Ina Tanaya
Ina Tanaya Penulis

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

TRADISI Pilihan

Nostalgia Masa Kecil Saat Ramadan, Masa yang Dirindukan

2 April 2023   13:10 Diperbarui: 2 April 2023   13:37 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nostalgia Masa Kecil Saat Ramadan, Masa yang Dirindukan
dokumen pribadi-canva.com

Di keluarga kecilku , aku anak bungsu dari dua bersaudara. Kami berdua perempuan semua dan usia kami sangat berbeda 11 tahun.

Ketika aku masih usia 5 tahun, kami sekeluarga bukan umat Muslim. Tetapi  Mbok Sinah , pembantu setia kami yang telah ikut kepada keluarga hampir 10 tahun, umat Muslim.

Sebagai anak usia kecil, saya belum memahami apa Ramadan.  Saya memiliki teman-teman baik itu perempuan dan lelaki yang usianya hampir sama. Salah satunya adalah teman lelaki saya , Ahmad dari keluarga muslim.  Madi adalah panggilan Ahmad.  Kami sering berkumpul, bermain gundu, bermain petak umpet (dulu belum ada gadget), bermain peran sebagai pembeli dan penjual.    

Madi, anaknya lucu sekali, tapi sering membuat ulah dan menggoda teman terutama anak perempuan.  Tapi jika tidak ada Madi, terasa sepi dan kami terpaksa mencarinya  ke rumahnya.

Serunya bulan Puasa

Di puasa yang pertama, hari masih gelap gulita, udara dingin, jam menunjukkan pukul  3.30.  Saya masih tidur pulas .  Tiba-tiba terdengar suara kentongan yang dipukul keras, sembari terdengar suara anak dan orang dewasa "Sahur-sahur, ayo bangun!".  

Saya sedang  tertidur lelap di ruang depan, terbangun.   Suara teriakan seorang anak lelaki yang saya sangat kenal, Madi, berteriak keras persis di depan rumah  "Ina bangun, sahur, jangan tidur terus!".

Sambil mengusap mata dan berdiri dengan kesal dan malas, saya hanya mengintip dari jendela  kamar.  "Oh, benar Madi kecil itu masih ingin melihat saya bangun!"  Setelah dia melihat saya, segera dia berlari mengikut kembali arak-arakan pembangun orang sahur.  

Setelah bangun, saya segera menghampiri ruang tidur pembantu, bermaksud untuk membangunkan Mbok Sinah.  Begitu mengintip di kamarnya, saya kaget, ketika ada gerakan orang yang berkerudung putih sedang jongkok dan berdiri.  Bulu kuduk saya berdiri, hampir menjerit.

Tapi Mbok Sinah sadar bahwa saya berada di belakangnya dan dia memang telah selesai berdoa Imsak.  Langsung, dia memeluk saya yang sedang ketakutan.   Dia mengatakan: "Mbok sudah selesai doa, yuk kita makan sahur sama-sama".

Saya bersama mbok Sinah makan sahur, Mbok Sinah sibuk memanaskan makanan yang sudah dipersiapkan sejak malam.   

Sebenarnya saya belum ingin makan pagi-pagi, tapi rasanya senang sekali bisa makan sahur bersama Mbok Sinah yang belum bisa mudik . Pasti Mbok Sinah pengin sekali sahur bersama keluarga di kampung.

Di siang harinya, saya sering mengganggu Mbok Sinah yang sedang memasak camilan untuk buka.   Ibu saya menyuruh mbok Sinah memasak camilan untuk buka puasa . Saat itu belum banyak orang berjualan kue-kue untuk camilan buka puasa.

Ketika sedang memasak camilan, saya sering dipanggil mbok Sinah:  "Ayo, dicicipin, kurang apa, Mbok Sinah khan sedang puasa!" 

Sebagai anak kecil yang suka manis, saya selalu mengatakan: "kurang gulanya", sebenarnya saya sendiri belum bisa mencicipi apakah memang kurang manis atau tidak.

Begitu buka puasa sudah tiba, sayalah yang paling nomer satu minta camilan yang dibuat mbok Sinah. Lalu Mbok Sinah mencicipinya,  dia langsung berkomentar: " Waduh, manis sekali , terlalu banyak gulanya!" 

Saya tertawa keras, senang karena Mbok Sinah terpaksa menuruti  apa yang saya katakan.   

Diajak belanja dan dibelikan "warak ngendok"

2 minggu sebelum Lebaran, Mbok Sinah selalu mengajak saya (seizin orang tua) berbelanja baju-baju untuk anak cucunya.   Saya sering digendong Mbok Sinah karena pasar selalu penuh dengan orang berbelanja jelang Lebaran.

Sebelum pulang, biasanya saya diajak menyaksikan tradisi dugderan.  Tradisi dugderan adalah tradisi untuk menyambut datangnya Ramadan di Semarang.  Ciri-cirinya adalah suara bedug dan Meriam yang dibunyikan sehingga terdengar  suara "dug"  dan "der".

Acara itu dimeriahkan dengan karnaval yang mengiringi warak ngendog, sebuah boneka rekaan mirip hewan sebagai hawa nafsu yang dikalahkan dengan berpuasa.  Kepala seperti naga berasal dari etnis Cina, tubuhnya seperti unta berasal etnis Arab dan kakinya seperti kambing berasal dari etnis Jawa. .   Mainan ini merupakan akulturasi persatuan dari berbagai golongan etnis di Semarang, Cina, Arab dan Jawa.

Banyak pedagang UMKM di sekitar acara dugderan yang berjualan seperti pakaian,  alat-alat masak, makanan.   Saya selalu dibelikan oleh Mbok Sinah satu "warak ngendog" .    "Warak ngendog" adalah mainan anak-anak wujud hewan  yang terbuat dari gabus tanaman dan dilapisi dengan kertas warna warni  dan kakinya diberi roda supaya dapat ditarik.

Sukacita, senang melekat dalam hati dan pikiran saya ketika saya bisa memahami sedikit tentang  Ramadan dari perspektif anak kecil dari orang terdekat saya , Mbok Sinah .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun