Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Penulis

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Selamat Mudik, Semoga Selamat Sampai Tujuan, Ya!

2 Juni 2019   08:48 Diperbarui: 2 Juni 2019   08:55 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Mudik, Semoga Selamat Sampai Tujuan, Ya!
Ketika mudik saat menjelang lebaran, nuansanya berbeda. Akan lebih banyak menemui kendaraan dengan plat nomor luar kota. Juga mobil dengan bawaan di atas sebagai ganti bagasi. Lokasi: jalur pantura sebelah timur. (Foto: dok. Wahyu Sapta).

Mudik adalah sebuah tradisi masyarakat Indonnesia yang telah lama ada. Mungkin sejak sebelum saya lahir hingga sekarang. Mudik dilakukan untuk bersilaturahmi dengan keluarga di kampung, saling bermaaf-maafan di lebaran nan fitri.

Lebaran adalah momen yang tepat untuk mudik di sebagian besar masyarakat. Karena hari lebaran biasanya disambut dengan suka cita, berkumpul, ajang berbagi rasa dan kabar. 

Di hari lebaran menyediakan makanan istimewa, acara halal bihalal, maaf-maafan, menyeimbangkan kembali kesalahan yang diperbuat selama setahun di belakang, yang mungkin melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. 

Sedangkan di hari lain, belum tentu bisa melakukan mudik karena terbatasnya finansial, waktu, dan sebagainya. Mudik di hari lebaran merupakan hal yang istimewa. Mudik itu, sesuatu.

Mudik pada zaman lalu, tak seramai tahun-tahun sekarang. Ketika dulu, mudik kebanyakan memakai kendaraan umum seperti bus, kapal, atau pesawat terbang. Jalan belum begitu padat dengan kendaraan. Masih terbatas dengan kendaraan umum. Jalanan yang tidak begitu lebar juga tidak menjadi masalah. 

Berbeda dengan masa sekarang. Seiring dengan kenaikan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi yang kian hari kian bertambah, maka saat mudik, para pemudik lebih memilih memakai kendaraan pribadi. Alasannya karena lebih nyaman, bisa mengatur kebutuhan waktu saat di jalan. 

Misalnya saat ingin istirahat atau berhenti, bisa dilakukan sewaktu-waktu tanpa terpancang oleh kendaraan umum yang memiliki jadwal tersendiri.

Naik kendaraan pribadi lebih nyaman karena tidak perlu berdesak-desakan di dalam kendaraan umum. Pada saat menjelang lebaran, jumlah penumpang kendaraan umum meningkat tajam. 

Mereka rela berdesak-desakan agar bisa sampai tujuan, yaitu kampung halaman mereka. Nah, bagi pemakai kendaraan pribadi, tak perlu berdesakan.

Akibatnya, volume kendaraan pribadi meningkat tajam. Jalan menjadi padat. Menumpuknya kendaraan di tempat tertentu menimbulkan kemacetan. Padahal dari tahun ke tahun, jalanan sudah diperlebar. 

Tetapi karena volume kepemilikan kendaraan pribadi juga naik, dan mereka lebih menyukai naik kendaraan sendiri, maka macet adalah teman akrab saat mudik. Kendaraan pribadi yang melintas, bisa saja motor ataupun mobil.

Maka diperlukan kesiapan sebelum mudik. Baik kesiapan kendaraan, maupun kesiapan mental dari pengendara dan penumpang yang ada dalam kendaraan. Perlu kesehatan prima, agar mudik menjadi menyenangkan, selamat hingga sampai tujuan dan bisa berkumpul dengan keluarga dan kerabat.

Suasana jalan yang padat, membuat suasana hati yang tidak enak. Apalagi pada siang hari, yang pada musim saat ini panas dan berdebu. Alih-alih menjadi tidak nyaman dan bete duluan. Semoga tidak, ya. Karena jika telah sampai tujuan, susah payah ketika melakukan perjalanan, impas oleh suka cita bertemu keluarga.

Saya sendiri dan keluarga juga melakukan mudik. Tetapi tidak jauh. Kami tinggal di Semarang dan hanya menempuh jarak 75 kilometer dari rumah menuju kampung halaman. Perjalanannya tidak menemui kendala. 

Hanya di beberapa titik biasanya mengalami kemacetan jalan, karena penumpukan kendaran yang disebabkan oleh berbagai macam kendala. Seperti saat melewati pasar tumpah. Biasanya saat menjelang lebaran menjadi ramai. Selebihnya sih biasa saja. Seperti mudik pada hari biasa.

Yang membedakan adalah, suasana dan nuansanya. Berbeda ketika mudik dihari biasa. Mudik saat menjelang lebaran, memiliki khas tersendiri. Ketika di jalan, banyak menemui kendaraan pribadi yang memakai plat nomor kendaraan kota lain, terutama B. Juga kota lain seperti plat D, F dan plat luar Jawa.

Pemudik dengan sepeda motor dari luar kota yang menempuh jarak jauh, saya amati lebih banyak memakai atribut keselamatan di jalan. Memasang bendera kecil, agar terlihat oleh kendaraan lainnya. 

Atau tulisan-tulisan, sebagai tanda bahwa motor mereka ada. Beberapa bungkusan dan tas yang dibawa di atas sepeda motornya. Kadang mereka berboncengan dengan keluarganya. Bahkan ada yang membawa anak-anaknya.

Ngeri juga sebenarnya melihat suasana seperti ini. Tetapi bagaimana lagi, mereka menikmatinya. Meskipun bersusah payah selama perjalanan dan membawa resiko tinggi. 

Demi silaturahmi di hari lebaran dan agar bisa mengunjungi orang tua serta saudara di kampung. Mereka melakukannya dengan suka cita. Semoga mereka selalu berhati-hati. Selamat  sampai tujuan. Tetap waspada dan menjaga kondisi selama perjalanan, karena sungguh berat selama perjalanan itu.

Sedangkan pemakai mobil pribadi, ciri khas pemudik dari jarak jauh itu kelihatan dari bawaannya yang ditaruh di atas mobil. Hal ini jarang saya temui di hari biasa. Barang itu bisa jadi oleh-oleh atau perlengkapan selama lebaran di kampung. Biar tidak memenuhi yang di dalam, penumpang juga nyaman. Lega.

Saat mudik lebaran, saya sekeluarga menghindari jalan tol. Di hari biasa, saya biasa melewati jalur Gerbang Tol Jrakah hingga Muktiharjo Semarang. Nah, saat arus mudik ini saya memilih melewati jalur arteri di Jalan Yos Sudarso untuk menuju Jalan Pantura sebelah timur. 

Takutnya ada penumpukan mobil saat antrean di gerbang tol yang kadang memicu macet. Jalur biasa merupakan alternatif lain. Tetapi sih untuk perjalanan jauh, lebih nyaman melewati jalan tol.

Pada puncak arus mudik tahun ini, volume kendaraan yang lewat melebihi ambang batas normal. Seperti diberitakan pada Tribunnews, bahwa H-6 mulai diberlakukan contra flow atau satu arus di jalur berlawanan di beberapa tempat untuk mengurangi kemacetan dari arus Jakarta ke Solo.

Sungguh tidak enak suasana saat macet di jalanan tol. Maju kena mundur kena. Tidak bisa bergerak. Seperti susah bernafas. Tidak bisa mencari jalan tikus sebagai alternatif saat jalan macet. Jalan satu-satunya ya antre. Apalagi pada saat musim panas seperti sekarang. Fuiii... By the way, dibawa asyik saja, ya. Karena mudik adalah sesuatu.

Nah, selamat mudik, ya! Selalulah berhati-hati saat berkendara di jalan. Jangan lupa berdoa. Semoga selamat sampai tujuan dan tepat waktu seperti yang dikendaki.

Semarang, 2 Juni 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun