berbagai informasi mengenai keberadaan mbah S ini. Ada yang mengatakan jika beliau sudah lama dibawa jauh oleh salah satu putrinya. Inilah salah satu kisah mudik yang ada nuansa dukanya dulu.

Duka lainnya saat mudik adalah jika diberi pertanyaan yang sukar dijawab. Kalau masih jomblo dulu terornya sudah jelas, kapan nikah. Begitu udah bawa pasangan, kapan punya momongan. Begitu udah punya si kecil, masih adalagi yang tanya kapan bikin momongan lagi. 

Emang momongan itu kayak kue lebaran aja kali ya? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan serupa itu yang agak menyebalkan. Akan tetapi bagi saya pribadi tak perlu marah menanggapinya karena lebaran adalah hari yang baik yang sungguh tak layak bila diisi dengan sesuatu yang tak baik. 

Mending mulut ini dijejalin banyak kue saja supaya ada alasan untuk tidak cepat-cepat menjawabnya. Yang kurang menyenangkan lagi saat mudik adalah jika sudah jauh-jauh bersilaturahmi tetapi ternyata si tuan rumah kurang peduli atau ramah dengan tamu-tamunya. Kalau sudah begini biasanya saya lebih suka buru-buru kabur saja.

Yang terakhir adalah suasana di jalan kampung halaman yang padat. Untuk menyeberang jalan saja kadang butuh waktu 15 menit. Sering sekali terjadi kecelakaan. Tahun lalu saja seingat saya ada 4 kali kejadian kecelakaan lalu lintas yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri. 

Sebenarnya bukan masalah jika lalu lintas padat, tetapi kelakuan para pengendara yang tidak mau tertib itulah yang menjadi persoalan besar. Pengendara-pengendara yang suka serobot kanan kiri, zig zag, ataupun melawan arus benar-benar harus diwaspadai. Kalau tidak maka kita akan menjadi korban ulah ceroboh mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun