Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana
Begini Rasanya Ngabuburit 1 Jam Menghabiskan 600 Ribu!
Sepeda saya kayuh agak cepat Sabtu sore kemarin. Di langit melayang-layang segerombolan awan kelabu seolah menjanjikan hujan akan turun seperti hari-hari yang lalu.
Namun, hangat matahari yang sedang meluncur ke barat dan semilir angin memberi harapan sebaliknya. Semoga memang tidak akan ada air tumpah dari atas sana.
Lalu lintas jauh dari ketenangan. Di sekeling hilir mudik kendaraan dari dua arah memadati jalanan. Orang-orang sedang terburu-buru pulang. Sebagian yang lain bergegas memburu sajian berbuka puasa.
Di mana-mana nampak penjual makanan dan minuman. Pinggir jalan dan trotoar menjadi etalase bagi gorengan, martabak, pecel, gudeg, ayam goreng, siomay, dimsum, kolak, es buah, es teh dan sebagainya.
Sebelum pukul 16.00 saya sampai di tujuan pertama, sebuah bengkel sepeda. Beberapa hari sebelumnya saya sudah mengirim whatsapp kepada admin toko tersebut. Menanyakan ketersediaan hub poros depan belakang untuk sepeda saya yang sudah terasa tidak nyaman. Setiap kali dikayuh putaran ban terasa kasar dan bergoyang. Beberapa kali bahkan putarannya tidak sinkron dengan rantai hingga mengalami selip.
Admin toko mengirimkan beberapa foto hub poros yang sesuai dengan sepeda saya. Harganya bervariasi dan semuanya produk original karena toko sepeda ini merupakan distributor salah satu merek sepeda terkenal di Indonesia.
Saat itu saya belum putuskan hub poros mana yang hendak saya pilih. Saya hanya mengatakan akan datang langsung ke toko pada Sabtu sore.
Tiba di toko saya langsung menuju kasir. "Cik, ini saya kemarin sudah WA", kata saya sambil menunjukkan layar HP kepada seorang wanita keturunan Tionghoa. Dia lalu bergeser menuju rak kaca tempat berbagai onderdil sepeda terpajang. Kepada saya ia sodorkan 3 pasang hub poros berwarna hitam, merah, dan kuning. Sepasang yang termurah harganya Rp300 ribu. Ada yang Rp460 ribu dan yang termahal Rp640 ribu.
Saya putuskan memilih yang moderat. Segera saya mengambilnya dan menuju ke depan bengkel untuk diserahkan kepada teknisi. Maka dimulailah ngabuburit sore itu di bengkel sepeda.
Seorang teknisi segera mengurus sepeda saya. Diperiksanya putaran ban belakang dan depan. Gear dan rem juga dicek. Ternyata benar hub poros sepeda saya sudah aus dan perlu diganti.
Pembongkaran pun berlangsung. Seorang teknisi lain keluar dari dalam toko ikut membantu. Dengan aneka peralatan termasuk obeng dan palu mereka bekerja. Hub poros dilepas. Jeruji diatur ulang. Sedangkan cakram rem disesuaikan lagi kedudukannya. Baut-baut diperiksa.
Proses pembongkaran dan fitting sepeda seperti ini ternyata memakan waktu agak lama. Apalagi saya putuskan untuk mengganti pula ban belakang yang lapisannya sudah tipis.
Setelah sekitar 40 menit teknisi mempersilakan saya untuk mencoba sepeda yang telah diperbaiki. Sesaat saya kembali ke jalanan. Rem dan putaran roda saya rasakan dengan seksama. Sekarang sudah jauh lebih nyaman. Hanya terasa sedikit berat lajunya.
Menurut teknisi itu wajar karena karena hub poros dan jeruji baru disetting ulang. Nanti setelah dipakai beberapa saat kayuhan dan putarannya akan semakin nyaman.
Tiba saatnya membayar biaya perbaikan. "Bisa pakai QRIS, Cik?". Ternyata tidak bisa. Padahal uang di dompet saya hanya ada 2 lembar berwarna biru dan beberapa pecahan kecil. Untungnya pembayaran bisa dilakukan melalui transfer. Terjadilah transaksi pemindahan saldo sebesar Rp572 ribu dari rekening saya ke rekening Cicik. Melihat struk pembayaran saya temukan harga hub poros, ban luar dan dalam, baut, serta biaya teknisi.
Meninggalkan bengkel, ngabuburit saya lanjutkan. Sejak sebelum berangkat saya sudah membayangkan bubur kacang ijo atau pacar cina untuk kudapan berbuka. Tidak sulit menemukan penjual makanan seperti itu saat bulan Ramadan.
Dari beberapa penjual yang berjejer di trotoar, sepeda saya hentikan di depan seorang ibu. Sayangnya ia tak menjual pacar cina. Hanya bubur kacang ijo dan kolak ia jajakan yang masing-masing seharga Rp5000. Saya pun membeli dua bungkus bubur kacang ijo darinya.
Tak mau berlama-lama di kawasan itu karena takut kalap, saya putuskan untuk segera pulang. Namun, sebelumnya saya sempatkan mampir ke kios bahanan makanan segar untuk membeli jeruk dan tempe. Kembali sejumlah uang berpindah dari dompet ke kasir.
Perjalanan pulang diiringi udara sore yang sejuk. Ternyata benar hujan sedang enggan turun. Entah nanti malam. Sepeda terus saya kayuh menuju utara. Kali ini jalannya agak melambat.
Tak pasti apakah karena rute pulang yang memang agak menanjak ataukah karena diam-diam dalam hati saya sedang mengingat lagi bahwa sejumlah uang telah berkurang hanya dalam tempo sekitar 1,5 jam tadi. Paling tidak Rp600 ribu sudah saya relakan. Iya, saya (mencoba) rela.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Mudik Ramadan Makin Nyaman, Naik Kereta Aja
Mudik Hijau untuk Kurangi Jejak Karbon
Fiksi Cerpen
Ramadan dan Keluarga
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025