Ngabuburit Anak-anakku, Mulai dari Merawat "Hutan Kota" hingga Senam ala Korea
"Mengurung" anak-anak di rumah, kukira menjadi pilihan terbaik dan paling bijak, di saat pandemi corona ini, kan? Namun, seharian tak keluar rumah bagi anak-anak pasti membosankan, tah?
Menahan lapar dan haus, hanya melakukan aktivitas di dalam rumah terasa menyesakkan. Apatah lagi, ketika setiap saat mata terus melirik jarum jam yang semakin sore bergerak semakin melambat. Hiks..
"Masih lama, yah?"
Bagi orangtua yang memiliki anak usia sekolah dasar, pertanyaan bernada keluhan iini acapkali diterima. Jika momen seperti ini, terkadang orangtua diharapkan menciptakan keajaiban yang mampu "membunuh" waktu menunggu, kan?
Sebagai ayah, akupun terkadang memiliki bakat alami untuk melakukan bujukan berbalut tipuan, agar anak-anakku melupakan momen menunggu sirine tanda waktu berbuka itu. Haha...
Sepuluh hari menjalani ibadah puasa, ngabuburit yang aku dan anak-anak lakukan, selalu berbeda. Tergantung, siapa yang lebih dahulu punya inisiatif. Aku tulis aja beberapa, ya?
Di rumah, tepatnya di beranda lantai dua. Aku menciptakan hutan kota versiku. Ada sayuran, bumbu dapur, beberapa pot strawberry, aneka jenis cabe, hingga pohon anggur yang udah 6 tahun gap berbuah. Hanya berdaun aja!
Biasanya, sudah ashar aku dan anak-anak akan habiskan waktu di hutan kota ini. menyiram, merapikan tanah atau memetik cabe dan buah strowberry jika ada. Nah, ketiga anakku punya tanggungjawab masing-masing!
Abang urusan tanaman cabe, bawang daun dan seledri. Kakak Rizki bertanggungjawab pada sayur selada, kangkung dan Pakchoy. Anak gadisku, strowberry dan aneka bunga. Mulai dari mawar, melati, lidah buaya hingga daun pandan. Eh, daun pandan bukan bunga, ya? Haha...
Aku? Sebagai ayah, hanya modal instruksi! Tapi, kalau semua anakku "ngadat" bertanggungjawab, aku akan melalap semua kewajiban itu. Hiks...
Kalau Ini, ulah anak gadis! Anakku itu penggemar Kpop. Favoritnya BTS dan Blackpink! Nah, beberapa sore, aku dan saudara yang lain "dipaksa" ikuti tarian grup ajaib itu. Bermodalkan laptop dan speaker mini, Uni Tya akan jadi pemandu, aku dan anak-anak yang lain, akan ikut di belakang.
"Ini senam Korea, Yah!"
Percayalah! Aku lebih banyak berdiri dari pada bergerak. Tarian yang energik begitu tak cocok dengan struktur tulangku yang mulai tua. Biasanya, yang kulakukan adalah "merusak"! menggendong, mengajak bermain silat atau membuat gerakan ngasal! Sing penting happy, tah?
Janganlah berharap ada keringat karena senam ala Korea itu. Kukira, jika pun berkeringat, itu lebih disebabkan saling tertawa, karna melakukan gerakan yang berbeda dari yang dicontohkan! Acapkali kudengar kalimat Uni Tya, "Aih, gak kompak!"
Anak gadisku belum tahu, jika berbeda itu juga wujud kekompakan. Yaitu, kompak untuk berbeda! Hihi...
Sejak lama, aku memiliki meja karambol. Hanya, ketika si sulung sudah sekolah di Padang. Permainan ini, tak lagi di sentuh. Nah, selama Ramadan ini, meja karambol itu kembali menemukan manfaatnya.
Biasanya, aku akan berpasangan dengan Uni Tya, si sulung akan berpasangan dengan Kakak Rizqy, atau anak-anak dengan sepupu yang lain. Agar seru, aturan permainan dibuat nyeleneh. Siapa yang berhasil memasukkan buah (biji) karambol, berhak mencoret wajah lawannya. Kalau aku kalah? Tentu saja harus konsisten, kan?
Aka nada emosi, curang, keikhlasan dan keinginan untuk menang. Atau kesedihan saat kalah. Namun, saat sirine dari masjid terdengar, hal itu bakal jadi cerita dan tawa. Besok? Main lagi. Dengan niat membalas! Haha...
Becumpuk ini bahasa Curup, dari bercumpuk. Atau berkumpul di dapur. Tujuannya, apalagi kalau bukan menyiapkan menu berbuka, tah? Aku termasuk ayah yang punya aturan, apapun jenis kelaminnya, anakku harus terampil di dapur.
Tanyakanlah pada semua orangtua yang melakukan kegiatan di dapur bersama anak. Pasti akan seru! Tak hanya terampil menggunakan alat-alat dapur, tapi anak-anak juga akan mengenal beragam bumbu yang dibutuhkan, tahapan persiapan, serta cara mengolah. Agar tak hanya bisa menikmati tanpa tahu cara mengolahnya.
Sesungguhnya, urusan dapur ini tak hanya pada saat mengisi ngabuburit aku lakukan melibatkan anak-anak. Tapi juga saat menyiapkan sahur! Susah jadi anakku, ya?
Dan, ngabuburit menurutku, tak hanya menghabiskan waktu. tapi menciptakan manfaat walaupun sedikit. Apalagi jika memiliki anak-anak.
Dan, aku tahu. Anakku pasti merindukan ngabuburit seperti tahun-tahun sebelumnya. Berjalan kaki atau berboncengan keliling kota sambil berburu takjil! Hiks...
Tapi, kondisi kali ini, juga menjadi peluang bagi orangtua untuk memberikan pemahaman kepada anak-anaknya. Bahwa, terkadang tak semua yang mereka inginkan dan angankan isa didapatkan. Iya, tah?
Demikialah cerita ngabuburitku. Siapa tahu berguna. Jika ternyata sama, hayuk salaman! Eh, Namaste!
Semooga selalu sehat dan berbahagia!
Curup, 04.05.2020
Zaldychan
[Ditulis untuk Kompasiana]