Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Penulis

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Cerpen | Denada

30 Mei 2018   11:04 Diperbarui: 30 Mei 2018   16:39 2498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen | Denada
Ilustrasi: Pixabay.com

Entah apa. Ada sebuah kekuatan yang menggerakkan Denada untuk segera pulang. Harus, kata hatinya. Denada tidak tahu memulainya dari mana. Ia sudah terlanjur jatuh hati pada tempat ini. Di sini ia menemukan kedamaian. Kelembutan dan perhatian bu Astrid membuatnya tenang. Tetapi kekuatan batinnya yang menyuruh pulang lebih kuat.

"Pulanglah. Mamamu menunggu." terngiang kembali kata-kata Pring. "Aku yakin, kamu lembut." kata itu berulang-ulang menggema di kepalanya. Ya. Ia memang harus pulang.

Setelah meminta maaf pada bu Astrid karena selama ini telah menganggu, ia berpamitan. Bu Astrid dengan hati berat melepas kepergian Denada. Sebenarnya ia senang ada Denada. Tetapi, ia tak bisa menolak dan harus menerima kenyataan bahwa suatu saat Denada pasti akan pergi.

"Dena akan sering kemari, ibu. Jangan khawatir. Ibu sudah kuanggap ibu sendiri. Maafkan Dena, jika banyak salah."

Mereka berpelukan erat.

***

Azan isyak baru saja berkumandang, ketika Denada sampai rumah. Suasana sepi seperti biasanya. Tetapi mobil papanya ada. Juga mamanya. Tumben mereka sudah ada di rumah? Biasanya hingga larut malam mereka baru tiba di rumah.

Dulu, rumah ini sepi. Karena Denada anak tunggal. Memang secara materi ia berlimpah. Segala yang ia mau selalu ada. Tetapi ia hanya tinggal dengan Mbok Sur. Pengasuhnya dari kecil hingga sekarang. Bahkan pernah ia merasa, bahwa ia adalah anaknya Mbok Sur.

Tak pernah ada sentuhan ibadah. Kecuali ketika guru ngajinya datang mengajarinya iqra dan salat.

Mama papanya benar-benar orang yang sibuk.

Denada masuk rumah. Tidak ada sahutan saat ia mengucapkan salam. Saat ditengoknya kamar orang tuanya. Ia terkejut. Hei, benarkah apa yang ia lihat? Denada mengucak-ngucak kedua matanya beberapa kali. Mungkin ia sedang bermimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun