Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.
Ketika Dia Pergi (Part II)
Gerimis sore ini, tak seperti biasanya. Sebuah pelangi mengiringi deru rintik air yang turun membasahi bumi. Warnanya indah menggores syahdu sang langit, seperti hendak mengabarkan berita bahagia kepada Yu Partinah yang tengah melintas di jalan setapak, menuju sebuah tempat pemakaman dengan payung kecilnya.
Sang mentari masih malu-malu menampakkan dirinya, usai sang hujan turun dengan derasnya. Aroma khas bumi yang lama tak tersiram hujan, merebak di antara wanginya bunga kamboja di tanah pemakaman.
Di ujung barat sisi pemakaman, Yu Partinah melihat beberapa orang yang sedang berdoa di hadapan sebuah makam. Tak banyak yang datang untuk berziarah sore ini. Mungkin karena hujan deras tadi siang, sehingga tanah yang becek dan berlumpur membuat orang enggan mengunjungi makam sore ini.
Rasulullah pernah menjelaskan hikmah ziarah kubur dalam suatu hadist.
"Pada awalnya aku melarang kalian untuk menziarahi kuburan, sekarang ziarahilah!, karena sesungguhnya ziarah kubur itu dapat melunakkan hati, mencucurkan air mata, mengingat akhirat, dan janganlah kalian mengatakan al hujr (perkataan mungkar)" (HR. Muslim, Ahmad, al Hakim, at Tirmidzi, Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shohih al Jami')
"Nanti sore tak temani Mbakyu, aku kan juga mau ziarah ke makam Bapak," kata Maryam tadi pagi, saat mereka bertemu di pasar untuk membeli keperluan lebaran. Sepulang dari pasar, Maryam telepon memberitahu bahwa, ia tidak bisa menemani Yu Partinah ke makam. Bulik Marti, adik dari Bapak Maryam mendadak mengabari bahwa beliau beserta keluarga akan datang berkunjung ke rumah Maryam.
"Iya, ndak papa Dik May, aku sudah biasa mandiri kok. Semoga nanti sore hujan sudah reda," jawab Yu Partinah saat Maryam menelepon.
Tanah merah di pemakaman lumayan becek dan berlumpur. Yu Partinah tidak menghiraukan gubal lumpur menempel di sandalnya. Memang cukup merepotkan Yu Partinah berjalan, tapi ia tak merasa terganggu akan hal itu.
Ahmad Badrun Bin Amin Basyari. Di makam ber-nisan nama itu, Yu Partinah berhenti. Beberapa detik ia berdiri mematung memandangi makam almarhum suaminya. Terdengar helaan nafasnya panjang, melonggarkan dadanya yang tetiba sesak, karena menahan rindu.