Topik Irawan
Topik Irawan Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Bermain dengan Bermandikan Cahaya Bulan, Nostalgia Tak Terlupa Saat Ramadan

2 April 2023   10:31 Diperbarui: 2 April 2023   10:52 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermain dengan Bermandikan Cahaya Bulan, Nostalgia Tak Terlupa Saat Ramadan
Masjid Nurul Huda sebelum direnovasi, disinilah sentra kegiatan Ramadan Desa Rajawetan(dokpri)

Acapkali merindukan suasana tanpa gawai, lepas dari riuhnya kendaraan bermotor, untuk saat ini rasanya itu tak mungkin, namun bila memutar kembali memori nostalgia tentang masa kecil saat Ramadan. Beragam gambaran terasa jelas, kampung bernama Rajawetan, tentu banyak menyimpan bongkahan nostalgia.

Saat itu penerangan listrik belum masuk ke Rajawetan, untuk menerangi rumah ketika malam, yang digunakan adalah lampu teplok dengan kawat penyangga untuk cantelan, selain itu ada lingkaran yang terbuat dari kaleng, biasa di hiasi gambar artis artis berwajah oriental. Meski minim penerangan di malam hari, tapi kebahagiaan tak pernah berkurang.

Namun momen yang paling di tunggu adalah ketika bulan sempurna, bulat penuh dengan cahaya tak segarang matahari, cahaya purnama membuat anak anak bergembira dan bisa "mulan" alias bermain dengan cahaya bulan purnama. Puluhan tahun berlalu, kepingan nostalgia itu tak pernah pudar. Namun sayang suasana itu tak terdokumentasi, jarang banget orang desa punya kamera saat itu.

Saat itu aktifitas bermain lebih banyak di luar ruangan, tempat main berupa tanah kosong, kebun atau pekarangan berhalaman luas, seru rasanya menghabiskan waktu di malam hari ketika bulan puasa. Usai tarawih, masih mengenakan sarung tapi di lilitkan di pinggang, memainkan permainan bersama teman sebaya merupakan hal yang di tunggu.


Sodor dan Bubutulan Permainan Seru Tak Terlupakan

Penulis bersama teman teman masa kecil, mereka memercikan nostalgia saat Ramadan. Dokpri
Penulis bersama teman teman masa kecil, mereka memercikan nostalgia saat Ramadan. Dokpri

Permainan legend yang kerap dilakukan saat bulan puasa adalah Sodor atau Gobak Sodor, setiap regu memiliki pemain tiga orang. Permainan ini mengandakan kecepatan dan kelincahan, ada yang tim menyerang dan menjaga. Jika tim yang menyerang harus bisa menerobos pertahanan, sedangkan tim yang bertahan sebisa mungkin mampu mencegah tim lawan masuk areal permainan.


Sodor sangat seru bila kedua tim sama hebatnya, permainan akan menarik bila kedua tim sama kuat. Belum lagi dukungan dari penonton yang menambah semarak pertandingan, tak ada batasan waktu, pemenang ditentukan bila tim mampu membobol pertahanan lawan.

Permainan lainnya adalah "Bubutulan", jika di tilik, bubutulan sangat identik dengan permaianan Bentengan. Dua regu saling berhadapan, mereka harus mempertahankan batu yang menjadi pijakan. Saling kejar kejaran, bila lawan tersentuh, mereka menjadi tawanan. Bila tawanan semakin banyak, maka sangat mudah untuk menyerang markas lawan dan merebut batunya.

Bubutulan jelas harus memiliki kaki yang kuat, namun juga diperlukan taktik agar memenangkan pertandingan, kecepatan lari adalah kunci, biasanya anak anak yang memiliki kecepatan lari yang mumpuni, akan menjadi bintang Bubutulan dan diperebutan ketika akan melakukan pertandingan.


Malam Sangalikur Saatnya Pawai Obor

Atraksi sembur api saat pawai obor(dok Irmas Nurul Huda)
Atraksi sembur api saat pawai obor(dok Irmas Nurul Huda)


Hal epik yang di tunggu adalah hadirnya malam sangalikur,malam ke dua sembilan bulan Ramadan paling di tunggu bocah Rajawetan saat itu. Siang hari mencari bambu untuk di jadikan obor, pencarian bambu itu sendiri adalah petualangan yang menarik. Melewati sungai, tebing dan persawahan, memilah bambu dan memotong dengan ukuran tepat di jadikan obor.


Malam harinya suasana desa terlihat bercahaya dengan sinar obor yang benderang. Makin seru pawai obor bila disertai genjring, alat tabuh mirip rebana. Dipukul bertalu talu dengan nada tertentu, paduan bunyi kulit yang dipukul dengan pinggiran logam, memberi nuansa enerjik. Biasanya di iringi shalawatan.


Pawai obor di mulai dengan garis star di alun alun,sebidang tanah antara masjid dan balai desa. Titik kumpul warga desa Rajawetan, kemudian arakan pawai obor biasanya mengambil rute ke arah utara dan selatan desa. Iring iringan pawai obor menjadi sumber tontonan bagi warga.Duh kalau ingat nostalgia itu, rasanya pengen minjem mesin waktu Doraemon hihi.


Semakin heboh bila di pawai obor ada atraksi sembur api, anak pemberani biasanya senang melakukan hal ini. Berkumur dengan minyak  tanah, lalu disemburkan ke arah api, otomatis api di obor makin membara dan membentuk kobaran bola api. Namun hal ini sedikit berbahaya, penulis pernah mencoba, ternyata wajah lumayan panas lho, jadi mesti hati hati jika melakukan hal ini.


Puluhan tahun berselang, tradisi pawai obor masih di pertahankan di desa Rajawetan, namun bedanya adalah, saat ini pawai obor dilakukan menjelang hadirnya bulan Ramadan. Tetap seru pawai obor di era kekinian,malah bocah milenial juga bisa melakukan sembur obor, wah keren banget. Ternyata ada penerusnya nih untuk aksi sembur obor.


Tetenong dengan Isian Kue Tradisional Menggugah Selera

 Tetenong jadul yang terbuat dari kaleng(sumber poto: instagram muhlasin8769)
 Tetenong jadul yang terbuat dari kaleng(sumber poto: instagram muhlasin8769)


Bagi kami anak anak jadul di era 80an dan 90an, ketika makanan tak sebanyak sekarang.Bisa dapetin kue kue tradisional adalah hal yang menggembirakan. Bulan Ramadan di tunggu tunggu karena biasanya berlimpah kudapan setelah sholat tarawih. Secara bergilir masyarakat menyediakan penganan untuk mereka yang sholat di masjid Nurul Huda.

Kami menyebutnya " Ngawedang" sesi makan bersama, kue kue tradisional seperti papais geplek, papais monyong, rengginang hingga tumpi menemani rehat usai tarawaih. Dahulu kue kue ini dibawa dalam wadah bernama tetenong, tempat makanan berbentuk bundar terbuat dari kaleng. Bila tetenong hadir di masjid, itu pertanda baik, maka tak tertolaklah sajian kuliner khas tersebut.

Papais monyong biasanya hadir saat sesi
Papais monyong biasanya hadir saat sesi"ngawedang(dokpri)


Papais geplek dengan varian rasa gurih, bila digigit bersamaan dengan rengginang atau raginang kami menyebutnya, memberikan nuansa kenyal,gurih dan kriuk dalam satu gigitan. Rasanya bikin kangen lho.

Selain itu patut di coba Papais Monyong, kue tradisional khas Kuningan berbentuk segitiga, dengan isian enten yang terbuat dari parutan kelapa dan gula merah. Sesi tetenong dan kue kue tradisional yang menyertainya menjadi nostalgia Ramadan saat di kampung.

Main Roket dengan Mercon Hantu


Tak afdol bila membincang nostalgia Ramadan waktu kecil, kalau tidak bercerita tentang serunya main mercon atau petasan.Ada beragam mercon yang bisa dimainkan, ada mercon banting, berbentuk bulat seperti baso, cukup dibanting maka letusan pun terjadi.Ada juga mercon cabe rawit yang bentuknya kecil ramping dengan sumbu diatasnya.


Namun ada bentuk mercon yang paling di ingat penulis, yakni mercon hantu, bentuknya berupa lidi, gumpalan kertas dan sumbu di bawahnya, bila di nyalakan, mercon ini akan terbang dan meledak di udara, suara mercon hantu ibarat roket yang sedang di luncurkan, melawan gravitasi bumi.Membumbung terbang dengan percikan api, lalu letusannya membentuk kembang api.

Saat itu belum ada larangan bermain petasan. Jika Ramadan tiba, banyak sekali yang mendulang peruntungan dengan menjual petasan. Konon dai kondang, Aa Gym pernah menjual petasan saat bulan puasa. Agak nyerempet bahaya sih bila bermain petasan, nostalgia petasan hantu serasa melekat, rasanya baru kemarin memainkannya.

Bulan puasa juga tak lengkap bila tak menjajal meriam bambu, kalau ini sih bikin sendiri, bambu dipotong dengan ukuran tertentu, di lubangi bagian dalamnya. Bagian atas bambu juga di lubangi untuk memasukan karbit. Dentuman meriam bambu lumayan keras, saat itu asyik asyik saja bermain.Sepotong kenangan tentang meriam bambu menjadi memori indah menikmati bulan puasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun