orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.
Cerpen | Rembulan dalam Stoples Kaca
"Hilal telah tampak, Sayang," kata Bang Toyib
"Aku tidak melihatnya," ucap Marsiti.
"Mengapa kamu tidak pernah melihat hilal?"
"Hilal memang tidak selalu tampak di mataku, Bang."
"Marsiti..."
"Bang Toyib..."
Keduanya lantas terdiam. Malam itu mendung menggantung di angkasa. Hilal tidak terlihat walaupun Marsiti berulang kali melongok ke atas, hanya gumpalan mendung hitam yang sekilas ia lihat.
Marsiti bergumam sendiri. Mengapa Bang Toyib selalu bisa melihat hilal? Makhluk apakah hilal ini sehingga Bang Toyib dan semua orang merasa butuh melihatnya? Angkasa yang luas tanpa batas tiada yang dicari kecuali hilal.
"Maafkan Abang, Marsiti. Abang harus pergi karena hilal telah tampak. Bukankah kamu juga melihatnya?"
"Aku tidak melihatnya, Bang, karena langit lagi mendung seperti perasaanku saat ini yang juga mendung gara-gara Abang memutuskan pergi setelah melihat hilal."
"Jangan menyalahkan hilal, Marsiti!"
"Mengapa Abang pergi?"