Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com
Berbukalah dengan yang (Bukan Sembarang) Manis!
Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, beliau berkata,
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air" (HR. Ahmad, Abu Dawud, sanadnya shahih)
"Kok, sudah ada iklan syrup, berarti sebentar lagi puasa ya" celetuk seorang teman di statusnya di medsos. Saya sendiri juga menandai begitu---hehehe--, datangnya puasa identik dengan ditayangkannya iklan produk syrup di televisi. Iklan ini (baca syrup), biasanya diputar serentak di beberapa stasiun televisi, sekira dua atau tiga minggu sebelum bulan Ramadan tiba. Namanya juga iklan, tujuannya mempengaruhi pemirsa, untuk membeli dan mengonsumsi.
Ada kalimat cukup familiar di indera pendengaran (kerap ditirukan beberapa orang dewasa atau anak-anak), adalah "Berbukalah dengan yang manis-manis." Efek kalimat familiar ini memang dahsyat, banyak diantara kita, ketika berbuka selalu dengan yang manis, seperti teh manis, es buah, kolak, syrup dan makanan sejenisnya.
Sore di bulan Ramadan jelang berbuka, riuh pasar kaget di beberapa tempat strategis, menjual aneka panganan manis dengan warna-warni dan penampilan menggoda. Sungguh bikin mupeng orang lewat dan melihat, secara psikologis berhasil mengundang orang membeli, seolah menjawab slogan "berbukalah dengan yang manis-manis."
Saya sangat sepakat, beberapa riwayat menyampaikan, bahwa bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah dan rahmat. Contoh paling nyata, adalah melihat sebegitu banyak pedagang di arena ngabuburit, ketika pulang dagangannya ludes, atau beberapa menyisakan sedikit.
--------
Seminggu yang lalu, tanggal 17 Mei 2019, saya berkesempatan hadir di kantor Kementrian Kesehatan, dalam Peringatan hari Hipertensi Sedunia. Dalam pemaparannya narsum dr Lusiani, SpPD, K.KV, FINASIM, mewakili Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia menyampaikan, bahwa faktor obesitas dan pola makan tidak sehat ditengarai sebagai pemicu terjadinya hipertensi (selain beberapa faktor lainnya).
Orang yang gemar asupan tinggi garam dan gula, suka mengonsumsi fast food/ junk food, makanan kaleng yang mengandung bahan pengawet, ditambah malas bergerak (olahraga), dalam jangka waktu panjang, akan berisiko terhadap Penyakit Tidak Menular (satu diantaranya Hipertensi)
Menyimak penjelasan narasumber saat itu, saya seperti diajak berkaca dan menegok diri sendiri pada kebiasaan lama (sebelum diet). Saya pernah masuk dalam kategori, orang dengan kebiasaan-kebiasaan tidak sehat di atas. Setiap berbuka puasa, saya tak lewat dengan es buah atau kolak atau bubur sumsum, selepas taraweh masih makan berat (nasi) dengan lauk yang diolah dengan digoreng.
Baca ; Jangan Kalap Saat Ngabuburit, Tetap Pilih Takjil Sehat
Hingga suatu saat saya pernah menderita sakit yang sangat, hasil dari diagnosa dokter mengabarkan, bahwa saya berpotensi hipertensi dan mengalami pelemakan hati. Tiga tahun silam, saya bertekad bulat untuk merubah gaya hidup dan pola makan, dengan segala tantangan dan godaan akhirnya berat badan saya berangsur turun.
Alhamdulillah, kondisi badan saya merasa jauh lebih baik, dulu saya punya jadwal kerokan dua minggu sekali, sekarang bisa tiga bulan sekali. Dulu kalau lari atau jalan cepat sebentar saja, nafas saya ngos-ngosan, sekerang nafas saya lebih panjang dan tidak gampang kecapekan.
Berbukalah dengan yang (bukan sembarang) manis
Sore dan ngabuburit adalah satu kesatuan dengan bulan Ramadan, di pinggir jalan depan komplek perumahan, berderet dari ujung ke ujung penjual makanan untuk berbuka puasa. Penjual dadakan di sore hari ini, sungguh memberi hiburan dan semangat bagi orang berpuasa, sekaligus meraup berkah bagi penjualnya.
Aneka makanan minuman serba manis terpapar, mulai dari kolak, bubur sumsum, biji salak, es buah, es cendol, jongkong, kue basah, soup buah dan lain sebagainya. Eit's, jangan lupa, ada juga bakwan, tahu isi, tempe mendoan, tempe tepung, pisang goreng, batagor, donat, cakwe dan kue bantalnya serta masih banyak yang lainnya.
Sepengamatan saya, selama ini ada opini (kalau boleh dibilang) menggiring, bahwa Rasulullah mengajak berbuka dengan yang manis-manis. Karena penasaran, saya coba googling ke beberapa situs terpercaya, menyebutkan bahwa hal tersebut (berbuka dengan manis) ternyata bukan hadist.
Menurut sumber saya baca, Rasulullah berbuka dengan dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak maka minum dengan satu tegukan air. Kebanyakan kurma memang rasanya manis, tetapi (saya buktikan sendiri) sangat berbeda efek mengonsumsi asupan manis real food (makanan diolah alam) dengan manis buatan (makanan manis karena campuran gula)
Saya masih ingat saran ahli nutrisi setelah diagnosa dokter, bahwa saya musti memperbanyak konsumsi serat (buah dan sayur) Sangat disarankan mengurangi asupan glukosa (makanan manis dari gula buatan atau glukosa sederhana), kemudian tidak boleh ketinggalan rutin berolahraga.
Terhitung tiga Ramadan berjalan, setiap buka puasa saya tetap bisa mengonsumsi yang manis, tetapi memilih rasa manis yang berasal dari buah -- buah dipetik dari pohon, bukan buah yang diolah dan dicampur pemanis (es campur, es buah).
Bisa saja hari ini saya mengonsumsi pisang, besoknya pepaya, lusa ganti jambu crystal, lain waktu apel dan begitu seterusnya secara bergantian. Tapi ada satu selalu saya usahakan banget ada (kecuali kepepet dan tidak bisa), yaitu saya minum seduhan kurma dengan air hangat. Resep mujarab dan sederhana ini, saya dapatkan ketika melihat vlog Dewi Hughes, dan setelah praktek selama (lebih kurang) dua minggu, saya rasakan khasiatnya.
Baca : Minuman Kurma untuk Menjaga Stamina Saat Berpuasa
Kebanyakan rasa manis memang enak dan nyaman di lidah, tetapi kita musti pikirkan dampaknya bagi diri sendiri dalam jangka waktu panjang. Berbuka dengan yang manis memang tidak salah dan dicontohkan, tetapi kenapa tidak sekalian mengikuti teladan dari Baginda Rasulullah mengonsumi tiga butir kurma.
Asupan manis banyak sumbernya (tidak musti glukosa), bisa diambil dari karbohirat komplek yang terdapat dalam umbi-umbian, atau bisa dari buah-buahan. Menurut saya, berbuka dengan yang manis (kurma), sebenarnya sudah ada yang mencontohkan, tetapi anjuran manis dialihkan melalui iklan, sehingga orang termakan.
Baca ; sahur dengan Ubi Ungu Rebus Sehat Anti Ribet
-------
Setengah jalan puasa Ramadan, saya merasakan ada perubahan dalam bentuk badan ini, sebelum puasa badan saya agak gembyor (atau empuk), sekarang relatif padat. Efek dari minum seduhan kurma, saya tidak mudah lemas, dan bisa beraktivitas seperti hari-hari biasanya (tetapi tetap, tidak memforsir fisik)
Meskipun menjalankan diet, namanya manusia saya tidak lepas dari godaan, sehingga pernah juga khilaf dan berat badan saya sempat naik (meski tidak sampai obesitas). Nah, bulan Ramadan ini saya jadikan moment untuk evaluasi diri, meluruskan niat dan membenahi konsumsi asupan dengan lebih baik lagi.
Saya tidak pernah kawatir dengan asupan manis, tetapi saya tidak juga mau sembarangan makan makanan yang manis. Saya lebih memilih manis alami, sebagai cara paling manjur, sebagai solusi berbuka dengan yang manis, tetapi memberi dampak baik bagi tubuh.
Semoga bermanfaat dan salam sehat.