Mengadukan Cinta kepada Tuhan dan Kanjeng Nabi agar Tidak Galau Lagi
Artikel ini adalah refleksi pembacaan burdah Bab 1 pasal 5-8
Jika bukan karena cinta yang menancap di dalam hati, mungkin tidak aka nada ragam fenomena yang muncul di dunia ini. Begitu juga, jika Tuhan bukan Maha Cinta, tentu tidak akan ada ragam pancaran dan kejadian-kejadian. Termasuk lahirnya kita semua.
Begitulah cinta. Ia selalu membuat air mata mengalir, dan juga membuat hati kegirangan bahagia selalu. Bahkan juga membuat hati gundah gulana, gila tak kepayang. Begitulah cinta dan cara kerjanya.
Termasuk, ketika kita benar-benar cinta kepada kanjeng Nabi Muhammad Saw. tidak mungkin hati kita diam saat melantunkan shalawat kepadanya. Hati akan bergetar, jiwa seperti melayang, dan air mata begitu deras megharap syafaat di hari penghisapan.
"Bagaimana engkau dapat mengingkari cinta itu? Padahal telah engkau saksikan betapa besar dan terangnya cinta melalui derai air mata yang deras." Salah satu bait dalam Burdah meneguhkan kita bahwa Kanjeng Nabi dan Allah sudah benar-benar mencintai kita, dengan segala rahmat dan doa dari Kanjeng Nabi untuk kita. Dengan segala curahan rahmat dan kasih sayang dari Allah untuk kita, walaupun jarang sekali kita mengingatnya.
Bagaimana mungkin, air mata penyesalan datang di awal perjalanan, karena setiap langkah yang jauh dimulai dari satu langkah awal. Dan terkadang baru muncul penyelasan di akhir perjalanan.
Bulan Ramdhan, kita masih diberi kesempatan untuk berlayar di dalam bulan penuh kasih sayang. Bulan penuh dengan keindahan, ampunan, rahmat dan barokah Quran. Kita tentu harus bersyukur karena besarnya cinta dari Tuhan dan Kanjeng Nabi kepada umatnya adalah besarnya cinta kekasih. Dan kesadaraan akan itu harus dipupuk dan ditumbuh kembangkan selalu.
Begitulah cinta bersemi, tidak ada mata yang tidak sembab oleh cintanya, dan hatinya bergembira menyambutnya. Karena dengan hadirnya Ramadhan, begitu juga masih diberinya kita kesempatan adalah buah dari cinta yang dihamparkan oleh Tuhan dan Kanjeng Nabi kepada kita.
Semoga tiada hati yang tidak bersyukur akan itu. Karena semakin kita bersyukur maka semakin pula ditambah cintaNya kepada kita.
Maula yasholli wasallimda iman abada, ala habibi kakhoiri khalqqi kullihimi.
Andaikan tak ada cinta yang menggores kalbu, tak mungkin engkau mencucurkan air matamu.
Meratapi puing-puing kenangan masa lalu berjaga mengenang pohon ban dan gunung yang kau rindu.
Bagaimana kau dapat mengingkari cinta sedangkan saksi adil telah menyaksikannya
Berupa deraian air mata dan jatuh sakit amat sengsara
Duka nestapa telah membentuk dua garisnya isak tangis dan sakit lemah tak berdaya.
Bagai mawar kuning dan merah yang melekat pada dua pipi.
Memang benar bayangan orang yang kucinta selalu hadir membangunkan tidurku untuk terjaga
Dan memang cinta sebagai penghalang bagi siempunya antara dirinya dan kelezatan cinta yang berakhir derita