Vethria Rahmi
Vethria Rahmi Penulis

Thalabul Ilmi yang tak berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

3 Olahan Labu ini, Terinspirasi Sirah Nabi

11 Mei 2020   04:38 Diperbarui: 11 Mei 2020   04:36 1988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Olahan Labu ini, Terinspirasi Sirah Nabi
Screenshot YouTube: Heri Dwi Purnomo

Banyak yang mengira labu adalah jenis sayuran, itu adalah perkiraan yang salah. Labu adalah jenis buah yang masuk dalam anggota keluarga melon, berlimpah ruah manfaat. Itulah mengapa  kali ini aku ingin mengupas tentang multi olahan buah lokal labu kuning, dalam event Samber 2020 hari 15 dan Samber THR.

Sejak lama labu kuning, kerap dijadikan santapan utama berbuka puasa ataupun alternatif bagi sebagian orang pada bulan Ramadan. Hal ini karena labu kuning mengandung vitamin, serat dan karbohidrat yang cukup tinggi. Menariknya lagi biji labu kuning mengandung lebih banyak protein dibandingkan jenis kacang lainnya.

Bagi penggemar berat buah labu tentu tak asing lagi dengan buah satu ini. Selain warnanya yang cerah, labu sangat cocok dijadikan hidangan sore hari saat santai maupun sebagai bahan campuran untuk bubur bayi.

Sejujurnya, sejak kecil aku tak menyukai buah ini. Meskipun ibuku satu atau bahkan dua kali dalam sepekan, selalu mengolah labu kuning ini untuk kami sekeluarga. Semacam menu favorit berbuka bagi keluargaku pada bulan Ramadan. Bahkan tak jarang pada hari biasa pun, ibuku kerap mengolah labu kuning ini menjadi camilan.

Dan, hanya aku sendiri yang cuek tak berselera untuk mencicipinya. Aku lebih tertarik berbuka puasa dengan yang gurih dan pedas, seperti tahu goreng, pergedel jagung atau mi goreng.

Bagiku yang paling juara dilidah itu hanya makanan yang gurih dan pedas. Untuk yang manis- manis seringnya menjadi pilihan terakhir. Menurut ibuku kecenderunganku ini sudah terbaca sejak aku berumur 2,5.

Kalaupun ada makanan manis yang aku sukai, bisa dipastikan itu hanya untuk sekadar icip-icip saja, sisanya sudah pasti aku lirik sebelah mata.

Alhamdulillah beranjak dewasa, mindset ini lambat laun berubah. Aku mulai belajar menyukai masakan yang manis-manis. Aku mulai menjejali varian makanan yang manis, walau masih pilah pilih. Aku mulai nguber buku resep di Gramedia hingga setia menonton acara bertema masakan di stasiun tivi.

Ya, itu semua bermula saat aku tanpa sengaja membaca sebuah literatur sirah Nabi, tentang buah labu di perpustakaan kampus. Seingatku waktu itu aku masih kuliah tingkat 3.

Aku terhenyak."Betapa bodoh dan meruginya aku selama ini, tidak pernah mau mengkonsumsi buah istimewa ini, sementara buah labu punya sejarah luarbiasa dalam sirah Nabi." Gumamku dalam hati.

Bagaimana tidak? Labu yang aku sepelekan selama ini ternyata punya catatan sejarah dalam Al-Qur'an. Jadi teringat kata bijak Imam Syafi'i tentang betapa pentingnya menambah wawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun