Kalap Tak Hanya Kalah Lapar, tapi Mata Lapar yang Bikin Dompet Ambyar!
"Uni mau semangka, Yah!"
"Kakak ayam geprek!"
"Abang gorengan aja!"
Bak arus sungai yang deras, tiga jawaban berbeda meluncur lugas dari mulut anak-anakku. Ketika satu pertanyaan kuajukan, "kita berbuka dengan apa, Nak?"
Aih, sebagai orangtua, aku kembali menikmati keseruan anak-anak saat menentukan menu berbuka puasa.
Alhasil, 3 keinginan itu tersaji di meja makan, saat sirine sebagai tanda waktu berbuka terdengar. Apa yang terjadi?
Anak gadisku, menyantap sepotong buah semangka dan dua satu tahu isi. Segera ambil wudhu, sholat magrib. Terus menonton televisi.
Lelaki kecilku, usai minum air putih, langsung menikmati semangka dan gorengan. Sama sekali tak menyentuh ayam geprek.
Si Sulung yang kusapa Abang, seperti anak gadisku. Hanya menyantap gorengan dan semangka. Usai sholat magrib, juga menonton televisi.
Saat melihat makanan yang dibiarkan sepi menanti. Akupun bereaksi, "hayuk makan, anak-anak!"
"Nanti aja, Yah! Masih kenyang!"
Tuh, kan? Bayangkan, empat belas jam menjalankan ibadah puasa, dengan menahan lapar dan haus. Aku disodori jawaban yang jauh dari logis.
Bagi anak-anakku, berpuasa dan berbuka juga dijalankan setiap senin dan kamis. Namun, perilaku berpuasanya menjadi berbeda pada momen Ramadan.
Biasanya, jika pada hari biasa sahur dan buka sekedarnya. Namun saat Ramadan “harus” istimewa. Mungkin karena Ramadan istimewa, maka semua musti istimewa, ya?
Pada titik ini, anak-anakku menjadi "gagal" menahan diri dari godaan rasa dan selera. Berbeda kasus, jika keinginan menu berbuka itu memang disantap habis. Iya, kan?
Begitulah, terkadang saat berpuasa, apalagi menjelang berbuka, kita acapkali membiarkan diri dikuasai selera.
Bayangkan saja, sesudah sahur dan mendengar bunyi imsak. Kemudian duduk manis di layar televisi. Ternyata acara “Menu Berbuka Hari Ini” dengan sajian yang aduhay. Akhirnya naluri kalap hadir.
Akhirnya mulai berfikir, “aih, nanti sore beli!”,
Padahal belum lagi terbit matahari. Jika sehari melihat acara sejenis di 5 saluran televisi berbeda? Ditambah lagi anggota keluarga memiliki selera berbeda? Itu godaan yang jauh, kan?
Ada juga godaan terdekat! Semisal tetangga yang berdagang aneka takjil untuk berbuka puasa. Kalau berbelanja, biasanya selain diberi “bonus” juga harganya rada “miring”. Nah, ini juga bikin kalap!
Selain, merasa sungkan kalau membeli dan mencari makanan dengan jenis yang sama, ke tempat yang lain tah? Sama tetangga, masa gitu? Iya kan?
Eh, kalau miliki anak kecil. Tetangga juga menjadi “masalah” bagi urusan kalap-kalapan belanja. Rencananya, mau masak sayur lodeh dengan tempe, tetiba dari tetangga tercium aroma ayam goreng. Bakal masalah!
Atau lagi diskusi menentukan buka puasa dengan anak-anak. Disepakati minumannya es dogan. Saat keluar rumah, anak tetangga lewat dengan senyum khas sambil membawa es krim.
Apa yang terjadi? Mungkin saja, anak-anak tak bersuara. Tapi, matanya melihat tajam pada bawaan di tangan anak tetangga. Bakal jadi masalah, kan?
Begitulah. Bisa jadi fenomena kalap belanja makanan dimulai dari psikologis, bahwa karena ini bulan Ramadan, jadi musti istimewa dan berbeda. Akibat godaan dari mulai televisi, media sosial juga dagangan tetangga dan anak tetangga. Hihi….
Jejangan, Kalap itu Kalah Akibat Lapar?
Berpuasa dalam pengertian umum, tak hanya menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam. Namun, jika memaknai secara asal kata shaum (puasa dalam bahasa arab) adalah "menahan diri dari segala sesuatu".
Kalau kalap urusan makanan, biasanya anak-anak lebih mendominasi, tah? Orang dewasa pasti ada, namun tak akan sedahsyat anak-anak untuk takluk pada selera!
Seperti kutulis di awal tadi. Sebagai orangtua, aku musti belajar lagi “menyetir” keputusan untuk memenuhi selera anakku. Agar tak kalap belanja, mengikuti selera mereka. Akhirnya dianggurin. Mubazir? Gak! Aku yang bakal menghabiskan.
Tapi anak-anakku tahu aturan yang aku terapkan sejak mereka baru bisa jajan. Jika suatu makanan yang minta dibelikan, tapi tak dihabiskan apalagi dimakan. Jangan harap akan dibelikan lagi!
Atau, aku seragamkan aja selera anakku, ya? Tapi, belum tahu caranya. Hiks…
Demikianlah,
Selalu sehat dan bahagia!
Namastee!
Curup, 02.05.2020
[ditulis untuk Kompasiana]