Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.
Lebaran, "Family Outfit" yang Seragam
Oleh Tabrani Yunis
Esensi merayakan hari Raya Idul Fitri pada hakikatnya adalah merayakan kemenangan. Kemenangan melawan hawa nafsu Yang berlangsung selama satu bulan penuh. Satu bulan dalam hitungan hisab dengan melihat bulan untuk memulai dan mengakhiri, hingga penentuan kapan jatuhnya hari raya untuk memproklamirkan kemenangan tersebut.
Kemenangan yang hanya menjadi milik orang-orang yang taat menjalankan ibadah puasa Ramadan serta ibadah qiyamullail selama bulan Ramadan itu. Sebagaimana harapan surah Al-Baqarah ayat 183 yang di akhir ayat itu disebutkan dengan kalimat, Semoga menjadi umat yang bertaqwa. Laal lakum tattaqun". Begitulah idealnya.
Lalu apa yang terjadi dalam perjalanan sejarah perayaan hari raya umat Islam ini? Ada banyak sekali hal menarik atau fenomena yang selayaknya menjadi perhatian dan ulasan kita.
Fenomena dan realitas tersebut, hendaknya tidak dianggap sebagai angin lalu saja. Segala sesuatu perlu dicatat dan didokumentasikan. Ini perlu dan penting karena ketika di suatu saat kita ingin melakukan flashback, kita bisa melihat kembali catatan yang kita buat.
Maka tulisan ini dituliskan sebagai upaya melawan lupa. Sembari mengasah kemampuan mengingat perihal yangbkita saksikan dan rasakan selama perhelatan perayaan hari raya berlangsung. Ya, pendek cerita, agar tidak lupa.
Dari sekian banyak fenomena dan tealitas yang terkadang dianggap macam-macam itu, menarik kita lihat kebiasaan umat Islam dalam menghadapi prosesi hari raya, baik idul Fitri, maupun Idul Adha. Pada saat menjelang hari raya, toko-toko pakaian, bahkan mall-mall diburu oleh masyarakat Muslim untuk membeli pakaian baru.
Ya, ada kebutuhan yang sangat besar yang setiap kali hari raya harus dipenuhi oleh setiap orang atau setiap keluarga, yakni kebutuhan pakaian yang serba baru. Kebutuhan akan pakaian yang serba baru untuk merayakan hari raya tersebut, seakan-akan menjadi hal yang wajib dipenuhi.
Sangking pentingnya pakaian baru untuk hari raya, banyak keluarga yang harus berusaha dengan keras dan bahkan kalau bisa dengan berutang. Yang penting ketika di hari raya itu, semua harus pakai baju baru, celana atau rok yang baru.
Bukan hanya itu, sepatu, ikat pinggang dan sebagainya harus serba baru. Bahkan pula, di kalangan orang-orang kaya, kebutuhan akan barang baru juga meningkat, seperti kebutuhan akan mobil atau kenderaan baru. Entah apa yang membuat masyarakat kita berpikiran dan bersikap seperti itu.
Semua ini dimaksudkan agar ketika berhari raya, apakah di kota atau pun kala mudik lebaran ke kampung halaman, pakaian yang serba baru tersebut ikut menjadi pendorong semangat berhari raya.
Dalam hal membeli pakaian untuk hari raya tersebut tidak hanya berburu pakaian baru, tetapi juga pakaian-pakaian yang berkualitas, modis, new arrival, atau model terbaru, branded, dan mahal. Bahkan, tidak jarang yang ikut mengubah pola berpakaian.
Bukan saja semua hal yang disebutkan di atas, banyak pula keluarga yang suka dengan membuat outfit lebaran yang seragam, baik seragam model, seragam bahan, seragam warna dan sebagainya. Pokoknya lebaran semakin indah apabila outfit lebaran tersebut harus baru dan sebagainya.
Pertanyaan kita, apakah setiap kaii kita merayakan hari raya tersebut, semua orang harus berpakaian baru? Apakah memang Islam menganjurkan semua umatnya untuk berpakaian baru?
Tentu saja tidak. Ajaran Islam tentu tidak memberatkan umatnya dalam menjalankan ibadah dan melaksanakan ritual-ritual keagamaan. Islam mengajarkan umatnya kesederhanaan.
Dalam hal pakaian hari raya pun sebenarnya yang dianjurkan adalah pakaian pakaian terbaik, pakaian yang layak pakai, bukan pakaian baru yang mahal-mahal yang memberatkan diri.
Karena esensi merayakan hari raya bukan pada memakai baju baru, apalagi untuk memperlihatkan status sosial dan show off, itu bukan esensi merayakan hari raya. Namun, itulah selera kita, keinginan kita yang kadang kala suka berlebihan.
Lalu, apakah salah? Tentu saja tidak. Yanh penting dalam menjalani hidup dan merayakn kemenangan di idul fitri, sesuaikanlah dengan kemampuan masing-masing. Jangan sampai harus meminjam kata pepatah lama, besar pasak dari tiang. Apa yang akan terjadi bila pasak lebih besar dari tiang? Pasti sulit bukan?