Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Dosen

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Toleransi Itu Bikin Hidup Lebih Seru dan Penuh Warna, Ini Cerita Hidupku!

31 Maret 2024   05:10 Diperbarui: 31 Maret 2024   16:06 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi Itu Bikin Hidup Lebih Seru dan Penuh Warna, Ini Cerita Hidupku!
Ilustrasi menanamkan toleransi beragama sejak kecil. (Sumber: uinsgd.ac.id)

Toleransi itu kayak bumbu paling penting di resep kehidupan kita sehari-hari, guys

Dari jaman SD di Kertosono, Nganjuk, aku udah punya teman satu beda background agama. 

Cerita aku dimulai pas SD di Muhammadiyah, ada temen aku, Ana, cewek kristen yang ikut ngaji dan salat bareng kita, karena ikut semua pelajaran agama Islam yang ada. 

Meski sekarang udah lost contact, tapi momen itu bener-bener ngingetin aku bahwa toleransi itu dimulai dari yang kecil-kecil, dari kita sendiri.

Naik SMP, aku masuk kelas yang diversity-nya kentara banget. 

Meskipun aku tipikal yang easy forget, tapi sosial media kayak Facebook itu jadi jembatan buat kita tetep connected

Ngeliat status dan foto-foto dari temen-temen aku yang sekarang ada yang jadi pendeta sampe yang jago fotografi, itu somehow bikin aku bangga punya circle yang warna-warni. 

Bahkan pas ada reuni atau halal bihalal, mereka tuh yang paling semangat ikutan dan malah jadi fotografer kita.

Pas SMA aku di sekolah Islam, jadi nggak terlalu ngerasain diversity kayak sebelum-sebelumnya. 

Tapi, pas kuliah di PENS, Surabaya, aku kembali lagi ke lingkungan yang beragam agama.

Kita saling respect dan menghargai, dan itu yang bikin pergaulan kita makin kaya.

Pas kuliah S2, ada tiga temen dari 15 orang yang berbeda agama, nggak ada sesuatu cerita toleransi karena aku sibuk banget kerja waktu itu.

Nah, pas kuliah S3, dari enam orang sekelas, ada dua temen cewek yang beda agama. 

Serunya itu malah mereka yang pertama kali ngajak bukber di sebuah hotel di Kota Malang. 

Aku juga punya grup WA buat temen-temen SMP dan kuliah. 

Di situ, kita bebas berinteraksi tanpa ada yang ngerasa tersinggung atau terganggu. 

Semua berjalan dengan asik, saling sapa dan ngucapin selamat di hari raya masing-masing.

Nah, dari SD sampai kuliah, cerita toleransi ini kayak ngasih liat kalau beda-beda tapi tetap satu jua. 

Pas bulan Ramadan kayak gini, temen-temen non-muslim aku waktu sekolah atau kuliah dulu, selalu penuh perhatian, nggak makan atau minum di depan kita yang lagi puasa. 

Itu loh, bentuk toleransi yang simple tapi meaningful banget.

So, intinya toleransi itu bisa dimulai dari hal kecil, dari menghargai perbedaan, dan bikin hidup kita jadi lebih berwarna. 

Di bulan Ramadan ini, yuk kita jadiin momen ini sebagai pengingat buat selalu menjunjung tinggi toleransi. 

Biar kebersamaan kita makin erat, makin asik, dan makin respect satu sama lain. 

Karena dengan toleransi, hidup ini jadi lebih warna-warni dan penuh cinta, bro and sis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun