Pentingnya Budaya Antre, Sebuah Catatan Menjelang Lebaran
Pagi itu saya ada keperluan mengambil uang di ATM yang berlokasi di dekat sekolah. Rencananya sesudah mengambil uang, saya akan langsung ke pasar untuk belanja beberapa keperluan lebaran.
Jam masih menunjukkan pukul 10.30, namun hawa terasa lumayan panas. Mungkin karena kendaraan yang lewat di daerah Celaket lumayan padat.
Sampai di ATM, tepat seperti yang saya perkirakan, suasana ramai sekali. Antrian lumayan banyak, padahal ada empat ATM yang disediakan. Tapi semua penuh, dan diluarnya ada barisan manusia termasuk saya.
Ya, menjelang lebaran banyak yang perlu bertransaksi lewat ATM.
Setelah agak lama menunggu, giliran saya tinggal menunggu satu orang lagi. Menit demi menit berlalu. Selesai bertransaksi, ibu yang berada di dalam sudah menuju pintu untuk keluar, dan saya siap untuk masuk.
Di luar dugaan seseorang langsung nyelonong merebut antrian, sebutlah namanya Si Mbak. Tanpa menoleh kiri kanan ia langsung menuju bilik ATM.
"Lho, " seru kami yang di luar hampir bersamaan. Terutama saya, kaget sekali. Ini kan giliran saya? pikir saya gemas.
Tanpa menoleh pada kami bahkan sampai tidak sempat menutup bilik ATM Si Mbak langsung bertransaksi di bawah tatapan heran orang orang.
Seorang bapak yang berdiri di dekat saya langsung mengingatkan Si Mbak begitu keluar dari ATM. Ada sedikit perdebatan di antara mereka tapi akhirnya selesai. Si Mbak meninggalkan tempat dengan wajah agak malu.
Peristiwa di atas sungguh menjadi bahan pikiran saya dalam perjalanan pulang. Betapa pada beberapa orang kesadaran untuk antri masih kurang sekali.
Bayangkan, nyelonong begitu saja tanpa perasaan berdosa. Apa tidak malu diingatkan di depan orang banyak.
Tentang Budaya Antri
Mengantri. Sebuah istilah yang sangat klise. Kata antri sering muncul dalam kosa kata percakapan kita, tapi sangat sulit untuk dilaksanakan.
Mengantri membutuhkan kesabaran kita untuk menekan ego. Ya, semua yang mengantri pasti mempunyai keperluan, dan semua ingin keperluannya cepat dilayani.
Pada saat mengantri yang agak lama kadang ada godaan pada diri kita untuk mencari trik supaya cepat dilayani. Entah dengan menerobos atau yang lainnya. Dan itu sungguh sebuah tindakan yang sangat tidak terpuji sekaligus menjengkelkan orang lain.
Dalam mengantri dikenal istilah FIFO atau singkatan dari first in, first out (siapa yang datang pertama, maka dia yang terlebih dahulu dilayani).
Maka siapa pun yang datang belakangan, harus rela untuk dilayani belakangan pula.
Orang-orang yang beralasan sibuk, atau sedang tergesa-gesa tidak berhak untuk menerobos antrian. Jika memang ingin dilayani cepat, maka harus datang lebih awal.
Meski pada kondisi tertentu hal ini tidak berlaku. Misalnya pada antrian pasien di rumah sakit, pasien yang kondisinya gawat tentunya harus segera didahulukan.
Sebenarnya apa manfaat dari budaya mengantri?
1. Belajar manajemen waktu, jika ingin mengantri paling depan, kita harus datang lebih awal.
2. Belajar sabar menunggu giliran dan menghormati hak orang lain yang dilayani terlebih dahulu.
3. Belajar bersosialisasi, menyapa dan berkomunikasi dengan orang lain dalam antrian.
4. Belajar memiliki rasa malu, jika menyerobot antrian atau melanggar hak orang lain
5. Belajar tabah dan sabar dalam menjalani proses dalam mencapai tujuan
Begitu banyak manfaat dari mengantri. Kesadaran untuk antri sangat diperlukan, lebih-lebih di masa menjelang lebaran ini dimana banyak orang yang melakukan perjalanan mudik.
Kesabaran kita dalam mengantri benar benar akan diuji. Entah saat antri di pom bensin, di traffic light, di rest area, ataupun di tempat ibadah.
Mengajarkan budaya antri
Adalah penting untuk mengajarkan budaya mengantri pada anak sejak dini, karena budaya mengantri dapat dijadikan ukuran apakah sebuah masyarakat mentaati aturan di negaranya atau tidak.
Budaya mengantri dapat menjadi cerminan bagi sebuah bangsa. Artinya, jika sebuah bangsa tertib dalam mengantri, maka bisa diasumsikan bahwa bangsa tersebut bangsa yang disiplin dan tertib dalam menjalankan aturan, demikian juga sebaliknya jika tidak tertib mengantri, saling serobot, bisa diasumsikan bahwa bangsa tersebut bangsa yang kurang disiplin dalam menjalankan aturan.
Penanaman kesadaran mengantri pada anak dilakukan bersamaan di keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Penanaman di keluarga adalah dengan langsung memberikan contoh dari orang tua. Misal, bagaimana antri menggunakan kamar mandi secara bergantian.
Di sekolah penanaman budaya antri dilakukan lewat pembiasaan. Seperti berbaris sebelum masuk kelas, juga antri dalam kegiatan kegiatan yang lain seperti antri saat mengumpulkan pekerjaan, antri berwudhu, antri masuk mushola, bahkan antri saat membeli di kantin.
Kerja sekolah dan keluarga tidak akan berhasil baik tanpa andil dari masyarakat dalam memberikan contoh.
Jangan sampai di keluarga dan sekolah anak sudah diajari tertib mengantri, tapi ternyata di masyarakat dijumpai oknum yang tidak disiplin dalam mengantri. Menerobos antrian tanpa perasaan berdosa seperti yang terjadi pada cerita di atas.
Sedikit catatan menjelang lebaran.
Salam Ramadan..