Kegiatan: meeting, Peneliti, membaca, menulis, merenung, diskusi, dan ngopi.
Bulan Suci Ramadhan adalah Bulan yang Cocok untuk Membuktikan Cinta
Kedatangan bulan suci Ramadhan membawa cinta, berbahagia bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan sama halnya berbahagia berjumpa dengan Allah. Sebagaimana di dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa, "Barang siapa yang mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya. Dan barang siapa yang tidak mencintai pertemuan denga Allah, maka Allah pun tidak mencintai pertemuan dengannya" (HR. Bukhari).
Kepergian bulan Ramadhan mewarisi cinta, sebagaimana Islam datang membawa cinta (perdamaian) dan Islam dinilai sebagai agama penuh cinta. Didalam rukun Islam, puasa Ramadhan termasuk kedalam rukun Islam yang ke-3, yang mana tolok ukur bukti keislaman seseorang hamba dilihat dari rukun Islam yang wajib dilakukan atau diamalkannya.
Di dalam Al-Qur'an Allah memerintah kepada orang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa bahwa, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al-Baqarah [1]: 183).
Kehadiran Ramadhan sebagai wujud cintanya Tuhan kepada hambaNya (manusia) yang beriman dan panggilan untuk membuktikan cintanya manusia kepada Tuhan, pembuktian tersebut bisa berupa melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun yang Sunnah, bersedekah, bertadarus, menjaga lisan dengan baik, membayar zakat fitrah dengan totalitas dan ikhlas.
Di bulan suci Ramadhan, banyak manusia yang berbondong-bondong untuk berbuat kebaikan sesama manusia. Dengan berbuat baik kepada sesama manusia adalah bukti cinta terhadap sesama makhluk ciptaanNya.
Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya maka akan tercerminkan otomatis melalui cinta sesama makhluk ciptaanNya, baik pada hewan, manusia, dan tumbuhan.
Sebagaimana di dalam Hadist Qudsi dijelaskan bahwsanya, "Semakin banyak hamba-hambaKu melakukan perbuatan dengan sukarela, maka Aku mencintainya, dan jika Aku telah mencintainya maka Akulah pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah pandangan yang dia gunakan untuk memandang, Akulah tangan yang dia gunakan untuk menggenggam, Akulah kaki yang dia gunakan untuk berjalan; jika ia meminta sesuatu kepadaKu maka Aku perkenankan dan jika ia berlindung kepadaKu, maka Aku lindungi" (HR. Bukhari). Hadist tersebut menjelaskan bahwasanya, sebaik-baiknya jalan untuk pulang kampung menuju kepada Tuhan adalah jalan cinta, artinya seseorang tidak akan melakukan perbuatan secara sukarela kecuali terdapat rasa cinta didalam dirinya.[1]
Memahami kehadiran Ramadhan sebagai wujud cintanya Tuhan kepada manusia bahwa, Allah membuka pintu rahmat, ampunan, anugerah dengan selebar-lebarnya, melipat gandakan pahala setiap ibadah-ibadah yang dilakukan baik yang Wajib maupun yang Sunnah, menurunkan kitab suci Al-Qur'an sebagai sumber kehidupan manusia.
Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Qur'an bahwa, "Kasih sayang-Ku meliputi segala sesuatu (segala yang ada)" (QS. Al-A'raf [7]: 156). Maka di bulan suci Ramadhan ini adalah sebuah kesempatan kita untuk bisa lebih dekat dengan Allah, untuk bisa mengungkapkan rasa cinta kita kepada Allah, guna mempersiapkan bekal kelak di akhirat, dengan segenap kemampuan iman dan spiritualitas yang dimiliki, menjalani aktivitas sehari-hari dengan keadaan lapar, memotong kebiasaan-kebiasaan buruk, memperbanyak melakukan ibadah-ibadah Sunnah lainnya serta tidak meninggalkan ibadah yang wajib secara sengaja, dengan menahan nafsu serta menjaga lisan dengan baik. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut agar sampai kepada taraf mengenali dan menangkap segala sesuatu dalam ketunggalanNya.[2] Maka dengan hadirnya Ramadhan harus bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyatu dengan Tuhan, menyatu dengan kebaikan dan cinta.[3] Oleh sebab itu, Ramadhan adalah bulan yang cocok untuk membuktikan cinta, yang mana Allah membuka pintu cintaNya dengan selebar-lebarnya. Bulan Ramadhan Allah memanggil hambaNya yang beriman untuk kembali kepada hakekat kehidupan yang sejati. Dengan melalui jalan cinta, segala yang pahit menjadi tidak pahit.
Salah satu upaya dari sekian banyak upaya-upaya untuk membuktikan rasa cinta kita kepada Allah dan rasa cinta kita kepada Rasullullah maka sambutlah kedatangan dan kepergian bulan suci Ramadhan dengan sikap riang gembira, dengan suka cita, seraya berdoa agar di tahun-tahun berikutnya dapat diberikan umur yang panjang, kesehatan, kemampuan, dan kesiapan untuk dapat dipertemukan kembali dengan bulan suci Ramadhan di tahun berikutnya.
Apabila bulan suci Ramadhan telah pergi meninggalkan kita, maka jangan sampai cinta kita luntur atas kepergianya, jangan sampai kita galau atas kepergiaannya. Yang mana, kita harus tetap memupuk dan menghadirkan rasa cinta kita tersebut dengan melakukan berbagai rutinitas selama di bulan Ramadhan pada bulan-bulan selain Ramadhan, misalnya dengan tetap mengerjakan yang wajib, memperbanyak amalan-amalan Sunnah, berbuat baik, dengan terus konsisten mengkhatamkan Al-Qur'an sebanyak-banyaknya, menjaga lisan dengan baik, menghindari perbuatan yang keji dan munkar.
Oleh karena itu, apabila kita tidak berbahagia atas kedatangan dan kepergian Ramadhan, maka suatu saat kita akan menyadari bahwasanya kita telah kehilangan berlian (Ramadhan) disaat kita sibuk mengumpulkan batu (duniawi). Maka jadikanlah bulan suci Ramadhan sebagai tempat untuk membuktikan cinta kita kepada Allah, miliki hubungan intimasi dengan Tuhan. Jika kita memiliki hubungan intimasi dengan Tuhan, maka permasalahan-permasalahan dalam hidup akan menjadi "gampang", hidup kita menjadi tenang, dan merdeka dari segala sumber kesumpekan dalam hidup. Sehingga rahmat serta maghfirahNya senantiasa tercurahkan kepada kita semuanya.
[1] Muhammad Nursamad Kamba, Mencintai Allah Secara Merdeka (Jakarta: Pustaka Iman, 2020), hlm.39
[2] Ibid.op.cit. hlm.56
[3] Ibid.op.cit. hlm.60