Dea Avega Editya
Dea Avega Editya Penulis

masih belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Kebijakan "One Way" Saat Mudik dan Potensi Bahayanya

3 Juni 2019   04:50 Diperbarui: 3 Juni 2019   10:05 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan "One Way" Saat Mudik dan Potensi Bahayanya
Kendaraan pemudik dari arah Jakarta melewati jalan tol jakarta-cikampek di Cikampek, Jawa Barat, Minggu (2/6/2019). Sistem satu arah atau one way mulai diterapkan di jalan tol Jakarta-Cikampek hingga tol Batang-Semarang di Jawa Tengah pada H-6 Lebaran 2019, Kamis (30/5). | Kompas.com/Garry Lotulung

Sebuah aksi yang menurut saya lagi-lagi sangat berbahaya, karena mobil tersebut hendak menyeberang ke jalur cepat dimana kendaraan lain biasanya menggunakan jalur itu dengan kecepatan maksimal yang diijinkan yaitu seratus kilometer per jam (terkadang lebih bila si sopir bandel) ataupun sedang menyalip kendaraan lain.

Kebijakan one way (satu arah) yang diterapkan oleh Pemerintah dan operator jalan tol pada arus mudik tahun ini untuk mengatasi kemacetan di sepanjang jalur Pantura memang sangat patut diapresiasi. Terkecuali di jalur Cikampek yang menurut saya penerapan one way tersebut masih kurang optimal karena hanya menggunakan satu jalur saja kemarin, selepas Cikampek boleh dikatakan situasi lalu lintas menjadi lancar jaya dengan adanya kebijakan itu.

Namun demikian, ada beberapa catatan dari saya pribadi selaku salah satu pemudik yang sejatinya sangat dimanjakan dengan fasilitas ini. 

Pertama, kebijakan one way yang diterapkan mulai dari tol Cikampek hingga Brebes memunculkan titik-titik rawan berkendara yaitu pada setiap pembatas antar jalur yang memiliki celah dimana kendaraan dapat dengan bebas berpindah jalur yang sangat membahayakan kendaraan lain yang melintas khususnya yang melaju di jalur cepat.

Kedua, petugas jalan tol tidak terlihat di beberapa titik-titik rawan tersebut untuk mengantisipasi kecelakaan karena perpindahan jalur seenaknya seperti yang dialami minibus nahas di depan saya tadi. 

Ketiga, pengguna jalan tol agaknya dibingungkan dengan lajur yang bisa dipakai untuk menyalip dimana biasanya menggunakan lajur paling kanan.

Menurut pengalaman saya kemarin, di tol Cipali sangat banyak kendaraan (baik pribadi maupun bis) yang memanfaatkan bahu kiri jalan untuk menyalip yang tentu juga sangat membahayakan karena ukuran bahu jalan yang terkadang menyempit di beberapa titik.

Ketika ingin berada di lajur lambat kita jadi harus waspada dengan kendaraan yang banyak menyalip dari kiri (sambil meneror dengan mengedip-kedipkan lampu jauhnya meminta jalan), dan ketika memosisikan kendaraan di lajur paling kanan juga harus hati-hati dengan kendaraan yang secara tiba-tiba hendak menyeberang dari ataupun ke arah jalur one way.

Selaku pengguna jalan yang nyaris terlibat kecelakaan karena penerapan jalur one way, saya berharap operator jalan tol untuk melakukan evaluasi atas penerapan kebijakan ini yang menurut rencana akan diberlakukan juga pada arus balik mulai tanggal 9 hingga 11 Juni 2019.

Menurut hemat saya, hal yang mungkin bisa dilakukan untuk mengoptimalkan kebijakan one way tersebut misalnya dengan menutup celah-celah penghubung jalur biasa dan jalur one way yang tersebar di beberapa titik jalan tol khususnya sepanjang Cipali-Brebes.

Sebaiknya operator jalan tol membatasi celah yang dapat digunakan oleh kendaraan berpindah jalur dan memberikan rambu pedoman penggunaan jalur one way yang jelas maupun menempatkan petugas yang siaga untuk memberikan pengarahan kepada para pengendara di titik-titik resmi perpindahan jalur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun